“Intelektual kampus harus bersuara keras menentang rencana revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (UU Minerba) yang saat ini tengah diproses di Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan direncanakan disahkan pada 18 Februari mendatang,” tegas Firdaus Cahyadi, pendiri Indonesian Climate Justice Literacy.
Menurutnya, jika revisi tersebut disahkan tanpa ada perlawanan, 18 Februari akan tercatat sebagai titik balik yang mengakhiri suara kritis dari kampus. Pasalnya, lewat UU Minerba ini, upaya pembungkaman terhadap suara kritis tersebut akan mendapat pembenaran hukum melalui mekanisme pembagian konsesi tambang.
Konsesi tambang yang diberikan kepada perguruan tinggi, lanjut Firdaus, merupakan salah satu langkah untuk melegalkan praktik-praktik yang merusak lingkungan dalam pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca juga: Membungkam Suara Kritis Universitas dengan Konsesi Tambang Bekas
“Para ilmuwan di kampus nantinya hanya akan menjadi alat pembenaran kebijakan yang merusak alam dan memicu konflik sosial,” ujarnya. “Pemerintah sebelumnya telah melakukan hal serupa dengan melibatkan organisasi massa (ormas) keagamaan seperti Nahdlatul Ulama (NU) dan Muhammadiyah.”
Di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto, Firdaus menilai komitmen pemerintah terhadap pelestarian lingkungan semakin memudar. Salah satu contohnya adalah penerusan kebijakan pemerintahan Joko Widodo yang membagi-bagikan konsesi tambang batubara untuk meredam suara kritis ormas keagamaan.
“Kini kebijakan itu diperluas kepada perguruan tinggi,” ungkapnya. “Jika tren ini berlanjut, bencana ekologis yang lebih besar tak dapat dihindari.”
Firdaus juga mengingatkan bahwa anggota DPR harus berpihak pada kepentingan rakyat dan bukan menjadi sekadar pengikut kebijakan yang merugikan lingkungan. Ia bilang, revisi UU Minerba, yang membuka peluang bagi perguruan tinggi untuk mendapatkan konsesi tambang, harus dihentikan.
Baca juga: Mudaratnya Perguruan Tinggi Kelola Tambang
“Anggota DPR seharusnya mendengarkan suara rakyat, bukan sekadar menyetujui setiap kebijakan pemerintah yang dapat mengancam kelangsungan alam dan keselamatan rakyat,” tegasnya.
Namun, Firdaus menegaskan bahwa publik tidak bisa hanya bergantung pada niat baik anggota DPR. Menurutnya, Intelektual kampus harus mulai bergerak dengan lebih tegas untuk menanggapi upaya negara yang berusaha membungkam sikap kritis mereka.
“Jika perguruan tinggi diberikan konsesi tambang, maka intelektual kampus hanya akan menjadi sekadar ‘tukang’ yang tak lagi punya kebebasan berpikir. Itu jelas akan menghancurkan marwah perguruan tinggi,” punkasnya.
Leave a Reply
View Comments