- Duka menyelimuti Morowali, Sulawesi Tengah, sehari sebelum Natal. Tungku smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Stell (ITSS) meledak. Kejadian di kawasan industri nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP), Morowali, Sulawesi Tengah pada 24 Desember sekitar pukul 05.30 waktu setempat ini menyebabkan 13 pekerja tewas, 46 orang alami luka-luka.
- Kecelakaan kerja di kawasan industri nikel seperti di tungku smelter nikel PT ITSS bukan pertama kali ini. Catatan Trend Asia, sejak 2015- 2022, terdapat 53 orang tewas dalam kecelakaan kerja di kawasan industri pertambangan nikel di Indonesia. Sekitar 75% korban adalah orang lokal, sisanya Tiongkok.
- Data pemantauan pada Januari-September 2023 menunjukkan, 19 kejadian kecelakaan di smelter nikel telah merenggut korban jiwa 16 orang dan 37 orang terluka. Di antara korban sebanyak lima orang adalah tenaga kerja asal Tiongkok dengan rincian empat terluka dan satu meninggal.
- Menurut Badan Pusat Statistik, provinsi penghasil nikel mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat. Anehnya, pertumbuhan ekonomi justru berbanding terbalik dengan kemiskinan. Menurut laporan kemiskinan dari Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2023, hampir seluruh provinsi penghasil nikel justru mengalami peningkatan persentase kemiskinan sepanjang September 2022-Maret 2023.
Pekerja di tungku smelter PT Indonesia Tsingshan Stainless Stell (ITSS) di kawasan industri nikel PT Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) di Morowali, Sulawesi Tengah kembali menjadi korban. Akibat tungku PT. ITSS meledak, ada sebanyak 13 orang meninggal dunia, dan 46 orang alami luka-luka.
Kecelakaan kerja itu di terjadi sekitar Pukul 05.30 WITA. Saat itu, salah seorang karyawan Ferosilikon PT ITSS tengah melakukan perbaikan tungku, dan pemasangan plat pada bagian tungku. Saat proses perbaikan tersebut, tiba-tiba terjadi ledakan. Hal itu diduga karena bagian bawah tungku masih terdapat cairan pemicu ledakan.
Dilokasi yang sama, juga ternyata terdapat banyak tabung oksigen yang digunakan untuk pengelasan dan pemotongan komponen tungku. Akibatnya, ledakan pertama itu memicu beberapa tabung oksigen di sekitar area ikut meledak. Kondisi ini yang menyebabkan api semakin besar hingga memakan korban jiwa.
Jumlah korban meninggal yang terkonfirmasi akibat kejadian itu sebanyak 13 orang, terdiri atas 9 pekerja Indonesia dan 4 pekerja asal Tiongkok. Sementara itu, sebanyak 46 orang alami luka-luka yang disebabkan karena terkena uap panas.
Dedy Kurniawan, Media Relations Head PT IMIP mengaku akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait untuk menginvestigasi kejadian ini, termasuk penanganan korban. Katanya, pihaknya akan menanggung seluruh biaya perawatan bagi korban dan memenuhi hak dan kewajiban para korban.
Selain itu, kata Dedy, pihak manajemen PT IMIP sendiri masih berkoordinasi untuk penanganan krisis seluruh aspek, antara lain mencakup penyiagaan keamanan dan keselamatan karyawan, klinik medis, sekuriti, dan penyediaan informasi kepada publik.
“Tim PT IMIP tengah berkoordinasi dengan pihak terkait, antara lain safety tenant, satuan pengamanan objek vital nasional (PAM Obvitnas) Kawasan IMIP, Polda Sulawesi Tengah, Danrem Tadulako, dan jajaran pemerintah Kecamatan Bahodopi dan Kabupaten Morowali,” kata Dedy Kurniawan seperti rilis yang diterima Mongabay
Sebenarnya, kecelakaan kerja di kawasan industri nikel seperti yang terjadi di tungku smelter nikel PT ITSS bukan pertama kali ini terjadi. Fenomena kecelakaan kerja di wilayah terpatambangan nikel yang merupakan proyek hilirisasi Presiden Jokowi ini seperti harus menelan korban setiap tahunnya, bahkan setiap bulan.

Misalnya, pada tahun 2017, Joko Hama Ngadi, seorang pekerja di SMI, tewas tertimpa buldoser. Pada tahun 2018, Shan Kha, seorang pekerja asal Tiongkok di IMIP, meninggal setelah terjatuh ke dalam tong berisi terak sisa hasil peleburan yang dipanaskan hingga 1.400°C.
Belum lagi pada 27 april 2023 lalu, dua pekerja dumping milik PT Indonesia Guang Ching Nickel and Stainless Industry, yang juga berada dalam kawasan PT IMIP mengalami kecelakaan kerja sehingga merenggut nyawa Arif dan Masriadi.
Menurut catatan Trend Asia, sejak tahun 2015- 2022, terdapat 53 orang tewas dalam kecelakaan kerja di kawasan industri pertambangan nikel di Indonesia. 75% korban adalah orang lokal, dan sisanya adalah orang China.
Sedangkan data pemantauan pada Januari-September 2023 menunjukkan 19 kejadian kecelakaan di smelter nikel telah merenggut korban jiwa 16 orang dan 37 orang terluka. Di antara korban sebanyak lima orang adalah tenaga kerja asal China dengan rincian empat terluka dan satu meninggal.
Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) menilai, peristiwa yang terjadi di kawasan industri nikel di IMIP hingga memakan korban jiwa itu merupakan sebuah fenomena puncak gunung es yang terus dibiarkan. Pemerintahan juga dinilai tidak tegas dan abai.
“Ini bukan kejadian pertama, tetapi sudah berulang. Fenomena yang sama terjadi di banyak kawasan industri nikel di Indonesia,” kata Melky Nahar, Koordinator Jatam, melalui rilis yang diterima Mongabay, 24 Desember lalu.
Bahkan, menurut Jatam, angka korban jiwa di kawasan industri nikel di Indonesia diyakini jauh lebih tinggi dari data saat ini karena perusahaan cenderung menyembunyikan kecelakaan kerja di lapangan. Hal itu menyulitkan pengumpulan data.
“Para karyawan diduga ketakutan memberikan informasi kecelakaan, karena konsekuensinya mereka diduga akan mendapatkan surat peringatan atau bahkan langsung dipecat,” kata Moh. Taufik, Koordinator Jatam Sulteng.

Praktik Ketenagakerjaan Buruk
China Labor Watch (CLW) yang merupakan organisasi non-pemerintah yang berbasis di New York City pernah melakukan penyelidikan soal rencana produksi nikel dengan menyelami praktek tenaga kerja di proyek industri produksi nikel terbesar di Indonesia yang didukung oleh modal Tiongkok.
Dalam proses penyelidikan, CLW berhasil mengumpulkan informasi terkait pekerjaan ke hampir 400 pekerja dan melakukan lebih dari 50 wawancara mendalam yang berlangsung dari 30 menit hingga dua jam, dari awal tahun 2021 hingga 2023.
Alhasil, laporan yang diterbitkan pada 22 Desember 2023 lalu menyebutkan, hampir satu dekake ini, kasus kematian di tempat kerja yang mengerikan terus berulang terjadi wilayah industri nikel di Indonesia. Praktik keselamatan di bawah standar menjadi penyebab utama serangkaian kecelakaan dan kematian di tempat kerja tersebut.
CLW menyebut, kasus kematian mengerikan yang terus berulang di wilayah industri nikel di Indonesia itu menunjukkan ada pola praktik ketenagakerjaan yang buruk secara sistematis dan terlembagakan, serta ada pengabaian yang disengaja terhadap keselamatan dan nyawa pekerja.
Tak hanya itu, CLW juga berhasil mengidentifikasi berbagai bentuk penipuan selama proses perekrutan tenaga kerja, dan ada praktik bisnis yang secara sistematis melemahkan pekerja termasuk praktik subkontrak. Dimana, ada manipulasi upah yang sistematis, praktik ilegal, praktik kontrak ilegal, penahanan paspor, ada jam kerja yang panjang.
“Ada juga langkah-langkah keamanan di tempat kerja yang buruk, kondisi tempat tinggal yang buruk, pelanggaran hak untuk berkumpul, mandat lembur, serta intimidasi dan kekerasan fisik,” tulis dalam laporan itu.
Menurut CLW, semua masalah ini melanggar standar perburuhan internasional dan secara sistematis melemahkan pekerja, membuat mereka merasa tidak berdaya dan tidak mau atau tidak mampu untuk keluar dari masalah tersebut. Masalah-masalah yang dialami pekerja ini juga mengarah pada kerja paksa, sesuai dengan definisi Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (ILO).
Misalnya, para pekerja umumnya – dengan beberapa pengecualian – bekerja selama sembilan hingga sepuluh jam sehari, enam hari seminggu atau lebih, diwajibkan untuk bekerja lembur, dan tidak mendapatkan jaminan hari libur. Jika ada protes, jalur hukum dan jalur formal lainnya seperti tidak berguna. Para pekerja pun kerap harus menanggung pelecehan.

Disisi lain, para pekerja seperti Indonesia Morowali Industrial Park (IMIP) dan Virtue Dragon Nickel Industry (VDNI) dibatasi untuk berkomunikasi ke pihak luar, terutama ke media dan LSM. Pasukan keamanan yang mengenakan seragam militer atau polisi di dua kawasan industri menjadi pengawasan terhadap pelanggaran yang dilakukan pekerja dibandingkan sebagai kekuatan perlindungan.
Ironisnya, saat pandemi Covid-19, para pekerja mendapatkan penolakan dan penundaan pemulangan. CLW menemukan, para pekerja tidak mendapatkan menawarkan perawatan medis bagi cedera akibat kerja dan penghentian proyek atau produksi tanpa kompensasi. Akibatnya, selama periode itu, banyak dari mereka dilaporkan memilih untuk bunuh diri.
Adapun catatan Walhi Sulteng menyebut, selama periode 2022-2023 tidak pernah satupun perusahaan yang diberikan sanksi tegas atas kejadian kecelakaan kerja yang merenggut nyawa pekerja. Sebaliknya perusahaan malah memberikan sanksi terhadap para pekerja yang menuntut hak-hak mereka seperti kejadian yang dialami oleh Minggu Bulu dan Amirullah.
Diketahui, Minggu Bulu dan Amirullah ditetapkan sebagai tersangka atas peristiwa bentrokan antar pekerja pada 14 Januari 2023 lalu. Mereka berdua menjadi tersangka buntut dari aktivitasnya dalam mengadvokasi hak-hak pekerja lainnya.
Edy Kurniawan, dari YLBHI mengatakan, peristiwa yang terus berulang di kawasan IMIP ini karena tidak adanya tindakan tegas kepada perusahaan, bahkan terkesan pemerintah dalam hal ini BKPM, Kemenaker, dan aparat penegak hukum melakukan pembiaran terhadap operasi perusahaan yang membahayakan para pekerja.
Demi mengejar ambisi pertumbuhan ekonomi, kata Edy, pemerintah rela membiarkan warganya dalam keadaan bahaya. Menurutnya, peristiwa berulang yang terjadi di IMIP itu bisa dikategorikan sebagai pelanggaran HAM yang serius. Ia berharap ada keberanian Komnas HAM untuk menyatakan bahwa peristiwa ini sebagai pelanggaran HAM.
“Kami sangat prihatin atas kecelakaan maut yang terus berulang terjadi di kawasan IMIP. Hilirisasi Nikel yang dibangga-banggakan Presiden Jokowi hanyalah omong-kosong,” kata Edy Kurniawan melalui rilis yang diterima Mongabay
Hal serupa juga dikatakan Arko Tarigan, Juru Kampanye Mineral Kritis Trend Asia. Menurutnya, peristiwa kecelakaan kerja yang terus berulang menandakan perusahaan-perusahaan di IMIP tidak pernah serius memperbaiki keadaan dan kondisi kerja di kawasan industri dan menciptakan keselamatan bagi pekerja.

Arko mendesak dilakukannya evaluasi menyeluruh terhadap semua kawasan industri pengolahan nikel yang ada di Indonesia. Evaluasi itu tidak terbatas pada audit kondisi kerja namun juga bagaimana perusahaan memperlakukan para pekerjanya. Katanya, banyak juga kriminalisasi terjadi pada karyawan termasuk ketika mereka menuntut perbaikan kondisi kerja.
“Hasil evaluasi dan audit itu juga harus melibatkan pihak-pihak terkait dan disampaikan kepada mereka yang terdampak baik langsung maupun tidak atas aktivitas industri di IMIP,” kata Arko Tarigan
Apalagi, kata Arko, pemerintah selalu mengumbar bahwa ini adalah proyek strategis nasional yang seakan-akan menjadi prioritas perlindungan namun itu hanya melindungi pemilik modal. Ia bilang, kejadian kecelakaan kerja yang terjadi pada 24 Desember lalu itu harusnya menjadi bencana nasional dimana pemerintah harus memprioritaskan penyelesaiannya.
Sebenarnya, prosedur K3 pertambangan mengacu pada Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (Permen ESDM) nomor 38 Tahun 2018 tentang penerapan SMK3 Pertambangan dan Mineral. Sehingga ketika kecelakaan terjadi secara terus menerus, hal tersebut patut dipertanyakan.
Aulia Hakim, Kepala Advokasi dan Kampanye Walhi Sulteng mengatakan, perlu ditelusuri apakah PT IMIP telah menerapkan sistem Manajemen Keselamatan Kerja dan Kesehatan Kerja Pertambangan (SMK3P) dengan ketentuan yang berlaku atau tidak. Ia bilang, pemerintah harus segera melakukan audit audit eksternal atas kecelakaan yang terjadi di IMIP.
“Kami mendesak pemerintah menghentikan situasi yang tidak kondusif di lingkungan PT IMIP, sesuai dengan peraturan yang tertuang dalam Undang-Undang (UU) nomor 3 tahun 2020, tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, dalam Pasal 113,” kata Aulia Hakim
Dalam pasal 113 itu dijelaskan, bahwa suspensi Kegiatan Usaha Pertambangan dapat diberikan kepada Pemegang IUP dan IUPK jika terjadi keadaan yang kahar seperti yang disebutkan huruf (a) dalam pasal 113.
Penjelasan keadaan kahar antara lain, perang, kerusuhan sipil, pemberontakan, epidemik, gempa bumi, banjir, kebakaran, dan bencana alam maupun non alam di luar kemampuan manusia.

Memiskinkan
Sebenarnya, tungku yang meledak milik PT. ITSS di Kawasan Industri IMIP di Morowali, Sulteng itu bagian dari proyek hilirisasi bahan mentah yang digagas Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Program itu dibuat Jokowi karena dinilai dapat meningkatkan nilai tambah yang berkali-kali lipat.
Betul saja, setelah pemerintah memiliki smelter dan menghentikan ekspor dalam bentuk bahan mentah, pada tahun 2021 ekspor nikel melompat 18 kali lipat menjadi 20,8 miliar dolar AS atau Rp300 triliun lebih. Jokowi mengklaim, proyek hilirisasi bahan dapat meningkatkan perekonomian Indonesia, sekaligus sebagai jalan mensejahterakan masyarakat.
Data Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebut, total dari fasilitas pemurnian dan pemrosesan mineral mentah (smelter) khususnya untuk komoditas nikel di Indonesia, baik yang sudah beroperasi, dalam masa konstruksi, dan ingin dibangun, terakumulasi mencapai 116 smelter.
Dari 116 smelter, 97 diantaranya merupakan smelter dengan proses pirometalurgi atau smelter yang memproses nikel dengan kadar tinggi (saprolite). Sementara, 19 smelter sisanya merupakan smelter dengan proses hidrometalurgi yang menggunakan nikel kadar rendah (limonite).
Menurut Badan Pusat Statistik, provinsi penghasil nikel mengalami pertumbuhan ekonomi tercepat. Misalnya, Maluku Utara dan Sulawesi Tengah. Bahkan, pertumbuhan ekonomi dua provinsi penghasil nikel ini jauh melampaui PDRB provinsi Pulau Jawa pada waktu yang sama.
Maluku Utara menempati posisi pertama dengan pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) sebesar 23,89% pada triwulan II 2023, naik dari 16,49% pada kuartal I 2023. Sementara, Sulawesi Tengah menempati posisi kedua dengan mengalami pertumbuhan ekonomi sebesar 11,86%, turun dari 16,49% pada kuartal I 2023.
Anehnya, pertumbuhan ekonomi justru berbanding terbalik dengan angka kemiskinan. Pasalnya, menurut laporan kemiskinan yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik (BPS) Maret 2023 lalu, hampir seluruh provinsi penghasil nikel justru mengalami peningkatan persentase kemiskinan sepanjang September 2022-Maret 2023.
Hanya dua provinsi, Papua Barat dan Papua, mengalami penurunan persentase kemiskinan. Persentase penduduk miskin Papua Barat pada September 2022 sebesar 21,43%, turun tipis menjadi 20,49% pada Maret 2023, dan Papua Barat pada September 2022 sebesar 26,8%, turun tipis menjadi 26,03% pada Maret 2023.
Lima provinsi lainnya justru mengalami peningkatan. Provinsi yang naik cukup tinggi adalah Maluku, dari 16,23% pada September 2022 menjadi 16,42% pada Maret 2023 atau naik 0,19 poin. Selain itu, Sulawesi Tengah, dari 12,3% pada September 2022 menjadi 12,41% pada Maret 2023, naik 0,11 poin.
Sementara, Sulawesi Tenggara, dari 11,27% pada September 2022 menjadi 11,43% pada Maret 2023, naik 0,16 poin. Selain itu, Sulawesi Selatan, dari 8,66% pada September 2022 menjadi 8,7% pada Maret 2023, naik 0,4 poin. Sedangkan Maluku Utara, dari 6,37% pada September 2022 menjadi 6,46% pada Maret 2023, naik 0,9 poin.
Bukan hanya itu, berdasarkan Survei Hasil Gizi Indonesia 2022 yang dilakukan Kementerian Kesehatan menyebut, seluruh provinsi penghasil nikel adalah provinsi penyumbang stunting di Indonesia. Papua masuk dalam tiga besar penghasil balita stunting di Indonesia, dengan prevalensi 34,6%, dan Papua Barat berada di posisi enam besar dengan prevalensi 30%.
Adapun Sulawesi Tengah berada dalam posisi ke tujuh besar penghasil balita stunting di Indonesia, dengan prevalensi 28,2%. Sementara, Sulawesi Tenggara berada di posisi ke sembilan besar penghasil balita stunting di Indonesia, dengan prevalensi 27,7%.
Selain itu, Sulawesi Selatan dan Maluku Utara berada di posisi sepuluh dan dua belas dengan prevalensi 27,7% dan 26,1 %. Sedangkan, Maluku berada dalam urusan ke tiga belas penghasil balita stunting di Indonesia, dengan prevalensi 26,1 %.
Moh. Taufik, Koordinator Jatam Sulteng mengatakan, angka kemiskinan yang terus mengalami kenaikan serta masalah stunting diduga kuat akibat dari aktivitas ekstraktif pertambangan nikel sudah merusak lingkungan sekitar, dan menghancurkan sumber lahan lahan produksi milik warga sekitar.
Misalnya di Desa Solonsa Jaya, Bungku Barat, Morowali, Sulteng. Menurut Taufik, di Desa itu ada ratusan hektar sawah warga terendam lumpur yang diduga karena akibat pertambangan nikel di hulu. Akibatnya, hasil pertanian warga yang dulu bisa mencapai 6 ton per hektar, kini tinggal 3 ton per hektar.
“Tingginya angka kemiskinan di Sulawesi Tengah diduga kuat disebabkan oleh kegiatan-kegiatan ekstraksi nikel dengan memberikan dampak ke pertanian-pertanian warga,” kata Moh. Taufik
Dalam sektor perikanan juga mengalami hal serupa. Taufik bilang, nelayan-nelayan di kawasan IMIP sudah sangat sulit mencari ikan karena laut yang merupakan rumah bagi ikan, sudah tercemar dengan limbah dari aktivitas pertambangan nikel dan aktivitas pabrik smelter.
Dengan rusaknya ruang hidup masyarakat sekitar itu, kata Taufik, menjadi pendorong utama kemiskinan semakin meningkat. Kondisi itu secara langsung akan berdampak ke kebutuhan pangan anak yang harus dipenuhi agar tidak mengalami stunting.
“Tingginya angka stunting itu diakibatkan oleh jaminan hidup warga dari sektor pertanian dan perikanan menurun. Dimana, warga sudah semakin sulit memenuhi kebutuhan pangan anak-anak mereka,” katanya
Belum lagi, berdasarkan temuan Aliansi Sulawesi Terbarukan menyebutkan, operasi pembangkit listrik tenaga uap untuk fasilitas industri (PLTU captive) di Sulawesi Tengah (Sulteng), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Sulawesi Tenggara (Sultra) sudah merusak merusak lingkungan dan kehidupan masyarakat di Sulawesi.
Disisi lain, hutan alam yang menjadi penyangga lingkungan dan ekonomi di wilayah sekitar semakin terdegradasi akibat adanya aktivitas pertambangan nikel. Berdasarkan data Auriga Nusantara, hutan alam yang hilang di provinsi penghasil nikel sudah mencapai 560,923 hektar.
Sementara itu, Sulawesi Tengah menjadi provinsi penghasil nikel yang hutan alamnya paling banyak hilang, yaitu sebesar 209,267 hektar. Taufik bilang, kondisi ini yang diduga menjadi pemicu utama banjir yang kerap terjadi di wilayah Morowali dan Morowali Utara.
Ironisnya lagi, katanya, dana bagi hasil yang diberikan ke Morowali itu sangat kecil, yaitu sekitar Rp 190 miliar lebih saja per tahun, jika dibandingkan dengan produksi nikel yang bisa mencapai ratusan triliun rupiah per tahun.
“Artinya, dari kegiatan eksploitasi pertambangan nikel yang terjadi di Morowali itu tidak memberikan manfaat kepada warga (Morowali). Sebaliknya, hal itu justru hanya dinikmati oleh elit-elit di daerah dan di pusat saja,” pungkasnya
Tulisan ini pertama kali diterbitkan di situs Mongabay Indonesia dalam versi sudah sunting. Untuk membacanya silahkan klik di sini.
Leave a Reply
View Comments