Kecelakaan Kerja Terjadi Lagi, Nyawa Seperti Tak Ternilai di IMIP

Para pekerja kembali berangsur normal pascakecelakaan kerja jam 06.15 WITA di pabrik ferrosilikon PT ITSS yang berada di kawasan IMIP. Foto: Humas IMIP
Para pekerja kembali berangsur normal pascakecelakaan kerja jam 06.15 WITA di pabrik ferrosilikon PT ITSS yang berada di kawasan IMIP. Foto: Humas IMIP

Kecelakaan kerja di kawasan PT. IMIP terjadi pada tanggal 28 September 2024, menewaskan seorang pekerja bernama Andri yang bekerja di Devisi Killen Konveyor PT. Walsin Nickel Industrial Indonesia (WNII).’

Menurut informasi yang disampaikan oleh Serikat Pekerja Industri Morowali (SPIM), Andri meninggal di area kerjanya sekitar jam setengah enam pagi WITA dengan kondisi kepala pecah, diduga akibat tergiling conveyor sebelum terjatuh dari ketinggian lebih dari 20 meter.

Yayasan Tanah Merdeka mencatat bahwa insiden yang menimpa Andri ini menjadi tambahan yang menyedihkan dalam daftar kecelakaan kerja di kawasan PT. IMIP, yang telah tercatat sebanyak 17 kali sepanjang tahun 2024.

Azis, staf kampanye Yayasan Tanah Merdeka, mengungkapkan kekecewaannya terhadap manajemen PT. IMIP yang hingga saat ini tidak memberikan keterangan apapun mengenai insiden ini, yang menunjukkan seolah-olah nyawa pekerja tidak memiliki nilai di mata perusahaan.

Ia mempertanyakan sikap acuh tak acuh PT. IMIP terhadap keselamatan pekerja, menyoroti bahwa kecelakaan ini tidak seharusnya dianggap sepele hanya karena melibatkan satu nyawa, dan menegaskan pentingnya mengambil tindakan sebelum terjadi lebih banyak korban.

Baca juga: Ilusi Proyek Hilirisasi Nikel: Menghilangkan Nyawa, Memiskinkan Warga Sekitar

Kritik lebih lanjut ditujukan kepada manajemen PT. IMIP, yang dianggap tidak pernah melakukan perbaikan sistem manajemen Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3), serta mengabaikan pelajaran dari insiden ledakan smelter di PT. ITSS yang hanya dianggap sebagai angin lalu.

Menurut Azis, logika manajemen PT. IMIP yang hanya berfokus pada keuntungan dengan mengorbankan keselamatan buruh menciptakan lingkungan kerja yang berbahaya, di mana nyawa pekerja dianggap lebih murah daripada harga nikel.

Sikap pasif manajemen ini semakin diperburuk oleh lemahnya regulasi K3, di mana UU No. 1 Tahun 1970 dianggap tidak memadai dalam memberikan perlindungan yang diperlukan bagi pekerja.

Hal ini terlihat jelas dalam sanksi yang diberikan kepada pengusaha yang melanggar K3, yang hanya berupa pidana paling lama tiga bulan atau denda maksimum Rp. 100.000, tanpa revisi selama 54 tahun.

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sulawesi Tengah mencatat bahwa kawasan PT. IMIP memiliki 41 perusahaan tenant, termasuk PT. Walsin Nikel Industri Indonesia (WNII), yang merupakan anak perusahaan dari PT. Walsin Group.

Perusahaan ini memproduksi Nikel Pig Iron (NPI), bahan baku utama untuk pembuatan baja tahan karat, serta berfokus pada pengembangan produk nikel lainnya, seperti baterai untuk kendaraan listrik (EV).

Kecelakaan yang mengalami keselakaan kerja. (Foto: Koalisi)
Kecelakaan yang mengalami keselakaan kerja. (Foto: Koalisi)

Laporan dari Global Energi Monitor (GEM) 2023 menunjukkan bahwa ada lima perusahaan yang membangun PLTU Captive di kawasan industri PT IMIP, khususnya di Desa Labota, dengan PT WNII memiliki total kapasitas 350 MW.

Wandi, seorang pengkampanye dari WALHI Sulteng, menjelaskan bahwa lonjakan hilirisasi nikel untuk transisi energi terbarukan menyebabkan pekerja tertekan, karena manajemen lebih fokus pada target produksi daripada keselamatan.

Sementara itu, Solidaritas Perempuan Palu menegaskan pentingnya audit dan transparansi terkait insiden kecelakaan kerja yang baru-baru ini terjadi di PT. WNII, serta perlunya proses hukum terhadap pihak-pihak yang terlibat.

Mereka meminta pihak berwenang untuk melakukan evaluasi menyeluruh terhadap sistem K3 di kawasan IMIP, terutama di PT. WNII, agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

Selain itu, Solidaritas Perempuan Palu menekankan bahwa perusahaan harus memberikan jaminan dan kompensasi yang layak kepada korban dan keluarganya sebagai bentuk tanggung jawab moral dan hukum.

Baca juga: Tambang Emas Ilegal di Gorontalo Longsor, Penyebabnya?

Anissa, staf kampanye dari Solidaritas Perempuan Palu, menyatakan komitmen mereka untuk terus memantau perkembangan kasus ini dan menuntut tindakan konkret dari perusahaan serta pemerintah.

Dia menegaskan bahwa kesehatan dan keselamatan pekerja harus menjadi prioritas utama, dan mereka akan memastikan bahwa suara mereka didengar dalam menuntut perubahan.

JATAM Sulteng mengungkapkan keprihatinan bahwa sepanjang tahun 2024, kecelakaan kerja di wilayah kawasan industri PT. IMIP terus terjadi, dan pemerintah baik pusat maupun daerah harus mengambil tindakan tegas terhadap perusahaan yang mengabaikan K3.

Mereka mengingatkan kepada pemerintah bahwa produksi nikel, yang saat ini menjadi mineral andalan untuk teknologi rendah karbon, seharusnya tidak mengorbankan buruh dan lingkungan hidup.

Meskipun pekerja di sektor nikel seharusnya diuntungkan dari peralihan menuju teknologi rendah karbon, kenyataannya kecelakaan kerja yang berulang menunjukkan bahwa mereka tidak memiliki jaminan dan keamanan.

Oleh karena itu, JATAM Sulteng mendesak pemerintah pusat dan daerah untuk segera melakukan audit sistem manajemen K3 di seluruh perusahaan pengelola nikel di kawasan industri PT. IMIP, untuk memastikan keselamatan pekerja.

Mereka juga menekankan pentingnya pengawasan terhadap keamanan kerja para buruh sesuai dengan Pasal 18 Peraturan Pemerintah Tahun 2012 tentang penerapan sistem manajemen keselamatan dan kesehatan kerja.

Staf Redaksi Benua Indonesia