Burung Penyanyi Endemik Hilang, Musik Alam Memudar

Jalak Bali & Cucak Rowo, Burung Endemik Asli Indonesia. Foto dari Greeners & Ebird
Jalak Bali & Cucak Rowo, Burung Endemik Asli Indonesia. Foto dari Greeners & Ebird

Di pagi yang masih basah oleh embun, suara kicauan burung biasanya menjadi orkestra alami yang menenangkan. Ada dua sosok kecil yang pernah menjadi ikon harmoni alam yaitu Jalak Bali dan Cucak Rawa.

Suara mereka, bak orkestra yang membangunkan pagi, mengalun indah di sela pepohonan. Jalak Bali, dengan bulu putihnya yang elegan, seperti seorang seniman panggung, sementara cucak rawa dengan nada khasnya menjadi maestro dalam simfoni hutan. Sayangnya, panggung itu kini mulai senyap.

Pernahkah kita membayangkan, bagaimana rasanya sebuah pagi tanpa kicauan mereka? Di antara deru mesin dan lantunan perburuan liar, suara mereka memudar, meninggalkan kehampaan yang sulit tergantikan. Di hutan-hutan Indonesia, suara merdu mereka kini semakin jarang terdengar, terkubur oleh deru mesin dan bayang-bayang keserakahan manusia.

Baca juga: Nasib Jalak Tunggir Merah, Burung Endemik Sulawesi yang kian Punah

Deforestasi, perburuan liar, dan perubahan iklim menjadi dalang di balik senyapnya melodi alam yang pernah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari. Terungkap bahwa jalak Bali dan cucak rawa hanyalah dua dari sekian banyak spesies yang menghadapi ancaman besar akibat ulah manusia.

Sebuah refleksi mendalam disampaikan “Forum Bumi yang diselenggarakan Yayasan KEHATI dan National Geographic Indonesia”, mengingatkan kita semua bahwa perjuangan menjaga keanekaragaman hayati tidak bisa hanya menjadi tugas segelintir pihak.

Jalak Bali, Permata Yang Kian Memudar

Jarak Bali Terkenal Sebagai Burung Yang Memiliki Suara Merdua. Foto dari Panen News
Jarak Bali Terkenal Sebagai Burung Yang Memiliki Suara Merdua. Foto dari Panen News

Orang banyak mengenalnya sebagai “Jalak Bali” meskipun sebutan aslinya adalah Curik Bali dengan nama ilmiahnya (Leucopsar rothschildi) sering dianggap sebagai permata-nya Pulau Dewata.

Dengan bulu putih cemerlang yang dihiasi lingkaran biru di sekitar matanya, burung ini memikat hati siapapun yang melihatnya. Tidak hanya keindahannya, suaranya yang khas dan merdu menjadikan jalak Bali sebagai simbol keterikatan antar alam. Namun, di balik pesonanya, jalak Bali menyimpan kisah tragis.

Burung ini dulunya menghuni hutan-hutan Bali dengan populasi yang melimpah. Mereka adalah bagian dari ritual dan budaya masyarakat setempat, sering dianggap sebagai pembawa keberuntungan. Namun, nasib mereka berubah drastis ketika permintaan pasar gelap untuk jalak Bali melonjak.

Perburuan liar merajalela, menjadikan burung ini sebagai komoditas mahal yang diperdagangkan hingga ke luar negeri.. Perdagangan ilegal dan lemahnya pengawasan membuat jalak Bali semakin sulit ditemukan di alam liar.

Baca juga: Jumlah Spesies Burung di Indonesia Bertambah

Tidak hanya perburuan liar, hilangnya habitat alami akibat alih fungsi lahan juga memperparah situasi. Jalak Bali yang membutuhkan lingkungan hutan dengan pohon-pohon besar untuk bertahan hidup kini hanya memiliki sedikit tempat yang aman. Data terbaru menunjukkan bahwa populasinya di alam liar hampir punah, dengan hanya sekitar 50 populasi yang tersisa.

Untungnya, upaya konservasi telah dilakukan melalui program penangkaran di beberapa lembaga, baik di dalam maupun luar negeri. Program ini bertujuan untuk memperbanyak populasi dan suatu saat nanti mengembalikan mereka ke habitat aslinya. Namun, tantangan besar tetap ada: memastikan habitat yang aman dan mencegah perburuan kembali terjadi.

Mengembalikan jalak Bali ke habitatnya tidak hanya soal menyelamatkan spesies. Ini juga tentang menjaga keseimbangan ekosistem dan mempertahankan warisan budaya Bali. Jika tidak bertindak sekarang, pagi-pagi di Pulau Dewata mungkin akan kehilangan salah satu suara terindahnya.

Cucak Rawa, Melodi yang Terancam Redup

Cucak Rowo termasuk burung yang memakan serangga dan buah-buahan di alam bebas. Foto Dari Bawara
Cucak Rowo termasuk burung yang memakan serangga dan buah-buahan di alam bebas. Foto Dari Bawara

Di tengah gemuruh isu perubahan lingkungan, cucak rawa atau nama ilmiahnya (Pycnonotus zeylanicus) menjadi salah satu cerita duka dari dunia burung penyanyi.

Dikenal dengan suara melodinya yang indah, cucak rawa sering menjadi primadona dalam lomba kicau burung. Suaranya yang khas mampu menciptakan harmoni yang memikat, namun kini nada itu mulai pudar.

Burung ini dulunya penghuni rawa-rawa dan hutan tropis yang rimbun di Sumatra, Kalimantan, hingga Semenanjung Malaya. Habitatnya yang kaya akan pohon buah-buahan dan serangga kecil memberikan cucak rawa lingkungan ideal untuk berkembang biak. Namun, alih fungsi lahan untuk perkebunan dan pembangunan telah menyusutkan ruang hidup mereka secara drastis.

Selain kehilangan habitat, cucak rawa juga menghadapi ancaman besar dari perburuan liar. Permintaan pasar yang tinggi, terutama untuk burung kicau berkualitas, telah mendorong perburuan besar-besaran.

Baca juga: Burung-burung Dilindungi Sitaan dari Warga di Gorontalo

Burung ini sering diambil dari alam liar untuk dijual di pasar burung, mengurangi populasi di habitat aslinya hingga kritis. Ironisnya, perlombaan kicau burung yang dulunya menjadi ajang untuk menghargai suara alam, kini malah mempercepat kehancuran spesies ini.

Banyak penggemar yang tidak sadar bahwa memelihara burung hasil tangkapan liar berkontribusi pada punahnya keanekaragaman hayati.

Meski demikian, harapan belum sepenuhnya sirna. Upaya konservasi melalui penangkaran mulai dilakukan oleh beberapa lembaga. Selain itu, peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya melestarikan cucak rawa menjadi langkah awal yang penting. Pemerintah dan organisasi lingkungan juga perlu meningkatkan pengawasan terhadap perdagangan burung liar.

Melindungi cucak rawa berarti menjaga melodi alam yang menjadi identitas nusantara. Jika tidak segera bertindak, bukan hanya suara cucak rawa yang akan hilang, tetapi juga bagian penting dari warisan alam Indonesia.

Perburuan & Habitat Sehingga Kian Menghilang

Burung Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) merupakan burung endemik yang memiliki habitat di beberapa wilayah di Pulau Sulawesi. Foto : 4raptor.wordpress.com
Burung Jalak Tunggir Merah (Scissirostrum dubium) merupakan burung endemik yang memiliki habitat di beberapa wilayah di Pulau Sulawesi. Foto : 4raptor.wordpress.com

Indonesia dikenal sebagai surga biodiversitas dengan tingkat endemisitas burung tertinggi di dunia dan negara Indonesia dijuluki negeri dengan julukan “megadiversity country,” karna memiliki kekayaan biodiversitas yang luar biasa. Ujar Prof. Satyawan Pudyatmoko, seorang pakar konservasi sumber daya alam dan ekosistem dari Kementrian Lingkungan Hidup & Kehutanan, dalam sebuah diskusi tentang biodiversitas Indonesia

Lantas Apa yang menyebabkan senyap ini? Burung burung yang memanjakan pendengaran dengan kicauan indah kini menjadi buruan utama karena bulunya yang mempesona dan suaranya yang khas. Di pasar gelap, burung ini dihargai jutaan rupiah. Ironisnya, semakin langka, semakin mahal harganya, dan semakin tinggi pula ancamannya.

Baca juga: Tambang Emas Ilegal Rusak Rumah ‘Petani Hutan’ di Panua

Kehilangan burung penyanyi berarti kehilangan lebih dari sekadar suara. Kita kehilangan bagian penting dari ekosistem yang menjaga keseimbangan alam.

Tidak hanya itu, kehilangan habitat juga menjadi mimpi buruk bagi burung-burung ini. Hutan-hutan yang dulu rimbun dan menjadi rumah mereka kini berubah menjadi lahan industri atau perkebunan.

Menurut laporan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan yang disampaikan Prof. Satyawan Pudyatmoko, degradasi habitat menjadi ancaman utama keanekaragaman hayati. Dengan ekosistem yang semakin terfragmentasi, burung-burung endemik asli Indonesia ini kehilangan tempat berlindung, mencari makan, dan berkembang biak.

Upaya Melawan Senyap Demi Mengembalikan Melodi di Masa Depan

Sikatan cacing jawa (Cyornis banyumas) (Foto: Burung Indonesia)
Sikatan cacing jawa (Cyornis banyumas) (Foto: Burung Indonesia)

Harapan belum sepenuhnya hilang. Berbagai upaya konservasi terus dilakukan. Pemerintah, melalui Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, berusaha melindungi habitat yang tersisa.

Selain itu, program rehabilitasi dengan teknis restore culture juga dilakukan untuk menyelamatkan burung yang berhasil lolos dari jerat perdagangan liar.

Di sisi lain, masyarakat juga mulai diajak untuk lebih peduli. Kampanye pelestarian burung dan penegakan hukum terhadap perdagangan ilegal mulai digencarkan. Namun, seperti yang sering terjadi, langkah ini membutuhkan dukungan lebih besar, baik dari masyarakat lokal hingga pemerintah pusat.

Baca juga: Tambang Emas Ilegal Jarah Cagar Alam Panua

Kita semua memiliki peran dalam menjaga agar musik alam ini tetap hidup. Dari langkah kecil seperti tidak membeli burung hasil tangkapan liar hingga mendukung program konservasi, semua itu bisa membantu. Jika tidak, kita akan mewarisi generasi yang hanya mengenal burung-burung ini dari gambar dan cerita, bukan dari kicauan merdunya.

Pagi di hutan tropis seharusnya tidak pernah menjadi sunyi. Biarkan Jalak Bali, Cucak Rawa, dan teman-temannya tetap bernyanyi, melodi mereka menggema sebagai bagian dari identitas alam Indonesia.

Karena pada akhirnya, burung-burung ini tidak hanya membutuhkan kita, kita juga membutuhkan mereka sebagai pengingat bahwa harmoni hanya dapat tercipta ketika manusia dan alam berjalan seiring.


Referensi:

Melawan Kehilangan Masa Depan Keanekaragaman Hayati Indonesia yang Disampaikan Oleh Prof. Satyawan Pudyatmoko, Direktur Jenderal Konservasi Sumber Daya Alam Dan Ekosistem, Kementerian Lingkungan Hidup Dan Kehutanan.

S-1 Dengan Ilmu Terapan Kesehatan Masyarakat Peminatan Kesehatan Lingkungan. Sesekali menjaga lingkungan tetap sehat, sambil mencoba untuk tetap ingat kapan terakhir kali nyiram tanaman di rumah.