Bank Mandiri Tak Siapkan Legal Standing di Sidang Pendanaan Investasi Perusak Lingkungan

Kebun sawit patani yang bertabrakan dengan PT HIP. Foto: Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia
Kebun sawit patani yang bertabrakan dengan PT HIP. Foto: Sarjan Lahay/Mongabay Indonesia

Sidang lanjutan gugatan TuK INDONESIA terhadap Bank Mandiri digelar pada 2 Desember 2024 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Semua pihak yang terlibat hadir, termasuk TuK INDONESIA sebagai penggugat, Bank Mandiri sebagai tergugat, serta PT Agro Nusa Abadi (ANA) dan Astra Agro Lestari (AAL) sebagai turut tergugat.

Sidang ini menjadi sorotan publik karena melibatkan dugaan pelanggaran serius dalam pendanaan proyek agribisnis yang merusak lingkungan dan melanggar hak asasi manusia. Namun, proses hukum kembali tertunda akibat ketidaksiapan Bank Mandiri dalam menyediakan dokumen legal standing yang diperlukan.

TuK INDONESIA menyesalkan penundaan tersebut dan menilai itu mencerminkan lemahnya komitmen Bank Mandiri terhadap substansi gugatan. “Sebagai lembaga keuangan terbesar di Indonesia, Bank Mandiri seharusnya menunjukkan tanggung jawab yang lebih besar,” ujar Linda Rosalina, Direktur Eksekutif TuK INDONESIA.

Gugatan ini diajukan karena Bank Mandiri diduga memberikan pembiayaan kepada PT ANA yang terlibat dalam perampasan lahan dan kerusakan lingkungan di wilayah operasi AAL. Bank Mandiri, sebagai lembaga yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan, diwajibkan untuk melaksanakan prinsip kehati-hatian dalam setiap kegiatan usahanya.

Sidang gugtan yang berlangsung pada 2 Desember 2024. (Foto: TuK INDONESIA)
Sidang gugtan yang berlangsung pada 2 Desember 2024. (Foto: TuK INDONESIA)

Pasal 29 Undang-Undang Perbankan mengharuskan bank untuk menilai secara menyeluruh dampak sosial dan lingkungan dari proyek yang dibiayai. Prinsip kehati-hatian ini bertujuan untuk memastikan bahwa pembiayaan tidak membahayakan kepentingan nasabah, masyarakat, atau keberlanjutan operasional bank.

Menurut TuK INDONESIA, Bank Mandiri seharusnya telah melakukan due diligence yang memadai untuk mengidentifikasi potensi risiko sebelum memberikan fasilitas pembiayaan. “Ketidaksiapan mereka dalam persidangan ini menunjukkan kelalaian serius terhadap kewajiban tersebut,” kata Linda Rosalina.

Penundaan ini tidak hanya memperlambat proses hukum, tetapi juga memperburuk keadaan masyarakat yang terdampak aktivitas agribisnis ANA dan AAL. Komunitas lokal yang menjadi korban perampasan lahan hingga saat ini belum mendapatkan keadilan yang layak.

TuK INDONESIA mendesak agar proses hukum ini dapat berlangsung dengan transparansi dan akuntabilitas yang tinggi. Mereka juga mengharapkan Bank Mandiri menunjukkan itikad baik untuk menyelesaikan kasus ini dengan segera.

Sidang lanjutan dijadwalkan pada 9 Desember 2024, dengan harapan semua pihak lebih siap menghadapi proses hukum ini. TuK INDONESIA juga mengajak publik untuk terus mengawasi jalannya persidangan demi keadilan sosial dan lingkungan yang lebih baik.

Staf Redaksi Benua Indonesia