Aktivitas tambang emas ilegal di Hutan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, diduga melibatkan oknum wartawan yang berperan sebagai garda terdepan “layaknya humas” untuk meredam pemberitaan tentang kegiatan terlarang tersebut.
Hal ini terungkap dalam laporan PT Gorontalo Citra Lestari (GCL) yang dilayangkan ke Balai Gakkum KLHK pada 30 Desember 2024. Laporan itu menyebutkan keterlibatan berbagai institusi, termasuk oknum wartawan, dalam aktivitas pertambangan emas yang merusak lingkungan.
Laporan ini berdasarkan hasil patroli Tim GCL bersama BKO Polda Gorontalo pada 30 Desember 2024 di Dusun Pasir Putih, Desa Pilomonu, Kecamatan Mootilango, Kabupaten Gorontalo, dengan titik koordinat 122036’30.3”E 0047’46.4”N.
Saat patroli, Tim GCL dan BKO Polda menemukan alat berat yang sedang membuka akses jalan menuju lokasi penambangan emas ilegal. Mereka juga menemukan sejumlah pelaku penambang yang merupakan masyarakat lokal di lokasi tersebut.
Berdasarkan penelusuran Tim GCL, alat berat yang digunakan berasal dari Manado. Selain itu, mereka juga menemukan bahwa aktivitas penambangan ilegal ini melibatkan berbagai institusi, termasuk wartawan (oknum).
Baca juga: Siapa yang ”Membekingi” Tambang Emas Ilegal di Hutan Boliyohuto Gorontalo?
Tim GCL menyebut, oknum wartawan tersebut mengenakan atribut lengkap dengan baju bertuliskan “Pers”. Mereka menduga, oknum wartawan ini berperan sebagai bagian dari pihak yang melindungi aktivitas terlarang tersebut untuk meredam pemberitaan.
“Oknum wartawan ini di lokasi pakai baju embel-embel pers,” kata sumber Benua.id.
Penelusuran benua.id mengarah ke dugaan ini. Mereka memanfaatkan aktivitas tambang emas ilegal ini sebagai ladang untuk mencari hidup. Ada juga yang karena hubungan pertemanan dengan para cukong.
“Jika ada wartawan yang menulis tentang aktivitas PETI, oknum-oknum wartawan tersebut biasanya akan menghubungi penulis berita untuk meredam pemberitaan. Mereka sering kali juga mengajak bertemu dengan para cukong di lokasi PETI,” ungkapnya.
Padahal, apa yang dilakukan oleh oknum-oknum wartawan ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam undang-undang ini, pengelolaan tambang ilegal (tanpa izin) diatur dengan tegas.
Baca juga: PETI di Hutan Boliyohuto Gorontalo Terus Marak, Para “Cukong” Gunakan Alat Berat
Pihak yang terlibat dalam kegiatan pertambangan tanpa izin dapat dikenai sanksi pidana. Wartawan yang terlibat dalam kegiatan ini dapat dianggap sebagai bagian dari pihak yang melanggar hukum, terutama jika mereka berkolaborasi dengan pelaku atau tidak melaporkan kegiatan ilegal tersebut kepada pihak berwenang.
Oknum wartawan ini juga bisa melanggar Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Dalam undang-undang ini, kegiatan tambang ilegal yang dapat merusak lingkungan sangat dilarang.
Keterlibatan wartawan dalam kegiatan tersebut bisa menciptakan potensi pelanggaran terhadap prinsip perlindungan lingkungan yang dijamin oleh hukum.
Disisi lain, dalam kode etik jurnalistik, wartawan diwajibkan untuk menjalankan tugasnya dengan independen, jujur, dan tidak terlibat dalam kegiatan yang melanggar hukum. Jika wartawan terlibat dalam aktivitas ilegal seperti penambangan ilegal, maka ini bertentangan dengan kode etik yang mengatur profesionalisme dan integritas jurnalis.
Sayangnya, hingga berita ini diterbitkan, Benua.id belum dapat mengidentifikasi oknum-oknum wartawan yang diduga terlibat dalam aktivitas tambang emas ilegal di Hutan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo.
Baca juga: Tambang Ilegal Bone Bolango Hanya Ditutup Sementara, Mengapa?
Sebenarnya, aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Hutan Boliyohuto berada di atas izin usaha pertambangan (IUP) milik PT Lion Global Energi (LGE), salah satu anak perusahaan Sugico Grup.
Berdasarkan data Minerba One Map Indonesia ESDM, IUP yang dimiliki LGE sebesar 4.981 hektar di lokasi tersebut yang diberikan Gubernur Gorontalo pada 2018. Saat ini, perusahaan sudah tahapan operasi produksi yang akan berakhir 6 Juni 2038.
Meski punya izin tambang, LGE ternyata tak memiliki izin persetujuan penggunaan kawasan hutan (IPPKH) dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan. LGE pernah mengusulkan IPPKH dengan luas 1,650 hektar, tetapi ditolak KLHK pada 2023 lalu.
Artinya, meskipun LGE sudah berstatus operasi produksi, perusahaan yang dimiliki keluarga dari mendiang Kokos Leo Lim alias Kokos Jiang ini tidak bisa melakukan eksploitasi lanjutan penambangan emas.
Dengan penolakan IPPHK, sumber Benua.id menduga LGE berada di belakang aktivitas tambang emas ilegal di kawasan Hutan Boliyohuto tersebut. Hal itu serupa yang ditemukan Tim Gabungan pada operasi Februari 2023 lalu.
Baca juga: Dibalik Tambang Emas Ilegal di Hutan Boliyohuto Gorontalo
Ketika itu, Tim Gabungan menemukan LGE disinyalir bersekongkol dengan CV Gumilang Duta Perkasa (GDP) sebuah perusahaan yang diduga pemilik alat berat untuk melakukan aktivitas pertambangan emas ilegal di lokasi tersebut.
Pasalnya, berdasarkan hasil pemeriksaan Tim Gabungan, GDP gunakan dalil izin usaha pertambangan milik LGE. Namun, Benua.id belum berhasil mengkonfirmasi tudingan ini ke LGE. Adapun ke GDP juga belum berhasil dikonfirmasi.
Tak hanya itu, Izin LGE juga diduga tumpang tindih dengan konsesi hutan tanaman industri (HTI) PT Gorontalo Citra Lestari (GCL) yang memiliki luas 46.170 hektar di wilayah tersebut. Pada 30 Desember 2024 lalu, GCL telah melaporkan aktivitas PETI itu di Balai Gakkum KLHK.
Kepala Balai Gakkum KLHK Wilayah Sulawesi, Aswin Bangun mengatakan, pihaknya akan melakukan tindak lanjut atas informasi yang masuk terkait aktivitas tambang emas ilegal di Hutan Boliyohuto, Kabupaten Gorontalo, masih terus berlangsung.
“Nanti kami telaah terlebih dahulu terkait kegiatan ilegal yang di Gorontalo. Prinsipnya kami pasti akan tindak lanjuti tetapi dengan skala prioritas,” kata Aswin Bangun kepada Benua.id, pada Minggu 6 Januari 2025.
Leave a Reply
View Comments