Yayasan Kompas Peduli Hutan (KOMIU) mengembangkan program konservasi anoa berbasis masyarakat di Desa Labuan Toposo, Kecamatan Labuan, Kabupaten Donggala. Program ini bertujuan untuk menjaga kelestarian habitat anoa gunung (Bubalus quarlesi) serta meningkatkan kesadaran dan keterlibatan masyarakat dalam upaya pelestarian lingkungan.
Program ini berfokus pada kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS) Labuan, yang terletak di leher Pulau Sulawesi. DAS Labuan memiliki luas 16.391,6 hektar, dengan 13.139,8 hektar di antaranya merupakan kawasan hutan yang menjadi habitat bagi anoa gunung. Meskipun begitu, area ini masih berada di luar kawasan konservasi resmi.
Tujuan utama dari program ini adalah untuk mengumpulkan data terkait populasi dan kondisi ekosistem anoa gunung, yang nantinya diharapkan dapat menjadi dasar dalam pengembangan kesepakatan aksi konservasi di tingkat masyarakat. Dengan demikian, program ini diharapkan dapat mengurangi praktik perburuan anoa gunung di DAS Labuan.
Program ini juga telah berhasil meningkatkan partisipasi masyarakat, terutama para pengambil damar dan rotan, yang dilatih untuk mengoperasikan kamera jebak. Pemantauan populasi anoa gunung dilakukan selama enam bulan, mulai dari 1 April hingga 10 September 2024.
Apa itu Anoa Gunung?
Anoa gunung (Bubalus quarlesi) adalah salah satu spesies anoa yang endemik di Indonesia, terutama di Pulau Sulawesi dan Pulau Buton di lepas pantai tenggara. Tidak ada catatan mengenai keberadaan spesies anoa di pulau-pulau kecil sekitar Sulawesi (Burton et al., 2005).
Spesies ini memiliki ukuran tubuh sekitar 90-110 cm dengan berat antara 250-350 kg. Warna bulunya bervariasi, mulai dari hitam, coklat tua, hingga kelabu. Ciri fisik lainnya termasuk telinga yang lebar dan kaki pendek yang kokoh. Anoa gunung adalah hewan soliter dan nokturnal, aktif di malam hari untuk mencari makan, terutama tumbuhan, rumput, dan daun-daunan.
Menurut IUCN, anoa gunung dianggap terancam karena diperkirakan jumlah individu dewasa kurang dari 2.500 ekor, dengan penurunan populasi diperkirakan mencapai 20% dalam dua generasi (7-9 tahun). Penurunan ini disebabkan oleh perburuan untuk konsumsi dan hilangnya habitat alami mereka.
Baca juga: Burung Penyanyi Endemik Hilang, Musik Alam Memudar
Dua ancaman utama bagi anoa gunung adalah perburuan liar dan degradasi habitat akibat aktivitas pertanian dan pertambangan, khususnya pertambangan emas. Sementara perdagangan internasional ilegal hewan hidup atau bagian tubuhnya tidak dianggap sebagai ancaman signifikan.
Anoa gunung termasuk dalam kategori “Genting“ (Endangered) menurut IUCN. Upaya konservasi terus dilakukan, seperti perlindungan habitat, pelarangan dan pengawasan ketat terhadap perburuan liar, serta pengembangan penangkaran. Taman-taman nasional di Sulawesi berfungsi sebagai kawasan perlindungan bagi anoa gunung.
Melindungi anoa gunung sangat penting, tidak hanya untuk spesies itu sendiri tetapi juga untuk menjaga keseimbangan ekosistem yang lebih luas di sekitarnya. Sebagai spesies endemik, anoa gunung mencerminkan keanekaragaman hayati luar biasa yang dimiliki Sulawesi.
Kondisi Anoa Gunung di DAS Labuan
Komunitas Citizen Science di Desa Labuan Toposo, yang terdiri dari petani damar dan rotan, berperan aktif dalam memantau populasi anoa gunung. Mereka memasang kamera jebak di beberapa titik di DAS Labuan untuk mendokumentasikan keberadaan anoa gunung. Hasilnya, mereka berhasil merekam 15 kemunculan anoa gunung dalam bentuk foto dan video.
Pemantauan dilakukan selama 4 bulan (Mei hingga Agustus 2024) dan berhasil mengamati 3 individu spesies anoa gunung. Selama periode tersebut, anoa muncul sebanyak 4 kali di bulan Mei, 3 kali di bulan Juni, 3 kali di bulan Juli, dan 5 kali di bulan Agustus. Rentang waktu kemunculan terlama mencapai 20 hari.
Aktivitas anoa gunung yang terekam menunjukkan bahwa mereka lebih aktif pada malam hari hingga menjelang subuh, dengan suhu sekitar 16°C hingga 19°C. Pada malam hari, anoa beraktivitas untuk makan dan minum. Pada siang hari, mereka cenderung beristirahat atau berlindung.
Baca juga: Proyek Strategis Nasional jadi Sumber Pelanggaran HAM
Lokasi yang menjadi habitat anoa gunung itu yang sering dilalui oleh masyarakat dan menjadi tempat kemunculan anoa gunung adalah area dengan sumber air, seperti cerukan atau aliran air di hutan. Anoa gunung cenderung menghindar dari manusia, tetapi tetap kembali ke lokasi yang sama.
Selain anoa gunung, kamera jebak juga merekam keberadaan musang Sulawesi (Macrogalidia muschenbroekii), tikus ekor putih (Maxomys hellwandii), dan monyet dige (Macaca hecki). Musang Sulawesi dapat menjadi predator alami bagi anoa muda, sementara ular piton dianggap sebagai ancaman utama bagi anoa dewasa.
Ancaman Habitat Anoa Gunung di DAS Labuan
Di DAS Labuan, anoa gunung menghadapi beberapa ancaman serius yang dapat merusak habitat mereka dan meningkatkan risiko kepunahan. Yayasan KOMIU mengidentifikasi empat faktor utama yang mengancam kelestarian habitat anoa gunung di kawasan ini.
- Perburuan Liar
Praktik perburuan liar masih terjadi di kalangan sebagian kecil masyarakat di DAS Labuan. Pada Maret 2024, ditemukan seekor anoa anakan betina yang terjerat jebakan par pemburu, yang kemudian dijual dengan harga Rp 500.000 dan dipelihara di pekarangan rumah.
- Penebangan Kayu Ilegal (Illegal Logging)
Penebangan kayu ilegal terus berlangsung di DAS Labuan, dengan sekitar 10 m³ kayu diangkut setiap hari. Aktivitas ini berdampak langsung pada habitat anoa gunung, yang terancam akibat hilangnya vegetasi hutan yang menjadi tempat tinggal mereka.
- Eksploitasi Tambang oleh PT Citra Palu Mineral (CPM)
Sebagian besar DAS Labuan terletak dalam Blok IV Roto, yang dikelola oleh PT Citra Palu Mineral (CPM) untuk pertambangan. Eksploitasi lahan untuk pertambangan berisiko merusak habitat anoa gunung. Pemantauan melalui kamera jebak menunjukkan bahwa anoa cenderung menghindari wilayah yang dilalui manusia, dan kembali muncul setelah sekitar sebulan.
- Rencana Pembukaan Jalan Labuan-Lumbubaka-Siniu
Rencana pembangunan jalan luas Labuan-Lumbubaka-Siniu yang membelah DAS Labuan berpotensi menambah tekanan pada ekosistem hutan, yang juga merupakan habitat anoa gunung. Proyek ini akan membangun jalan sepanjang 40,291 km, yang dapat mengganggu migrasi dan habitat anoa, serta meningkatkan risiko eksploitasi lebih lanjut terhadap kawasan hutan.
Melihat ancaman-ancaman ini, perlindungan dan pengelolaan habitat anoa gunung menjadi semakin penting. Keterlibatan masyarakat lokal dalam konservasi, bersama dengan kebijakan yang lebih tegas terhadap pelanggaran, akan sangat menentukan keberlanjutan spesies ini.
Leave a Reply
View Comments