- Kabupaten Bone Bolango, di Gorontalo, merupakan sentra gula aren. Nira aren dari hutan di kabupaten ini merupakan sumber rupiah bagi warga. Lahan tempat aren tumbuh masuk dalam izin tambang emas.
- Warga Bone Bolango, was-was kalau sampai tumbuhan aren mereka terdampak, dan tempat mencari nira jadi tambang emas. Perusahaan tambang, PT. Gorontalo Minerals, sudah mendapatkan izin kontrak karya sejak 1998 dan peroleh izin operasi produksi pada 2019.
- Badan Pusat Statistik (BPS) Gorontalo menyebutkan, periode 2010–2017, rata-rata produksi gula aren Bone Bolango sebesar 505 ton setiap tahun. Angkat itu lebih besar dibandingkan dengan kabupaten/kota lain.
- Imrab Bagu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Bone Bolango mengatakan, gula aren sudah menjadi identitas Bone Bolango. Potensinya yang cukup besar membuat pemerintah mendorong berbagai kebijakan untuk mengembangkan gula aren, salah satunya bikin UPT Aren
Yusdin Maele tengah sibuk menaiki pohon aren atau pohon enau yang memiliki tinggi sekitar 7 meter di kebun miliknya yang berada di Desa Alo, Keamatan Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo. Sesekali, lelaki berumur 48 tahun itu pemukulan tangkai tandan bunga dari pangkal pohon ke arah tandan bunga untuk melemaskan pori-pori atau jalur air nira yang akan keluar. Hal itu dilakukan agar air nira bisa keluar lebih lancar.
Usai proses pemukulan tangkai tandan bunga di pohon aren, Yusdin mulai mengambil air nira dari pohonnya. Berbekal jirgen berukuran 5 liter, ia berhasil mengambil air nira dari tanda bunga jantan yang berdampingan tumbuh dengan tanda bunga betina yang memiliki aroma harum. Proses pengambilan air nira itu biasa dilakukan dalam dua kali sehari, yaitu pagi dan sore.
“Dalam sekali panen, biasa kita bisa mendapatkan 10 liter dalam satu pohon. Jadi, jika dua kali panen, maka kita bisa mendapatkan 20 liter dalam satu pohon. Itupun, tergantung dengan tingkat kesuburan tanah dan perawatan pohon aren,” kata Yusdin Maele kepada Mongabay, awal Januari lalu.
Selanjutnya, air nira yang berhasil diambil dari pohonya itu langsung disaring agar bisa bersih sebelum di dibawa ke tempat pemanasan. Setelah itu, air nira yang sudah disaring akan direbus di atas wajan yang cukup besar dengan api yang sedang. Api itu sebelumnya sudah dibuat oleh Anduani (42), saudara Yusdin Maele, disalah satu gubuk milik mereka yang hanya berjarak sekitar 50 meter dari lokasi pohon-pohon aren itu.
Di gubuk itu, Anduani mulai merebus air nira. Selama proses pemasakan itu, Ia kerap kali mengaduk air nira agar tidak gosong dan mencegah hasil gula tak terasa pahit. Ia bilang, proses itu biasa dilakukan selama 4-5 jam, tergantung pada bentuk tungku dan besarnya api. Ketika mendidih, ia menaburkan buah kemiri yang sudah dihaluskan agar ketika dicetak menjadi gula aren, gulanya dapat mengeras dan tidak menghitam.
Saat proses itu dilakukan, perlahan-lahan air nira yang awalnya berwarna putih cair itu berubah warna menjadi kecoklatan. Setelah proses perubahan sepenuhnya terjadi, air nira yang sudah menjadi kecoklatan itu akan mengeluarkan letupan-letupan kecil seperti magma. Anduani bilang, hal itu menandakan air nira sudah menjadi cairan gula dan siap untuk dicetak menjadi gula aren menggunakan batok kelapa.
Anduani bilang, proses pencetakan gula aren dilakukan nanti saat cairan gula sudah dingin. Jika gula aren dicetak dalam keadaan panas, membuat gula menjadi lembab dan mudah berjamur. Katanya, batok kelapa menjadi salah satu alat yang digunakan untuk mencetak gula aren. Sementara, daun pisang, upih pinang menjadi pembungkus setelah gula aren dicetak. Setelah semua proses itu dilakukan, gula aren siap untuk dijual.
Apa yang dilakukan Yusdin Maele dan Anduani merupakan cara tradisional dalam pengelolaan atau pembuatan gula aren (Arenga saccharifera) yang berbahan dasar air nira yang diambil dari pohon aren atau enau. Anduani bilang, cara ini sudah dilakukan sudah berpuluhan tahun dan dapat memberikan dampak positif secara ekonomi untuk membantu dalam menambah penghasilan masyarakat.
“Setelah semua proses pembuatan gula aren itu dilakukan, gula aren siap untuk dijual. Biasanya, salah sekali panen, kita bisa mencetak bisa sampai 25 biji. Satu biji, biasa kita jual dengan harga Rp12.000, tergantung harga pasar,” kata Anduani
Anduani mengaku, usaha gula aren menjadi sumber pencaharian keluarganya secara turun temurun. Sudah hampir 30 tahun, ia sudah menjadi petani gula aren bersama saudara-saudaranya. Berkat usaha gula aren, ia bisa menyekolahkan anak-anaknya hingga ke perguruan tinggi. Begitupun yang sudah dialami oleh petani gula aren lainnya yang berada di desanya.
Potensi ‘Si Hitam Manis’
Gula aren atau biasa orang menyebutkan “Si Hitam Manis” ini ternyata memiliki potensi yang cukup besar di Bone Bolango. Data Badan Pusat Statistik (BPS) Gorontalo menyebutkan, Bone Bolango salah satu kabupaten yang menjadi sentra produksi gula aren cukup besar di Provinsi Gorontalo. Pasalnya, sejak tahun 2010 hingga 2017, rata-rata produksi gula aren mencapai 505 ton setiap tahunnya. Angkat itu lebih besar dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya.
Dengan produksi yang cukup besar itu, Pemerintah Kabupaten Bone Bolango menjadikan gula aren sebagai komoditi unggulan yang dapat menggerakan perekonomian masyarakatnya. Tak hanya iu, Bupati Bone Bolango hingga membuat Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 42 Tahun 2014 tentang Panduan Pengembangan Kompetensi Inti Industri Daerah Kabupaten Bone Bolango 2014-2018.
Perbup itu bertujuan untuk mengembangkan suatu daerah menjadi daerah yang mandiri dan maju dengan memanfaatkan sumber daya alam dan sumber daya lainnya secara optimal, mempercepat pertumbuhan sektor industri, membangun infrastruktur wilayah yang menjadi akses industri kecil dan industri rumah tangga, dan membentuk klaster-klaster gula aren.
Sasaran dalam Perbup itu yaitu, untuk tercapainya produksi gula aren cetak dengan target 1.600 ton per tahun, meningkatkan pangsa pasar gula aren cetak dan gula semut aren, serta terciptanya daerah industri mandiri dan maju. Gula aren di Bone Bolango juga akan didorong untuk mendapatkan sertifikasi mutu untuk bisa diversifikasi produk olahannya serta hasil kerajinan aren lainnya.
Bahkan, pada tahun 2017, Pemerintah Kabupaten Bone Bolango membuat Unit Pengelola Terpadu (UPT) Aren yang dilengkapi dengan gedung bahan baku, produksi, promosi serta pengemasan produk. UPT itu bertujuan untuk meningkatkan kualitas gula aren di Bone Bolango agar harga jualnya dapat meningkat di pasar lokal, nasional dan internasional.
Imrab Bagu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Perindag) Kabupaten Bone Bolango mengatakan, gula aren sudah menjadi identitas Bone Bolango. Potensinya yang cukup besar membuat Pemerintah Bone Bolango mendorong berbagai kebijakan untuk mengembangkan gula aren, salah satunya pembentukan UPT Aren.
Imran bilang, berdasarkan data yang dimilikinya, petani gula aren di Bone Bolango mencapai 236 orang, itupun petani gula aren yang hanya berada di Kecamatan Bulango Ulu. Sementara, untuk kecamatan lainnya, termasuk di Kecamatan Bone Pesisir, belum dilakukan pendampingan.
Meski begitu, katanya, setiap petani rata-rata bisa memproduksi sekitar 5 kilogram gula aren dalam sehari. Jika dijumlahkan, ada sekitar 1.180 kilogram gula aren yang bisa diproduksikan oleh 236 orang petani dalam sehari. Katanya, jumlah itu membuktikan bahwa Bone Bolango menjadi sentral produksi terbesar gula aren di Gorontalo.
Tak hanya itu, katanya, gula aren yang dimiliki oleh Bone Bolango memiliki kualitas yang sangat baik dan sudah menjadi ikonik di daerahnya. Katanya, manfaat dari gula aren yang dapat diolah menjadi bahan dasar pembuat masakan juga menjadikan alasan gula ini sangat diminati banyak orang.
“Sudah sejak lama pemerintah sangat komitmen dalam mendorong dan membantu petani gula aren untuk mengembangkan usaha mereka. Gula aren sudah sangat membantu kehidupan masyarakat Bone Bolango,” kata Imran Bagu kepada Mongabay, Senin (16/1/2023) lalu.
Bukan hanya itu, gula aren juga berfungsi untuk menambah tenaga, mencegah anemia, mempercepat peredaran darah, meningkatkan daya tahan tubuh, menjaga kadar kolesterol tubuh, dan berbagai manfaat kesehatan lainnya menjadi gula aren sangat laku dipasaran serta menjadi sumber kehidupan petani.
Apa yang dikatakan Imran Bagu, sangat dirasakan oleh Anduani. Ia bersama Yusdin Maele bisa memproduksi sekitar 25 biji atau kurang lebih setara 25 kilogram dalam sehari dengan dua kali panen. Jika harga sekilo sebesar Rp 12.000, mereka bisa mendapatkan Rp 300 ribu perhari, atau sekitar Rp 9 juta rupiah dalam sebulan. Anduani dan Yusdin bisa mendapatkan Rp 4,5 juta setiap orang.
Menurut Anduani, pendapatannya dari usaha gula aren sudah cukup besar jika dibandingkan dengan pendapatan seseorang yang memiliki latar belakang pendidikan. Ia bilang, kebutuhan keluarganya sangat berharap dengan potensi gula aren yang sedari dulu dikelolanya itu. Ia tak ingin, semua potensi itu akan hilang suatu saat.
Terancam Perusahaan Tambang Emas
Namun, semua potensi dan keunggulan yang dimiliki oleh ‘Si Hitam Manis’ yang ada di Kecamatan Bone Pesisir, Kabupaten Bone Bolango, ternyata terancaman dengan adanya perusahaan tambang emas bernama PT. Gorontalo Minerals (GM). Pasalnya, perusahaan tersebut akan melakukan proses pertambangan emas di lokasi tersebut dan akan mengancam sumber daya alam, termasuk gula aren milik Yusdin Maele dan Anduani serta petani gula are lainnya.
Awalnya, GM mendapatkan surat persetujuan Presiden Republik Indonesia dengan No. B.52/Pres/1/1998, untuk melakukan kegiatan penambangan dan pengolahan tembaga dan mineral pengikutnya yang berlokasi di kompleks sungai Mak, Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo dengan target produksi biji mencapai 5,000,000 ton biji/tahun, dan produksi konsentrat mencapai 130,000 ton/tahun.
Kecamatan Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo merupakan bagian dari wilayah Kontrak Karya yang berlaku hingga tahun 2052 dengan luas mencapai 24,995 hektar. Konsesi itu mencakup 2 blok, yaitu Blok 1 di Tombulilato dengan seluas 20,290 hektar dan Blok II di Molotabu dengan luas 4,705 hektar. Luas konsesi itu masuk dalam wilayah 10 desa yang ada di Kecamatan Bone Raya, termasuk kebun milik Yusdin Maele dan Anduani
Merujuk pada Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia No. 05 Tahun 2012 dan Undang-undang Republik Indonesia No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 27 Tahun 2012 tentang izin Lingkungan, maka tahun 2014, GM membuat Studi Analisis Dampak Lingkungan (Amdal) yang akhirnya selesai disusun pada tahun 2018.
Berdasarkan dokumen Kerangka Acuan dan dokumen Amdal yang diperoleh Mongabay, GM tercatat sudah melakukan sosialisasi sejak tahun 2014 sampai tahun 2017 sebanyak 5 kali di Kecamatan Dumbo Raya Kota Gorontalo, Kecamatan Bulawa, Kecamatan Suwawa Timur, Kecamatan Bone Raya, dan Desa Tulabolo Timur. Yusdin bilang, mayoritas masyarakat awalnya melakukan penolakan karena takut akan dampak lingkungan yang akan terjadi.
Sayangnya, pada tahun 2019, GM kembali diberikan izin untuk melakukan operasi produksi berdasarkan berdasarkan nomor SK 139.K/30/DJB/2019 yang dikeluarkan pada tanggal 27 Februari 2019. Tahapan operasi produksi yang akan dilakukan oleh anak PT. Bumi Resources Tbk ini sampai pada 1 Desember 2052, atau sekitar 30 tahun lamanya.
Menurut Yusdin, GM akan memberikan dampak buruk terhadap keberlangsungan hidup dan keluarganya. Kebun dan pohon-pohon aren miliknya yang sudah dirawat sejak puluhan tahun akan terancam hilang. Yusdin beberapa kali di undangan untuk mengikuti rapat di desanya dalam membahas kehadiran GM dan program-program yang akan diberikan ke masyarakat. Tapi ia memilih tidak menghadiri karena menurutnya, itu modus agar masyarakat menerima kehadiran masyarakat.
Ia bilang, menjadi petani gula aren merupakan profesi yang sudah menghidupkan keluarganya dari turun temurun. Sejumlah anaknya berhasil menempuh pendidikan hingga ke perguruan tinggi hanya dengan usaha gula aren. Ia bilang, gula aren sudah menjadi bagian dari hidupnya, dan tidak bisa dipisahkan. Ia sangat dengan tegas menolak keberadaan perusahaan emas yang akan menghilangkan sumber kehidupannya itu.
“Saya ini tidak sekolah dan tidak memiliki keahlian selain menjadi petani gula aren. Jika perusahaan akan beroperasi di tempat ini, pasti semua pohon aren saya akan hilang. Hal itu sama dengan kehidupan saya terancam juga,” kata Yusdin
Yusdin bilang, dirinya pernah ditawarkan pekerjaan oleh perusahaan untuk membuat jalan menuju pusat pengelolaan pertambangan mereka dengan upah Rp 150 ribu perhari. Tapi, dirinya menolak dengan tegas dan memilih terus mengolah gula aren. Katanya, pendapatan dari hasil gula aren masih lebih banyak didapatkannya dibandingkan pekerjaan yang ditawarkan perusahaan dengan upah yang sedikit.
“Bekerja di perusahaan tidak berkah, karena merusak lingkungan yang ada. Pohon-pohon ditembang untuk dibuat jalan mereka. Itu juga alasan saya menolak pekerjaan itu,” kata Yusdin
Imran Bagu juga tak menapikan dampak dari GM yang nantinya akan mempengaruhi produksi dan keberlangsungan gula aren di Bone Pesisir. Ia berharap, perusahaan juga harus memikirkan nasib gula aren yang sudah menjadi identitas masyarakat Bone Bolango. Katanya, perusahaan harus menjamin keberlangsungan dan keberadaan gula aren agar bisa dikelola masyarakat selamanya.
“Perusahaan harus mempertahankan gula aren dan membantu masyarakat untuk mengembangkan potensinya, dan tidak boleh menghilangkan potensi itu. Kalau boleh, perusahaan harus menanam pohon aren dan diberikan ke masyarakat untuk dikelola lagi,” kata Imran
Senin (16/1/2023) lalu, Mongabay menghubungi Didik Harmoko, selaku pimpinan PT Gorontalo Minerals untuk menanyakan pertanggungjawaban mereka terkait potensi gula aren yang terancam hilang akibat keberadaan GM. Didik bilang, semua itu sudah dirancang dalam dokumen Rencana Induk Pemberdayaan dan Pengembangan Masyarakat (RIPPM) yang dibuat oleh perusahaannya.
“Alhamdulillah, semua program itu ada di RIPPM,” kata Didik Harmoko melalui Whatsapp. Namun, saat ditanya soal penjelasan dari RIPPM, Didik tidak merespon. Panggilan pun kerap ditolaknya.
*Liputan merupakan hasil Kolaborasi Mongabay Indonesia, Barta1 dan Internews
Tulisan ini pertama kali diterbitkan di situs Mongabay Indonesia dalam versi sudah sunting. Untuk membacanya silahkan klik di sini.
Leave a Reply
View Comments