Begini penampakan Cagar Alam Panua kala terjarah tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Begini penampakan Cagar Alam Panua kala terjarah tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Tambang Emas Ilegal Jarah Cagar Alam Panua

  • Aksi penambangan emas ilegal di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, sudah merambah ke Gunung Langge, Cagar Alam Panua.
  • Pertambangan tanpa izin atau pertambangan emas ilegal ini merusak bentang alam. Dari penelusuran Mongabay akhir Juli lalu, terlihat di lokasi pertambangan, pepohonan terbabat, hutan jadi gundul.
  • Fransisxo Guru Singa Tambunan, Kepala Resort Cagar Alam Panua mengatakan, sering memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk tak menambang emas di cagar alam. Bersama kepolisian, sudah dua kali operasi tambang ilegal. 
  • Dini Hardiani Has, peneliti dan dosen Konservasi Hutan, Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo mengatakan, pertambangan ilegal yang masuk cagar alam bisa menghilangkan fungsi hutan.

Alat berat berupa ekskavator tengah sibuk mengeruk, mengupas kulit bumi. Bebatuan dengan mudah terangkat dengan begitu saja, hingga terbentuk lubang yang cukup besar dan dalam. Tak jauh dari alat berat itu, ada sejumlah orang tengah menunggu dan siap melakukan aktivitas pengelolaan bebantuan itu untuk mengambang emas.

Aktivitas itu merupakan proses pertambangan tanpa izin (PETI) yang berada di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Ironisnya, aktivitas pertambangan ilegal itu mala merambat ke Gunung Langge yang masih berada dalam kawasan konservasi Cagar Alam Panua.

“Aktivitas pertambangan ilegal yang berada di dalam kawasan konservasi Cagar Alam Panua ini sudah lama, dan mereka menggunakan alat berat,” Kata Abdul Mutalib Palaki, anggota Resort Cagar Alam Panua, kepada Mongabay, akhirnya Juli lalu

Abdul Mutalib Palaki adalah salah satu petugas lapangan dari Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara, Seksi WIlayah II Gorontalo. Sebenarnya, tugasnya merupakan penakar penyu yang berada di Cagar Alam Panua. Namun, belakangan dirinya ditugaskan untuk ikut memantau mengawasi Cagar Alam Panua dari illegal logging, perburuan satwa dan pertambangan ilegal yang dapat merusak wilayah konservasi.

Berangkat dari tugas yang merangkap itu, Abdul Mutalib sangat mengetahui jelas perkembangan pertambangan ilegal yang berada di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo yang sudah merambat ke kawasan konservasi. Terlebih lagi, dirinya juga merupakan penduduk asli di desa tersebut.

Abdul Mutalib bercerita, pertambangan ilegal yang ada di desanya itu sudah ada sejak 1990-an, dan masih dikelolanya secara tradisional oleh masyarakat sekitar. Pengelolaan juga belum ada yang menggunakan alat berat, hanya menggunakan alat seadanya, berupa; sekop, cangkul, linggis dan betel agar bisa mengupas kulit bumi.

Setelah kulit bumi berhasil dikeruk, warga penambangan melakukan kegiatan memisahkan mineral berharga berupa emas dari partikel-partikel lain yang menyatu dengan mineral tersebut. Alat yang digunakan berupa, alat pengayak, serta wadah untuk meletakkan hasil penambangan.

Alat pengayak, serta wadah untuk meletakkan hasil penambangan itu menjadi media untuk proses pemisahan antara batu, tanah, dan kotoran lainnya dengan serbuk emas. Pemisahan itu juga menggunakan air raksa atau merkuri (hydrargyrum) agar serbuk emas mudah tertangkap. Setelah itu, emas dibakar dan dijual ke pengepul.

Tambang emas ilegal di di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, sudah merambah ke Gunung Langge, Cagar Alam Panua. Foto: Sarjan lahay/ Monagaby Indonesia)
Tambang emas ilegal di di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, sudah merambah ke Gunung Langge, Cagar Alam Panua. Foto: Sarjan lahay/ Monagaby Indonesia)

Namun, kata Abdul Mutalib, aktivitas pertambangan tradisional yang dilakukan dahulu itu, masih berada dalam kawasan Area Penggunaan Lain (APL), belum masuk dalam kawasan konservasi. Nanti, pada tahun 2014, sejak sudah ada alat berat berupa ekskavator, pertambangan sudah mulai merambat ke kawasan konservasi Cagar Alam Panua.

Berdasarkan penulisannya, sudah ada sekitar 13 hektar kawasan konservasi dibabat untuk dijadikan sebagai pertambangan ilegal menggunakan alat berat. Katanya, Pepohonan ikut ditebang, air sungai mulai keruh, bahkan sudah tidak ada lagi jalan air akibat aktivitas terlarang tersebut. Alhasil, saat ini Cagar Alam Panua sudah tergerus pertambangan ilegal.

“Sejak dulu, saya sudah larang warga untuk melakukan aktivitas pertimbangan di dalam kawasan konservasi, karena itu wilayah yang dilindungi. Tapi tetap warga penambangan tetap merambat kawasan, dan tetap menggunakan alat berat,” jelas Abdul Mutalib Palaki

Cagar Alam Panua adalah salah satu hutan konservasi yang terletak di Kabupaten Pohuwato, Provinsi Gorontalo. Dalam pembagian administratif, letaknya masuk dalam wilayah Desa Maleo, Kecamatan Paguat, Kabupaten Pohuwato.

Cagar Alam Panua ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 472/Kpts-II/1992 tertanggal 25 Februari 1992 dengan memiliki luas 45.575 Hektar. Namun, luas ini menyusut ketika disahkan rencana tata ruang wilayah Gorontalo tahun 2010 menjadi 36.575 hektar. Penyusutan itu diputuskan melalui SK Menteri Kehutanan nomor 325/Menhut-11/2010 tentang penunjukan kawasan hutan Gorontalo.

Pembentukan cagar alam ini diperuntukan bagi perlindungan maleo, dan babi rusa. Selain itu, di kawasan konservasi ini juga sering ditemukan penyu tempayan, penyu sisik, penyu belimbing, julang Sulawesi (rangkong), babi rusa, anoa, tarsius, monyet Sulawesi, itik kakatua putih, raja udang, rusa, biawak, kuskus, kera hitam, ular sawah, nuri Sulawesi, serindit, kasturi, isap madu, kumkum, ayam hutan, dan berbagai jenis anggrek.

Beberapa jenis flora yang tumbuh di dalamnya antara lain beringin, cempaka, linggua, nantua, damar, cemara laut, bayur, gofasa, bombongan, bolangitang, kayu arang, aras, nibung, bintangor, coro, kayu raja, dan tembawa. Khusus di bagian selatan hanya ditumbuhi oleh hutan bakau dan di bagian pesisir banyak ditumbuhi pohon cemara dan anggrek.

Topografi Cagar Alam Panua beragam, mulai dari dataran rendah hingga perbukitan. Datarannya berada pada ketinggian 1.420 meter di atas permukaan laut. Gunung yang masuk dalam kawasan ini adalah salah satunya Gunung Langge yang menjadi lokasi pertambangan ilegal  di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo.

Cagar alam Panua, terjarah tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Cagar alam Panua, terjarah tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Merusak Bentang Alam

Pertambangan tanpa izin atau pertambangan ilegal benar-benar merusak bentang alam yang baik yang ada di kawasan konservasi, hutan produksi konversi (HPK), dan area penggunaan lain (APL). Aktivitas pertambangan ilegal yang menggunakan alat berat berupa ekskavator menjadi penyebab lajunya kerusakan hutan di wilayah tersebut.

Dalam penelusuran Mongabay di akhir Juli lalu di lokasi pertambangan, banyak pepohonan yang ditebang untuk membuka jalan agar alat berat bisa masuk dalam kawasan hutan termasuk ke Cagar Alam Panua. Kawasan sekitarnya juga ikut di gunduli dengan alat berat agar mudah dikelola oleh warga penambang.

Alhasil, bentang alam yang ada di lokasi pertambangan ilegal itu, baik dalam area penggunaannya lain (APL), Hutan Produksi Konvensi (HPK), dan Kawasan Cagar Alam Panua perlahan berubah. Lahan-lahan di sekitarnya juga ikut terdegradasi akibat dari aktivitas terlarang tersebut.

Rahmat Karim salah satu warga penambangan menjelaskan, pertambangan yang dilakukan oleh  warga sekitar sudah sejak 1990-an. Nanti, sejak tahun 2014, sejumlah warga sudah menggunakan alat berat berupa ekskavator untuk membantu dan mempercepat pengelolaan pertambangan.

Rahmat bilang, alat berat yang digunakan bisa sampai ratusan unit. Misalnya, sebelum bulan puasa kemarin, ada sekitar 104 unit alat berat berupa ekskavator yang digunakan. Ada sekitar 8 sampai 12 unit beroperasi di kawasan konservasi Cagar Alam Panua. Ia bilang, aktivitas itu sebenarnya diketahui semua aparat desa, termasuk Aparat Penegak Hukum (APH).

Tak tanggung-tanggung, pendapatan yang bisa didapatkan dari aktivitas itu bisa mencapai miliaran rupiah dan itu menjadi alasan utama warga menggunakan alat berat. Rahmat bilang, jika menggunakan alat berat, emas yang bisa didapatkan dalam satu hati bisa mencapai 1 kilogram dengan harga emas Rp. 600 ribu per-gram.

Saat ingin menggunakan alat berat, warga penambangan juga harus mempunyai modal awal untuk penyewa alat berat yang ingin digunakan. Penggunaan alat berat itu dihitung per jam. Dalam satu jam, warga harus membayar Rp. 1,300,000, dan biaya masuk alat berat ke lokasi sebesar Rp. 15 juta per unit yang akan diberitakan ke orang yang menjadi pihak pengamanan dalam lokasi.

Ia bilang, biaya itu bisa dikembalikan dalam waktu sekejap jika sudah mengelolah pertambangan ilegal tersebut. Katanya, aktivitas pertambangan ilegal menggunakan alat berat itu dilakukan dari pagi hari sampai malam hari. Kawasan hutan konservasi Cagar Alam Panua tak luput dari aktivitas tersebut.

“Biasanya, kita menyewa alat berat itu dengan durasi 200 jam dengan biaya Rp. 300 juta. Biasa juga, durasi itu kita perpanjangan sesuai dengan kebutuhan kita,” Kata Rahmat Karim kepada Mongabay, Akhir Juli lalu.

Kawasan yang dulunya bertutupan di Cagar Alam Panua, kini gundul jadi bekas galian tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Kawasan yang dulunya bertutupan di Cagar Alam Panua, kini gundul jadi bekas galian tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Padahal, pada akhir tahun 2021 lalu, Pemerintah Daerah Kabupaten Pohuwato sudah membuat surat edaran untuk melarang warga sekitar melakukan aktivitas pertambangan di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo. Namun, aktivitas tersebut masih berjalan hingga kini.

Saipul Mbuinga, Bupati Pohuwato menjelaskan hingga saat ini belum ada pencabutan surat edaran. Katanya surat edaran tersebut masih berlaku dan harus dijadikan acuan oleh para penambang ilegal di Kecamatan Dengilo. Saipul bilang, pihak juga belum pernah memberikan izin  pertambangan rakyat (IPR) di lokasi tersebut.

Fransisxo Guru Singa Tambunan, Kepala Resort di Cagar Alam Panua mengatakan, pihak sering memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar untuk tidak melakukan pertambangan di wilayah Cagar Alam. Pasalnya, aktivitas pertambangan itu sangat bertentangan dengan UU Nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem.

Tak hanya itu, pihak bersama kepolisian sudah dua kali melakukan operasi penegakkan hukum di lokasi tersebut pertambangan yang masuk dalam wilayah konservasi tersebut. Hasilnya, pada tanggal 8 juni, ada sembilan orang pelaku yang berhasil diamankan, 8 orang diantaranya sebagai pelaku utama dan satunya merupakan operator alat berat Excavator.

“Sembilan orang itu diserahkan ke Polres Pohuwato untuk dilakukan penyidikan dan penindakan hukum agar mereka bisa mendapatkan efek jerah,” kata Fransisxo Guru Singa Tambunan, kepada Mongabay, awal Agustus lalu.

AKBP Joko Sulistiono, Kapolres Pohuwato mengatakan, sembilan orang yang berhasil diamankan itu berinisial AL, HM, AJ, ALE, GS, ADL, JL, JAL dan ES. Ia bilang, sembilan pelaku itu sudah ditetapkan sebagai tersangka dan dikenakan pasal 40 ayat 1 juncto dan pasal 19 ayat 1 UU nomor 5 tahun 1990 tentang konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem.

“Para pelaku saat ini sudah ditahan di Polres Pohuwato dan terancam hukuman pidana penjara paling lama 10 tahun,” kata AKBP Joko Sulistiono, akhir Juli lalu.

Bukan hanya itu, pada bulan Mei lalu juga, Dit Reskrim Polda Gorontalo berhasil menangkap tersangka atas nama Ayub yang sudah masuk dalam daftar pencarian orang (DPO) karena terbukti melakukan penambangan emas tanpa izin di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato.

Namun, Abdul Mutalib Palaki, meski sudah ada pelaku yang sudah ditahan, aktivitas pertambangan di lokasi tersebut masih ada hingga sekarang. Dirinya mendapatkan informasi bahwa alat berat yang awalnya sudah dilarang, mulai ada isu mau masuk lagi. Ia berharap pemerintah daerah dan semua lembaga penegak hukum harus bertindak tegas.

Hilangnya Fungsi Hutan

Dini Hardiani Has, Peneliti dan Dosen Konservasi Hutan, Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo mengatakan, pertambangan tanpa izin yang merambat kawasan Cagar Alam di Desa Karya baru, berpotensi menghilangkan fungsi hutan. Ancaman bencana alam sangat berpotensi terjadi jika aktivitas terlarang itu tidak ditindak.

Dini menjelaskan, hutan merupakan wilayah yang ditumbuhi oleh berbagai jenis tumbuhan sehingga memiliki daya serap karbon dioksida yang tinggi. Hutan sendiri juga merupakan pemasok oksigen paling besar di permukaan bumi. Katanya, oksigen yang dihasilkan oleh hutan akan sangat bermanfaat bagi manusia dan hewan untuk bernafas. Tidak heran kalau hutan mendapat julukan sebagai paru-paru dunia.

Di dalam hutan, kata Dini, hutan menjadi sarana tempat tinggal makhluk hidup. Jutaan hewan terdeteksi memilih hunian di dalam hutan, tak terkecuali Cagar Alam Panua yang saat di sedang dirambat pertambangan ilegal. Dini bilang, apabila hutan rusak ataupun hilang, maka otomatis hewan pun kehilangan rumahnya.

Di Cagar Alam Panua menjadi salah satu tempat habitat burung Maleo yang merupakan burung endemik Sulawesi. Di kawasan ini juga teridentifikasi ada julang Sulawesi (rangkong) dan sejumlah hewan lainnya yang masuk dalam hewan yang dilindungi. Dini bilang, jika pertambangan ilegal terus dibiarkan, maka hewan-hewan tersebut bisa terancam habitatnya, bahkan bisa mati.

“Hutan sebagai sarana tempat tinggal makhluk hidup merupakan salah satu fungsi yang terus dijaga kelestariannya. Cagar Alam Panua termasuk kawasan yang dilindungi dan dijaga kelestariannya,” kata Dini Hardiani Has, kepada Mongabay, awal Agustus lalu.

Dini menjelaskan, di Cagar Alam Panua, pasti memiliki berbagai berbagai macam tumbuhan dan tanaman yang berkembang biak di hutan menjadi sumber keanekaragaman hayati yang bermanfaat bagi manusia. Entah dimanfaatkan sebagai sumber makanan atau sumber obat-obatan, tumbuhan pada hutan harus terus dilestarikan agar tidak punah hingga masa yang akan datang.

Selain itu, katanya, hutan bisa mencegah terjadinya bencana Alam. Ketika hutan gundul, maka tidak ada akar yang menahan air dalam tanah. Akibatnya bencana alam seperti tanah longsor dan banjir bisa saja sewaktu-waktu terjadi. Pertambangan ilegal seperti di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo sangat berpotensial memicu bencana alam.

Fransisxo menjelaskan, sebenarnya pertambangan ilegal itu tidak akan sampai merambat ke kawasan konservasi. Hanya saja, pertambangan yang masih dalam kawasan HPK dan APL tidak dilakukan tindakan hukum. Harusnya pemerintah daerah harus menindak aktivitas ilegal itu saat masih berada dalam kawasan HPK dan APL agar tidak merambat ke kawasan konservasi.

Harusnya, semua lembaga yang bertanggung jawab memegang kawasan harus bergerak bersama untuk melakukan penindakan pertambangan ilegal tersebut. Misalnya, wilayah APL merupakan tanggung jawab dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pohuwato. Sementara HPK, merupakan tanggung jawab dari Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah III Pohuwato yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Provinsi Gorontalo.

“Sebenarnya, kalau benar-benar mau menindaki aktivitas terlarang itu, harus ada persamaan persepsi dulu. Misalnya, harusnya pertambangan ilegal yang di APL dan HPK harus ditindak terlebih dahulu, agar tidak merambat ke atas kawasan konservasi. Tapi, kenyataannya tidak begitu, dan pertambangan itu akhirnya merambat ke kawasan konservasi,” Jelasnya

Begini penampakan Cagar Alam Panua kala terjarah tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Begini penampakan Cagar Alam Panua kala terjarah tambang emas. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Jailani, dari UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan Wilayah III Pohuwato mengatakan, pihaknya juga sering melakukan operasi di pertambangan ilegal. Hanya saja, pihak belum memiliki data berapa luasan HPK yang sudah dijadikan lokasi pertambangan. Ia bilang, pihaknya juga terlibat dalam penangkapan sembilan orang yang berhasil diamankan polisi pada bulan Juni lalu.

Jailani mengetahui, aktivitas terlarang di Desa Karya Baru, Kecamatan Dengilo sudah sejak lama. Hanya saja, pihaknya tidak bisa mengambil tindakan yang lebih, karena keterbatasan anggotanya. Ia bilang, ratusan orang yang melakukan pertambangan ilegal tidak akan mampu diatasi oleh 23 orang anggotanya saja.

“Kita agak sulit menindaki, jika dengan 23 orang kami melawan ratusan orang yang melakukan pertambangan. Apalagi, mereka melakukan pertambangan karena masalah ekonomi, jadi kita juga dilemah,” kata Jailani kepada Mongabay, akhir Juli lalu

Sementara itu, Sumitro Monoarfa, Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Pohuwato juga mengaku belum ada data seberapa besar APL yang sudah menjadi pertambangan ilegal di Kecamatan Dengilo. Pihaknya juga belum mengetahui siapa saja para pemilik lahan yang berada di wilayah APL. Ia bilang, pihaknya juga turun untuk melakukan pengecekan dampak dari kerusakan akibat pertambangan itu

Berdasarkan penelusuran mereka, kata Sumitro, air yang berada di lokasi pertambangan itu semua sudah keruh akibat aktivitas terlarang tersebut. Bentang alam dan banyak gunung-gunung yang sudah gundul, dan sungai sudah rusak. Di lokasi itu, katanya, sudah beberapa terjadi banjir karena pertambangan itu.

Saat ini, katanya, pihaknya sementara membuat satgas untuk mengurus semua pertambangan tanpa izin yang ada di seluruh Kabupaten Pohuwato, termasuk di Kecamatan Dengilo. Satgas yang sementara dibuat itu akan melibatkan semua kalangan, termasuk Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan berbagai dinas terkait, pakar pertambangan, dan organisasi warga penambang.

“Pertambangan ilegal di Kecamatan Dengilo memang sudah sangat parah. Benar-benar susah merupakan lingkungan sekitar,” kata Sumitro Monoarfa kepada Mongabay, akhir Juli lalu.

Sebenarnya, warga sekitar mengetahui aktivitas pertambangan ini merupakan kegiatan terlarang karena tidak memiliki izin. Apalagi, aktivitas pertambangan sudah masuk dalam kawasan konservasi Cagar Alam yang sangat dilindungi oleh pemerintah. Hanya saja, keterbatasan pendidikan dan sedikit peluang pekerjaan menjadi faktor utama masyarakat melakukan aktivasi itu.

Sampai saat ini, aktivitas pertambangan ilegal masih beraktivitas di dalam kawasan konservasi. Alat-alat berat sudah mulai beraktivitas membongkar dan melakukan pengerukan di kawasan konservasi tanpa mengindahkan larangan pemerintah setempat. Abdul Muthalib bilang, pihak sudah memperingati warga penambang, tapi tidak dihiraukan.

“Saat ini, sudah ada lagi alat berat di dalam kawasan konservasi. Mereka sedang melakukan aktivasi dengan sesuka hati, tanpa menghiraukan larangan dari kita,” katanya Awal Agustus lalu.

 


Tulisan ini pertama kali diterbitkan di situs Mongabay Indonsia dalam versi sudah sunting. Untuk membacanya silahkan klim di sini.

Sarjan Lahay adalah jurnalis lepas di Pulau Sulawesi, tepatnya di Gorontalo. Ia sangat tertarik dengan isu lingkungan dan perubahan iklim. Ia juga sering menerima berbagai beasiswa liputan, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menceritakan berbagai macam isu dampak perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang dilakukan industri ekstraktif, hingga cerita masyarakat adat yang terus terpinggirkan. Sejak 2019, Sarjan terjun ke dunia jurnalistik, dan pada Tahun 2021 hingga sekarang menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia.