- George Soros, melalui Open Society Foundations, menjadi aktor global yang vokal dalam mendukung transisi menuju ekonomi hijau dan pelestarian lingkungan, namun dukungannya menuai kecurigaan karena dianggap membawa agenda politik terselubung.
- Isu lingkungan kini menjadi arena kekuasaan baru, di mana bantuan hijau berpotensi menjadi alat soft control atas arah pembangunan negara berkembang.
- Meski begitu, dari sudut pandang environmental security, dukungan terhadap transisi energi bersih dapat menjadi strategi menjaga stabilitas global jangka panjang.
- Bagi Indonesia, keterlibatan dalam kerja sama semacam ini adalah peluang strategis asalkan dijalankan secara transparan, setara, dan tetap menjaga kedaulatan.
Nama George Soros kerap muncul di balik berbagai isu politik internasional, mulai dari isu demokrasi, migrasi, hingga ekonomi global. George Soros dikenal sebagai seorang investor, filantropis, dan pemikir politik. Lalu, beberapa tahun belakangan, Soros menjadi salah satu aktor yang paling vokal dalam menyerukan green transition atau transisi menuju ekonomi hijau. Melalui Open Society Foundations (OSF) miliknya, Soros juga banyak sekali mendukung berbagai inisiatif yang berkaitan dengan isu lingkungan.
Soros banyak sekali mengemukakan pendapatnya di berbagai forum internasional, bahwa perubahan iklim adalah masalah yang cukup serius. Perubahan iklim dapat menjadi ancaman bagi stabilitas politik dan keamanan dunia. Akan tetapi, seperti banyak hal lainnya di mana Soros terlibat, dukungannya terhadap green transition justru menimbulkan kecurigaan. Apakah George Soros murni peduli untuk menyelamatkan bumi dari berbagai isu lingkungan, atau ada kepentingan pribadi dibaliknya?
Isu Lingkungan menjadi Arena Kekuasaan Global yang Baru
Masyarakat saat ini memiliki kesadaran yang cukup meningkat terhadap isu-isu lingkungan. Seiring dengan hal itu, isu lingkungan menjadi arena baru dalam memperebutkan pengaruh di panggung global. Banyak sekali negara yang mulai berlomba-lomba menunjukkan komitmennya dalam penyelesaian isu lingkungan. Sementara perusahaan multinasional memanfaatkannya sebagai strategi bisnis. Lalu seperti yang telah disebutkan, peran aktor seperti George Soros menjadi sangat menarik, karena ia merupakan seorang aktor filantropi, juga sekarang sebagai aktivis lingkungan, dalam satu nama yang sama.
Melalui yayasan miliknya, Open Society Foundations (OSF), George Soros banyak mendukung berbagai proyek energi terbarukan, pelestarian lingkungan, juga proyek pembangunan berkelanjutan guna mengentas kemiskinan. Soros juga menyerukan agar negara-negara memulai transisi menuju ekonomi hijau, juga agar negara-negara berkembang mendapatkan akses lebih terhadap pendanaannya. Bahkan, George Soros juga pernah mengatakan akan mencari dukungan internasional untuk mendanai Indonesia dalam mengatasi perubahan iklim. Akan tetapi, dukungan ini seringkali ditafsirkan berbeda oleh beberapa pihak.
Dalam konteks ini, kepedulian lingkungan berpotensi menjadi instrumen baru dalam mendapatkan pengaruh di panggung kekuasaan global. Dana dukungan dari Soros untuk berbagai isu lingkungan dapat menjadi bentuk soft control terhadap arah pembangunan ekonomi suatu negara. Jika tidak terimplementasi dengan baik, hal ini dapat berubah menjadi faktor ketergantungan yang baru.
Mungkin benar adanya bahwa bagi sebagian negara berkembang, tawaran seperti ini dianggap pintu untuk kerja sama global yang lebih adil. Namun, sebagian pihak berpendapat bahwa Soros membawa isu lingkungan ini hanya untuk memperluas pengaruh politiknya secara global. Narasi hijau dipandang sebagai alat untuk mengatur ulang arus investasi, perdagangan, dan bahkan arah pembangunan nasional. Dukungan Soros ditafsirkan bukan sebagai solidaritas global, melainkan bentuk intervensi secara halus dalam urusan domestik negara lain.
Dukungan George Soros dalam Strategi Keamanan Internasional
Jika dilihat dari perspektif keamanan internasional, apa yang dilakukan Soros sebenarnya berkaitan erat dengan konsep environmental security. Di mana, sekarang isu lingkungan sudah menjadi dimensi baru dalam keamanan. Krisis energi, krisis pangan, kekeringan, perubahan iklim, semuanya dapat memicu suatu permasalahan lain yang lebih besar lagi. Jika dilihat dalam konteks itu, dukungan Soros dalam ekonomi hijau dapat dianggap sebagai sesuatu yang membantu, bukan ancaman.
Soros menekankan bahwa kerusakan lingkungan dapat mengguncang sistem ekonomi global dan melemahkan negara-negara berkembang. Ia juga berbicara bahwa sistem iklim global telah rusak dan ini menimbulkan migrasi massal serta instabilitas bagi negara berkembang. Memang benar adanya, bahwa ketika ekosistem rusak, harga pangan naik, air langka, dan migrasi meningkat, maka tekanan terhadap negara-negara berkembang akan semakin besar.
Dalam hal ini, Soros mengusulkan model kerja sama baru. Dengan memperkuat demokrasi dan tata kelola lingkungan agar negara-negara bisa lebih tangguh dalam menghadapi perubahan. Ia percaya bahwa masyarakat yang terbuka terhadap kritik dan transparansi akan lebih mampu mengelola sumber daya alamnya secara adil dan berkelanjutan.
Namun, dunia saat ini tidak memandangnya dengan cara yang sama, gagasan global yang dinilai terlalu ‘bersih’ ini sering dianggap mencurigakan. Banyak sekali pemimpin yang menolak gagasan masyarakat terbuka karena dinilai mengancam kedaulatan. Beberapa pihak berpendapat bahwa bantuan internasional, juga dukungan filantropis dapat menjadi dominasi baru. Maka ketika Soros membicarakan tentang energi bersih dan perubahan iklim, sebagian menganggapnya sebagai upaya Soros untuk “mengendalikan” arah pembangunan dunia.
Padahal jika dilihat dari sudut pandang keamanan jangka panjang, gagasan Soros ini merupakan suatu hal yang kita butuhkan. Dunia tidak akan aman selama ketimpangan ekonomi terus meluas dan ekosistem terus rusak. Keamanan tidak mungkin dibangun di atas berbagai isu lingkungan yang semakin parah. Maka dari itu dalam konteks ini, inisiatif-inisiatif hijau yang dikemukakan oleh George Soros dapat dipahami sebagai bagian dari strategi keamanan global yang baru, yang menempatkan keberlanjutan sebagai inti dari stabilitas.
Bagi Indonesia, ini adalah peluang strategis. Dengan kapasitas diplomasi dan prinsip politik luar negeri bebas-aktif, Indonesia dapat menjadi jembatan antara negara-negara maju dan berkembang dalam transisi energi hijau. Keterlibatan dengan lembaga seperti OSF milik Soros tidak harus dilihat sebagai ancaman, melainkan kesempatan untuk beralih ke ekonomi yang lebih hijau. Tentu saja, dengan tata kelola yang juga transparan.
Kecurigaan atas risiko bahwa dukungan Soros membawa agenda tersembunyi, bukan berarti dapat menjadi alasan kita untuk menolak semua bentuk kerja sama. Dunia saat ini sudah terlalu terhubung untuk berpikir secara tertutup. Perubahan iklim dan isu lingkungan lainnya tidak mengenal batas negara. Oleh karena itu, kerja sama global tetap diperlukan, selama berlangsung di atas prinsip kesetaraan dan tanggung jawab bersama.
Redaksi menerima artikel opini dengan panjang cerita minimal 700 kata, dan tidak sedang dikirim ke media lain. Sumber rujukan disebutkan lengkap pada tubuh tulisan. Kirim tulisan ke e-mail redaksibenua@gmail.com disertai dengan foto profil, nomor kontak, dan profil singkat.












Leave a Reply
View Comments