Rencana pemberian konsesi tambang untuk universitas merupakan langkah buruk yang kembali diulangi oleh pemerintah, setelah sebelumnya memberikan konsesi untuk ormas keagamaan melalui Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024. Terkait pemberian konsesi tambang untuk universitas ini, sebenarnya adalah bagian dari upaya melegitimasi konsesi tambang untuk ormas keagamaan.
Mengapa demikian? Karena pemberian konsesi tambang tersebut dijalankan melalui revisi Undang-Undang (UU) Minerba, sejatinya selain memberikan konsesi untuk universitas juga melegitimasi PP 25/2024 yang menjadi dasar pemberian konsesi tambang untuk ormas. Sehingga pemberian konsesi untuk universitas tidak berdiri sendiri, melainkan dijadikan jalan untuk mengukuhkan aturan yang sebelumnya sudah eksis.
Terkait dengan revisi UU Minerba memang perlu dikritisi secara mendalam, pasalnya tidak hanya mengukuhkan izin tambang untuk universitas maupun ormas, tetapi juga berpotensi menjadi jalan untuk semakin memperbanyak dan memperluas izin tambang.
Baca juga: Membungkam Suara Kritis Universitas dengan Konsesi Tambang Bekas
Hal ini terpampang dalam pasal 51 RUU Minerba, di mana pasal tersebut mengakomodir Perpres No.76 Tahun 2024 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2023 Tentang Pengalokasian Lahan Bagi Penataan Investasi yang memberikan prioritas izin usaha pertambangan khusus (IUPK) bagi ormas keagamaan dan BUMD. Sebagai catatan, dalam Perpres 76/2024 juga termasuk perizinan untuk sektor perkebunan dan kehutanan.
Keberadaan revisi tersebut, selain akan menambah carut marut tata ruang dan keberlanjutan lingkungan, tentu akan semakin memperluas konsesi tambang. Perlu diketahui, sampai pada bulan November 2024 kemarin, pemerintah telah mengeluarkan izin tambang sebanyak 4.634 izin seluas 9.112.732 hektare.
Dengan izin sebanyak dan seluas itu tentu pengawasannya akan sulit, jika ditambah berarti akan memantik carut marut tata kelola sekaligus tata ruang, yang artinya akan ada banyak pelanggaran serta kerusakan lingkungan. Selain itu potensi konflik sosial ekologis juga akan semakin membesar akibat adanya revisi UU Minerba ini.
Catatan untuk Universitas yang Menerima Konsesi
Universitas merupakan institusi pendidikan yang memegang kunci baik buruknya perkembangan suatu bangsa, karena universitas merupakan pejaga moral yang bertugas untuk mendidik intelektual yang nantinya diharapkan mampu objektif. Mampu menyampaikan kebenaran walaupun bersebrangan dengan pemerintah, sebagaimana yang dikatakan oleh Edward Said dalam “Peran Intelektual” bahwa seorang intelektual harus mengatakan kebenaran untuk semua orang.
Menyampaikan kebenaran berarti menggambarkan kondisi yang lebih baik, di mana seseorang berkomunikasi secara lebih terbuka dengan berlandaskan prinsip-prinsip moral seperti perdamaian, rekonsiliasi, dan pengurangan penderitaan, yang diterapkan pada fakta yang diketahui.
Sejalan dengan yang disampaikan oleh Firdaus Cahyadi melalui opininya berjudul “Membungkam Suara Kritis Universitas dengan Konsesi Tambang Bekas” bahwa pemikiran kritis kampus terhadap kebijakan pertambangan coba diredam pemerintah tanpa kekerasan melalui pemberian konsesi tambang kepada ormas keagamaan dan perguruan tinggi sebagai strategi hegemoni untuk melemahkan perlawanan masyarakat.
Selain itu, merujuk pada opini yang disampaikan oleh Fajar Setyaning Dwi Putra berjudul “Sesat Pikir Konsesi Tambang untuk Perguruan Tinggi,” bahwa keterlibatan perguruan tinggi dalam konsesi tambang berisiko menciptakan konflik kepentingan, menggeser fokus dari pendidikan dan riset ke keuntungan finansial, serta menimbulkan ketidakadilan dalam distribusi manfaat.
Baca juga: Mudaratnya Perguruan Tinggi Kelola Tambang
Dari kedua pendapat tersebut, mengerucutkan sebuah pandangan bahwa pemberian konsesi tambang untuk universitas merupakan upaya membungkam nalar kritis, serta sebagai sebuah upaya pemerintah untuk membuat univesitas kehilangan keberpihakannya.
Hal ini dapat disambungkan dengan keberadaan revisis UU Minerba ini, dengan memasukkan universitas sebagai salah satu objek aturan, secara tidak langsung menyiratkan bahwa itu adalah bagian dari melancarkan revisi tanpa ada tanggapan atau polemik dari masyarakat terutama dari universitas. Sehingga proses revisi akan mudah, karena paling tidak universitas yang mendukung akan melegitimasi revisi tersebut.
Selain melegitimasi revisi, keberadaan universitas yang menerima konsesi tambang akan menjadi tameng eksploitasi pertambangan. Karena dengan menerima berarti universitas harus bungkam dan berhenti melakukan kritik terhadap kebijakan dan implementasi pertambangan. Bahkan paling berbahayanya adalah universitas menjadi legitimator perampasan ruang hidup masyarakat dengan membenarkan eksploitasi pertambangan dalam sisi ilmiah.
Misalnya, konsesi pertambangan tersebut melanggar tata ruang, di mana seharusnya digunakan untuk kawasan pangan, di satu sisi masyarakat menolaknya. Maka dalam kasus ini universitas dapat menjadi senjata ampuh untuk meloloskan eksploitasi tersebut, dengan menyajikan data yang diklaim ilmiah walaupun bertentangan dengan realitas hanya untuk melegitimasi perampasan ruang pangan dan menghentikan perlawanan masyarakat.
Peran yang Seharusnya Dilakukan Oleh Universitas
Pada bulan Agustus 2024 tahun lalu, seluruh civitas akademika universitas berbondong-bondong menyatakan sikap darurat demokrasi, sebagai sebuah seruan tentang posisi kampus sebagai penjaga moral bangsa.
Akan tetapi ramainya pernyataan itu tidak terjadi saat pemerintah dengan terang-terangan akan memberikan konsesi tambang melalui revisi UU Minerba. Mungkin hanya segelintir yang bersuara, tetapi mayoritas bungkam, sehingga memunculkan pertanyaan kritis, apakah menunggu viral baru mereka bersikap?
Karena revisi UU Minerba secara sepihak dan kepentingannya pun tidak jauh dari obral konsesi, yang artinya membuka gerbang perusakan ekosistem serta memicu konflik ekologis lebih meluas. Seharusnya universitas-universitas berteriak lantang mengkritisi hal tersebut, sebab revisi tersebut merupakan gambaran dari demokrasi yang sakit, atau dapat dikatakan bagian dari darurat demokrasi.
Baca juga: Walhi Gorontalo: Ruang Hidup Rakyat Makin Terancam jika Kampus Kelola Tambang
Bukan malah menerima dengan gembira, serta mengamini statemen yang mengatakan bahwa konsesi tambang untuk universitas adalah bagian untuk membuat pendidikan lebih terjangkau. Tetapi di sisi lainnya efisiensi anggaran dasar seperti pendidikan bahkan kesehatan dipangkas habis-habisan, bukannya itu sebuah paradoks.
Kembali lagi, seharusnya universitas menjadi ruang belajar, ruang yang mendidik orang untuk berkata benar serta menghasilkan pencerahan untuk Indonesia yang lebih baik atau memikirkan bagaimana keberlanjutan ekosistem sejalan dengan kesejahteraan, tanpa melakukan pelanggaran hak asasi manusia serta menghancurkan sumber-sumber alam sebagai modal kehidupan rakyat Indonesia.
Universitas harus kembali ke marwahnya, menjadi ruang untuk menjaga Indonesia yang lebih lestari, sekaligus menjaga Indonesia dari era kegelapan, daripada harus menerima konsesi tambang yang tentunya tidak akan membuat pendidikan gratis dan berkualitas, justru sebaliknya menghancurkan ekosistem sekaligus membuat masa depan generasi yang akan datang serba penuh ketidakpastian.
Leave a Reply
View Comments