Kapolres Kabgor Bungkam Soal PETI di Hutan Boliyohuto yang Gunakan Alat Berat

Dua ekskavator yang disembunyikan para penambang emas ilegal di Hutan Boliyohuto. (Foto: Istimewa)
Dua ekskavator yang disembunyikan para penambang emas ilegal di Hutan Boliyohuto. (Foto: Istimewa)

Kepala Kepolisian Resor Gorontalo AKBP Deddy Herman enggan memberikan komentar (bungkam) terkait maraknya aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang terus berlangsung menggunakan alat berat di Hutan Boliyohuto, Gorontalo.

Padahal, hutan Boliyohuto, yang terletak di bagian utara Pulau Sulawesi, memiliki peranan penting dalam menjaga keseimbangan ekosistem dan menyediakan sumber daya alam vital bagi masyarakat sekitar. Hutan tropis ini dikenal akan keanekaragaman hayati yang luar biasa.

Aktivitas PETI yang mengandalkan alat berat dikhawatirkan dapat merusak ekosistem hutan dan mencemari sungai dengan limbah berbahaya. Beberapa aliran sungai yang sebelumnya menjadi sumber air bagi warga sekitar, kini tercemar bahan kimia berbahaya yang digunakan dalam proses pemisahan emas.

Lokasi penambangan ilegal ini terletak di Dusun Pasir Putih, Desa Pilomonu, Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo. Awalnya, hanya satu unit alat berat yang digunakan di lokasi tersebut. Namun, pada 15 Januari 2025, para cukong kembali mendatangkan satu ekskavator lagi.

Namun, saat Benua.id mencoba menghubungi Kepala Kepolisian Resor Gorontalo AKBP Deddy Herman melalui pesan WhatsApp sejak Senin kemarin, hingga saat ini belum ada balasan. Pesan tersebut diketahui telah dibaca oleh yang bersangkutan, namun belum ada respons yang diberikan.

Baca juga:APH Didesak Tertibkan PETI di Hutan Boliyohuto Gorontalo

Sebelumnya, Jaringan Kemandirian Nasional (JAMAN) mendesak Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera menertibkan praktik pertambangan ilegal yang marak menggunakan alat berat ekskavator di Hutan Boliyohuto tersebut. Aktivitas ilegal ini dinilai telah menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan dan kehidupan sosial masyarakat sekitar.

Pasalnya, sejumlah warga yang tinggal di sekitar Hutan Boliyohuto melaporkan, air sungai yang sebelumnya jernih kini tercemar merkuri dan limbah lainnya akibat aktivitas PETI. Kerusakan ini juga berdampak pada sektor pertanian yang menjadi sumber penghidupan mereka.

“PETI ini sudah berlangsung lama dan terus merusak hutan serta kehidupan kami. Kami khawatir jika ini dibiarkan, kerusakan akan semakin parah,” kata Afandi Djafar, Ketua Umum Dewan Pimpinan Daerah JAMAN Provinsi Gorontalo, pada Senin (3/2/2025)

Afandi menilai, saat ini penegakan hukum terhadap praktik PETI masih sangat lemah, dan para pelaku PETI di Hutan Boliyohuto seperti kebal hukum. Meskipun sudah ada beberapa upaya penertiban, katanya, kegiatan penambangan ilegal ini tetap berlangsung tanpa kendali yang jelas.

“Penertiban yang dilakukan selama ini tidak efektif. PETI terus berlanjut karena minimnya pengawasan dan penindakan tegas dari pihak berwenang. Pentingnya kolaborasi antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat untuk menanggulangi masalah ini secara menyeluruh,” jelasnya.

Baca juga: Kebal Hukum, PETI di Hutan Boliyohuto Kini Pakai 3 Alat Berat

Selain penertiban, JAMAN juga mengusulkan agar pemerintah mengembangkan alternatif ekonomi yang lebih ramah lingkungan bagi masyarakat sekitar, seperti usaha pertanian berkelanjutan dan pengembangan ekowisata. Menurut JAMAN, peningkatan kesadaran akan bahaya PETI dan dampak jangka panjangnya juga perlu dikampanyekan.

“Penting untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan hidup. Pemerintah harus hadir untuk memberikan solusi yang berkelanjutan agar masyarakat tidak bergantung pada praktik PETI,” tambah Afandi Djafar.

Menurut Afandi, selain tindakan tegas dari aparat, teknologi pemantauan yang lebih canggih dan sistem pengawasan yang lebih ketat diperlukan untuk memantau aktivitas penambangan ilegal di Hutan Boliyohuto. Pemerintah daerah juga diminta untuk bekerja sama dengan organisasi masyarakat sipil dan sektor swasta dalam menjaga kelestarian kawasan hutan ini.

“Penegakan hukum yang konsisten dan pemberdayaan masyarakat untuk beralih ke alternatif ekonomi yang lebih berkelanjutan adalah kunci untuk menjaga Hutan Boliyohuto dari kerusakan lebih lanjut,” ucapnya.

Kegiatan PETI yang terus berlangsung di Hutan Boliyohuto menjadi peringatan bagi pentingnya tindakan cepat dari semua pihak untuk melindungi ekosistem yang rentan. Tanpa kolaborasi yang solid, hutan yang menjadi salah satu aset alam Indonesia ini terancam hilang, dan kerusakan ekologis akan semakin parah.

Sarjan Lahay adalah jurnalis lepas di Pulau Sulawesi, tepatnya di Gorontalo. Ia sangat tertarik dengan isu lingkungan dan perubahan iklim. Ia juga sering menerima berbagai beasiswa liputan, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menceritakan berbagai macam isu dampak perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang dilakukan industri ekstraktif, hingga cerita masyarakat adat yang terus terpinggirkan. Sejak 2019, Sarjan terjun ke dunia jurnalistik, dan pada Tahun 2021 hingga sekarang menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia.