Waspada Dampak El Nino di Wilayah Indonesia

Ilustrasi kebakaran hutan. (Foto: Pixabay.com)
Ilustrasi kebakaran hutan. (Foto: Pixabay.com)
  • Indonesia harus waspada dan mengantisipasi dampak ElNino yang diperkirakan puncaknya pada Agustus hingga September 2023 dengan intensitas lemah, sampai moderat. Kondisi itu mengkhawatirkan berdampak pada kekeringan berbuntut krisis air, produktivitas pangan maupun kebakaran hutan dan lahan. Penelitian dari Megasains menyebut kekeringan dampak El-Nino bisa benar-benar terjadi.
  • Fachri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) mengatakan, pekitar 63% dari 699 zona musim di Indonesia sudah memasuki kemarau yang dipengaruhi ElNino. Puncak kemarau, katanya,  diprediksi terjadi Agustus dan September 2023 dengan curah hujan kategori rendah-menengah.
  • BMKGbekerja sama dengan berbagai lembaga dan komunitas lokal untuk menyediakan informasi terkini kepada masyarakat, maupun mengadakan Sekolah Lapangan Iklim. Harapannya, masyarakat makin sadar fenomena ElNino dan dapat mengantisipasi dampak, termasuk ketersediaan air tanah dan perencanaan pengelolaan air.
  • Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan, tengah fokus mitigasi untuk meminimalkan dampak yang merugikan masyarakat, terutama periode puncak ElNino Agustus-September ini.

Indonesia harus waspada karena prediksi ancaman El Nino akan mengalami puncaknya pada bulan Agustus hingga September 2023 dengan spesifikasi intensitas lemah, sampai moderat. Pasalnya, kondisi itu dikhawatirkan bisa berdampak pada ketersediaan air atau kekeringan, serta menurunnya produktivitas pangan, atau berdampak pada ketahanan pangan. Penelitian dari megasains menyebut dampak-dampak tersebut benar-benar akan terjadi saat berlangsungnya fenomena El Nino.

El Nino merupakan suatu fenomena atmosfer yang sifatnya global. Fenomena itu sendiri terjadi di Samudra pasifik bagian tengah dan timur yang disebabkan oleh peningkatan suhu muka laut (SML) di atas kondisi normalnya. Pemanasan SML ini dampak membuat tutupan awan dan curah hutan di wilayah Indonesia. Artinya, udara yang masuk ke di Indonesia relatif kering. Singkatnya, El Nino memicu terjadinya kondisi kekeringan untuk wilayah Indonesia secara

Data National Oceanic and Atmospheric Administration (NOAA) menyebut, SML rata-rata telah mencapai 21,2 derajat Celsius sejak awal April 2023 lalu, dan mengalahkan suhu tertinggi sebelumnya sebesar 21 derajat Celcius yang ditetapkan pada 2016 lalu. Carbon Brief menganalisis, dalam tiga bulan pertama tahun ini, suhu permukaan global sejauh ini tercatat sebagai yang terpanas keempat dalam sejarah, setelah 2016, 2020, dan 2017.

Berdasarkan data tahun berjalan dan perkiraan El Nino saat ini, Carbon Brief memperkirakan bahwa tahun 2023 kemungkinan besar akan berada di antara tahun terpanas dalam catatan dan tahun terpanas keenam, dengan perkiraan terbaik di urutan keempat terpanas di dunia. Pasalnya, NASA, NOAA, dan Met Office Hadley Centre/UEA mencatat suhu permukaan telah menunjukkan pemanasan sekitar 1 derajat celcius sejak tahun 1970, dengan laju pemanasan sekitar 0,19 derajat celcius per dekade.

Menurut satu studi yang dipublikasikan pada Juni 2022 lalu , gelombang panas membunuh sedikitnya 157.000 orang antara tahun 2000 dan 2020. 6,5 persen dari korban tersebut yang tercatat di Asia, Afrika, Karibia, serta Amerika Selatan dan Tengah. Kondisi ini yang ditakutkan akan terjadi di wilayah Indonesia saat berlangsungnya El Nino. Apalagi, menurut Bank Dunia, Indonesia merupakan negara yang paling rentan terhadap krisis iklim, terutama bencana banjir dan panas ekstrem.

Upaya menghadapi El Nino tentu tidak bisa dilakukan secara parsial, dan juga temporer saat fenomena ini berlangsung. Namun, Pemerintah Indonesia benar-benar harus memikirkan upaya mitigasi secara komprehensif untuk dilaksanakan secara terencana dan terstruktur. Pertanyaannya, seberapa siap pemerintah menghadapi dampak buruk dari El Nino?

Pada 18 Juli lalu, Presiden Joko Widodo memimpin rapat terbatas bersama sejumlah jajarannya untuk membahas antisipasi dan kesiapan dalam menghadapi ancaman fenomena iklim El Nino. Jokowi meminta agar stok pangan bisa disiapkan demi stabilitas pangan nasional, dan semua kepala daerah diminta memperbanyak pasar murah serta bantuan sembako ke masyarakat sebagai antisipasi dampak dari El Nino.

Ilustrasi kebakaran hutan. (Foto: Pixabay.com)
Ilustrasi kebakaran hutan. (Foto: Pixabay.com)

Sayangnya, Akhir Juli lalu, sebanyak enam warga Distrik Agandugume dan Distrik Lambewi, Kabupaten Puncak, Papua Tengah meninggal dunia akibat terdampak fenomena cuaca El Nino, satu diantaranya anak-anak. Peristiwa itu akibatkan karena gagal panen hingga membuat warga kesulitan dalam mendapatkan bahan makanan sejak 3 Juni 2023 lalu. Selain itu, data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, ada 7.500 jiwa warga Kabupaten Puncak kesulitan mendapatkan air bersih karena terdampak kekeringan.

Selain di Papua Tengah, kekeringan juga terjadi di beberapa daerah lain, seperti Sukabumi Jawa Barat, dan Grobogan Jawa Tengah. Pemicunya sama, curah hujan yang berkurang akibat kenaikan suhu muka laut dan El Nino. Akibatnya, potensi gagal panen meningkat, dan para petani terancam merugi. Ketersediaan bahan pangan untuk keseharian pun akan terdampak. Kondisi ini sudah mulai dirasakan oleh sejumlah daerah, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT).

Fachri Radjab, Kepala Pusat Informasi Perubahan Iklim Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Indonesia (BMKG) mengatakan, pekitar 63 persen dari 699 zona musim di Indonesia sudah memasuki musim kemarau yang dipengaruhi atau terdampak oleh El Nino. Itu artinya kemarau sudah tiba dan dampak El Nino mulai terasa. Katanya, puncak musim kemarau diprediksi akan terjadi pada bulan Agustus dan September 2023 dengan prediksi curah hujan pada kategori rendah-menengah.

“63 persen wilayah Indonesia telah memasuki musim kemarau meliputi; Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara Barat (NTB), Nusa Tenggara Timur (NTT), Kalimantan, Sulawesi Selatan, dan Papua Selatan,” kata Fachri Radjab dalam diskusi bertajuk ‘Waspadai Dampak EL Nino’ yang digelar Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) di Jakarta, Senin 31 Juli alu.

BMKG memperkirakan bahwa hampir seluruh wilayah di Indonesia akan mengalami curah hujan rendah hingga Oktober mendatang, dengan puncak kemarau terjadi pada Agustus dan September. Beberapa wilayah tersebut mencakup sebagian besar wilayah Sumatera, Jawa, Bali, Nusa Tenggara, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan, Sulawesi Tengah, dan Sulawesi Tenggara.

Sementara, wilayah yang mengalami hari tanpa hujan antara 21-60 hari terjadi di sebagian wilayah Jawa, Jambi, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Sulawesi Selatan, dan Papua. Bahlan, kata Fachri, saat ini di Bali, NTB dan NTT sudah masuk dalam krisis, karena dalam catatannya sudah 60 hari tidak turun hujan.

Fenomena El Nino memiliki dampak yang merata di berbagai wilayah, dan beberapa tahun terakhir tercatat intensitas El Nino bervariasi. Fachri mencatat fenomena El Nino terakhir kali intensitasnya cukup lemah pada 2019, sementara pada 2015, El Nino mencapai tingkat yang kuat. BMKG memprediksi musim kemarau pada tahun ini diperkirakan lebih kering dibandingkan tiga tahun sebelumnya.

Meskipun puncak El Nino diperkirakan pada Agustus-September, pengaruhnya akan terus berlangsung hingga Desember. Pada indeks El Nino Southern Oscillation (ENSO), yang menggunakan anomali suhu permukaan laut, menunjukkan bahwa grafik ENSO terus menaik, yang berarti El Nino semakin menguat. Saat ini, indeks ENSO mencapai 1,01 dalam 10 hari terakhir.

“Sebagian besar lembaga meteorologi juga melaporkan grafik serupa. Namun, ketika memasuki musim hujan, grafik ENSO mulai menurun, dan dampaknya berupa berkurangnya intensitas El Nino, serta meningkatnya curah hujan,” jelas Fachri.

Data BMKG menyebut, prediksi curah hujan pada bulan Oktober 2023 nanti masih dalam kategori rendah-menengah dan akan terjadi di sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, Sumatera Barat, Jambi, Bengkulu, Sumatera Selatan, Lampung, Bangka Belitung, Banten, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan DIY.

Kondisi yang sama juga akan terjadi di Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Barat, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, sebagian Papua Barat dan sebagian Papua.

Sementara, pada pada November 2023, curah hujan diprediksi masih kategori rendah-menengah dan akan terjadi di sebagian Sumatera Barat, Bengkulu, Jambi, Sumatera Selatan, Lampung, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah, DIY, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, sebagian Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Selatan,

Hal serupa juga akan terjadi di wilayah Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, Maluku Utara, Maluku, sebagian Papua Barat hingga sebagian Papua.

Sedangkan, prediksi curah hujan pada Desember 2023 dan Januari 2024 akan berada pada kategori menengah-tinggi, dan akan terjadi di sebagian Aceh, sebagian Sumatera Utara, sebagian Riau, sebagian Lampung, sebagian Banten, sebagian Jawa Barat, sebagian Sulawesi Selatan, sebagian Sulawesi Tenggara, sebagian Sulawesi Tengah, Gorontalo, Sulawesi Utara, sebagian Maluku Utara, sebagian Maluku dan sebagian Papua Barat.

Upaya Mitigasi

Sebagai Upaya Mitigasi, kata Fachri, BMKG telah bekerja sama dengan berbagai lembaga dan komunitas lokal untuk menyediakan informasi terkini kepada masyarakat, mengadakan Sekolah Lapangan Iklim, dengan harapan masyarakat semakin sadar terhadap fenomena El Nino dan dapat mengantisipasi dampaknya, termasuk mengenai ketersediaan air tanah dan perencanaan pengelolaan air. BMKG juga telah menyediakan informasi mengenai El Nino melalui berbagai saluran komunikasi, termasuk sosial media dan pertemuan rutin dengan lembaga terkait.

“Kita semua perlu bersama-sama mengantisipasi dampak El Nino ini mulai dari diri sendiri, keluarga, hingga lingkungan. Kewaspadaan dan tanggung jawab bersama diharapkan dapat meminimalisir akibat yang ditimbulkan dari kemarau yang dipengaruhi oleh El Nino,” kata Fachri

Sementara itu, Suharyanto, Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mengatakan pihaknya tengah fokus melakukan langkah mitigasi untuk meminimalkan dampak yang merugikan masyarakat, terutama pada periode puncak El Nino yang diperkirakan berlangsung pada Agustus-September. Ia menyatakan telah melakukan dua langkah utama, yaitu; Pertama, BNPB memberikan himbauan kepada daerah-daerah yang biasanya mengalami kekeringan untuk memastikan ketersediaan air.

Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk mulai menampung air bersih sebagai langkah menjaga ketersediaannya. Dia menegaskan persoalan antisipasi dampak El Nino bukan hanya tanggung jawab pemerintah pusat semata, melainkan tanggung jawab bersama dengan Pemerintah daerah dan masyarakat. Kemudian di tingkat kepala desa, camat dan bupati juga diminta sudah mulai mengamankan sumber-sumber air bersih

“Keluarga-keluarga dihimbau mulai dari sekarang, penggunaan air itu betul-betul dihemat. Air hanya bisa digunakan misalnya untuk memasak dan minum, tetapi untuk mandi dan kebutuhan-kebutuhan lain sebaiknya tidak menggunakan sumber-sumber air bersih,” kata Suharyanto dalam acara yang sama.

Suharyanto bilang, Pemda harus memperhatikan betul-betul agar organisasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) setempat dapat berjalan semestinya untuk melakukan langkah pencegahan dan mitigasi. Sarana prasarana BPBD seperti tangki air dan mobil-mobil pengangkutnya harus mulai disiapkan. Sehingga apabila terjadi kekeringan, Pemda, TNI, Polri dan kementerian lain bisa mendorong kebutuhan air kepada masyarakat yang membutuhkan.

Ia bilang, langka tersebut sangat penting untuk memastikan masyarakat tetap memiliki akses terhadap sumber air yang cukup saat memasuki musim kemarau. Sebagai pendukung, BNPB juga bekerjasama dengan Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), dan Badan Restorasi Gambut dan Mangrove (BRGM), serta Direktorat Jenderal Sumber Daya Air PUPR untuk menggelar operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC).

“Operasi ini bertujuan untuk mendatangkan hujan guna mengisi danau, embung, sungai, dan sumur, serta membuat sumur bor baru, sehingga apabila nanti memang betul kekeringan ini datang dengan lebih besar, air-air ini bisa digunakan  masyarakat di daerah yang mengalami kekeringan,” kata Suharyanto. Data BNPB menyebut, hingga pekan ketiga bulan juli terdapat 18 bencana kekeringan di  4 Provinsi, yaitu; Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur dan Aceh. Data ini belum terhitung dengan bencana kekeringan yang terjadi di Papua Tengah.

Langkah kedua, BNPB  memberikan perhatian khusus terhadap potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di tengah ancaman dampak El Nino. Berdasarkan Instruksi Presiden Nomor 3 tahun 2020, ada enam provinsi prioritas penanganan karhutla, yaitu; Sumatera Selatan, Riau, dan Jambi di Pulau Sumatra serta Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Kalimantan Tengah di Pulau Kalimantan.

“Di provinsi-provinsi ini, kami sudah gelar apel kesiapan dan kesiapsiagaan. Memang yang penting dalam mengatasi karhutla ini adalah operasi darat. Jadi pasukan-pasukan darat sudah diaktifkan, disiagakan kembali, mengingat 3 tahun terakhir ini kasus kebakaran lahannya relatif kecil,” ujarnya.

Ia bilang, pihaknya juga sedang memaksimalkan dukungan logistik dan perlengkapan pemadaman darat berupa pompa 273 unit, selang 819 unit, nozzle 312 unit, konektor 312 unit, APD 750 paket, dan flexible tank 39 serta sarana prasarana operasi udara berupa helikopter patroli dan water bombing, serta integrasi aplikasi pemantauan karhutla. Katanya, sekarang sudah 31 unit helikopter yang tersebar di enam provinsi prioritas.

“Apabila nanti ada pembakaran yang mungkin lebih besar yang tidak bisa dipadamkan di darat atau kebakarannya di titik-titik terpencil atau tidak bisa dijangkau oleh pasukan darat, maka helikopter ini yang akan memadamkan,” tutur Suharyanto. Data BNPB menyebut, hingga pekan ketiga bulan Juli terdapat 226 total kejadian potensi kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di 19 Provinsi di Indonesia. Kejadian Karhutla didominasi oleh Provinsi Aceh, diikuti Kalimantan Tengah, dan Kalimantan Barat

Selain itu, Suharyanto juga meminta Pemda tidak boleh lagi memberi toleransi maupun mengeluarkan kebijakan yang membolehkan aktivitas pembukaan lahan dan hutan lewat pembakaran walaupun hanya beberapa hektar. Jika tetap diberikan toleransi, nanti dampak kebakaran yang lebih besar akan terjadi. Ia juga berharap ada peran aktif masyarakat dalam menghadapi El Nino untuk beradaptasi dengan kondisi yang semakin sulit akibat perubahan iklim.

Fenomena El Nino yang memicu cuaca ekstrem memang merupakan salah satu bentuk dari dampak perubahan iklim. Panel Antarpemerintah untuk Perubahan Iklim Perserikatan Bangsa-Bangsa (IPCC) dalam laporannya yang terbit pada Maret menyatakan bahwa krisis iklim telah terjadi secara cepat serta meningkatkan intensitas dan frekuensi terjadinya cuaca ekstrem di setiap wilayah dunia, diantaranya gelombang panas yang semakin intens, hujan lebat, kekeringan, hingga siklon tropis.

Laporan IPCC itu menyebut, suhu bumi akan meningkat 1,5 derajat celcius pada tahun 2030 jika tidak ada aksi iklim yang lebih nyata dan ambisius dari semua negara. Hal ini memicu potensi bencana alam yang lebih besar di tahun-tahun mendatang. Laporan IPCC menyebut, kenaikan suhu bumi akan memicu peningkatan intensitas dan frekuensi berbagai bencana hidrometeorologi berupa kekeringan ekstrim, hingga badai, tanah longsor dan banjir.

Sejak awal 2023, hingga pekan ketiga bulan juli, Indonesia telah mengalami 2.030 bencana, sekitar 90 persen diantaranya bencana hidrometeorologi. Adapun menurut Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), tren bencana hidrometeorologi Indonesia telah mengalami peningkatan selama 40 tahun terakhir. Bank Indonesia menganalisis, kerugian ekonomi akibat cuaca ekstrem mencapai lebih dari Rp100 triliun per tahun.

Saat ini, kenaikan temperatur Bumi telah mencapai 1.1 derajat celcius dan menuju kenaikan temperatur global rata-rata 2.8 derajat celcius di tahun 2100, berdasarkan komitmen negara-negara di dalam Nationally Determined Contributions (NDC). Angka ini hampir dua kali lipat dari target 1.5 derajat celcius yang tertuang dalam Paris Agreement, yaitu batas aman bagi Bumi untuk pemanasan global.

Namun, target pengurangan gas rumah kaca Indonesia yang tertulis dalam Enhanced NDC–masih dinilai highly insufficient atau sangat tidak memadai, dan diprediksi akan membawa kenaikan temperatur hingga 4 derajat celcius jika semua negara mengadopsi komitmen yang serupa. Negara maju diharapkan harus lebih ambisius membuat kebijakan pengurangan emisi agar target yang diproyeksikan di NDC bisa tercapai.

Ketahanan Pangan

Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO) atau Organisasi Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa mengklaim kemungkinan besar pola cuaca di bawah kondisi El Niño sangat potensial berdampak pada produktifitas pertania, atau berdampak pada ketahanan pangan yang dapat merugikan. Pada 5 Mei lalu, FAO melaporkan, Indeks acuan harga komoditas pangan internasional naik di bulan April untuk pertama kalinya dalam satu tahun terakhir karena dipengaruhi cuaca ekstrim.

Namun, Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) mengklaim, pemerintah telah memastikan bahwa stok komoditas strategis Indonesia dalam kondisi aman sampai dengan akhir tahun ini. Pasalnya, Bapanas telah menugaskan Badan Urusan Logistik (Bulog) untuk menyimpan sebanyak 2,4 juta ton beras, meningkat dari jumlah tahun lalu yang hanya 900 ribu ton. Arief bilang, mayoritas sumber beras itu berasal dari produksi dalam negeri.

Sementara, kata Arief, cadangan pangan juga terus ditingkatkan dari sebelumnya hanya 200.000 ton menjadi ke 300.000 ton. Seiring waktu, cadangan pangan ini juga terus meningkat menjadi 750.000 ton, hingga hari ini sudah mencapai 800.000 ton. Ia bilang, Presiden Joko Widodo memerintahkan cadangan pangan ini harus di atas 1 juta ton dalam 1 bulan ke depan dengan mengutamakan produksi dalam negeri. Masyarakat diminta tidak perlu khawatir perihal cadangan pangan untuk menghadapi ancaman El Nino.

“Dalam negeri menjadi prioritas, sehingga kita harus jaga harga di tingkat petani supaya baik, kemudian di di tingkat hilir, inflasinya juga terjaga dengan baik karena itu akan berpengaruh pada daya beli masyarakat,” kata Arief Prasetyo Adi dalam kegiatan yang sama.

Dalam tiga bulan terakhir, katanya, pihaknya telah menyalurkan bantuan pangan berupa beras ke 21,353 juta kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM). Penyaluran bantuan pangan berupa beras itu kembali akan dilakukan pada bulan Oktober, November, dan Desember dengan jumlah KPM yang sama sebelumnya. Katanya, ada sekitar 1,2 juta ton beras yang akan disalurkan ke masyarakat melalui Bulog.

Di samping beras, stok daging juga telah diatur dengan menggunakan sistem food storage. Arief memastikan bahwa kebutuhan pangan masyarakat akan tetap terjaga dengan adanya mitigasi yang telah dilakukan. Hanya saja, ada beberapa produk pangan tertentu yang memerlukan perhatian lebih dalam menghadapi kemarau. Produk hortikultura seperti cabai, misalnya, tidak dapat dijadikan stok karena dapat mengering.

Tak hanya itu, kata Arief, pemerintah telah memberikan insentif pangan total senilai lebih dari Rp300 miliar kepada daerah-daerah guna menjaga inflasi. Ada daerah yang diberikan Rp9 miliar dan Rp10 miliar, serta ada yang diberikan Rp12 miliar untuk intervensi ketahanan pangan dalam menjaga inflasi. Ia bilang, pemerintah juga sudah menetapkan anggaran untuk pangan hingga sekitar Rp 104 triliun pada tahun ini.

Meski begitu, katanya, dalam upaya mencapai kedaulatan pangan, pemerintah perlu mengatasi masalah kehilangan dan pemborosan pangan. Data menunjukkan bahwa Indonesia kehilangan sekitar 14 persen pangan dari sektor pertanian dan pemborosan pangan mencapai 17 persen. Ia bilang, diversifikasi pangan juga perlu diperhatikan untuk menciptakan keseimbangan dan kemandirian pangan di berbagai wilayah Indonesia.

“Totalnya, 31 persen pangan di Indonesia terbuang sia-sia, senilai Rp 551 triliun. Untuk itu, masyarakat juga diimbau untuk berbelanja bijak dan hanya membeli sesuai kebutuhan, mengingat stok pangan yang aman telah dijamin,” tegasnya

Kendati demikian, dia menegaskan menjaga ketahanan pangan bukan hanya tugas pemerintah pusat, melainkan juga perlu dukungan dari pemerintah daerah untuk menjaga stok pangan masing-masing. Upaya mitigasi dampak El Nino harus dilakukan dengan kolaborasi antara pemerintah, masyarakat, dan lembaga terkait. Katanya, koordinasi dan sinergi di antara semua pihak menjadi kunci dalam menghadapi tantangan perubahan iklim.

“Peran masyarakat untuk menghemat air dan mengurangi pembakaran lahan juga sangat penting dalam menjaga lingkungan dan ketahanan pangan, menghadapi perubahan iklim global yang semakin kompleks dan mempengaruhi kehidupan secara luas,” katanya

Arief meminta masyarakat untuk lebih bijak dalam berbelanja dan tidak melakukan pemborosan. Ia pun mengimbau masyarakat untuk tidak berlebihan dalam menyimpan atau menyetok makanan dalam menghadapi ancaman El Nino. Katanya, pemerintah, termasuk Bapanas, berkomitmen untuk menjaga agar stok bahan makanan tetap aman untuk konsumsi masyarakat.

“Stop boros pangan. Belanja bijak. Belanja sesuai kebutuhan, nggak usah berlebih, karena stok kita cukup,” tutupnya.

 


Tulisan ini pertama kali diterbitkan di situs Mongabay Indonesia dalam versi sudah sunting. Untuk membacanya silahkan klik di sini.

Sarjan Lahay adalah jurnalis lepas di Pulau Sulawesi, tepatnya di Gorontalo. Ia sangat tertarik dengan isu lingkungan dan perubahan iklim. Ia juga sering menerima berbagai beasiswa liputan, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menceritakan berbagai macam isu dampak perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang dilakukan industri ekstraktif, hingga cerita masyarakat adat yang terus terpinggirkan. Sejak 2019, Sarjan terjun ke dunia jurnalistik, dan pada Tahun 2021 hingga sekarang menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia.