METODE OPEN PIT atau pertambangan terbuka yang akan digunakan oleh PT. Gorontalo Minerals [GM], tak hanya menyebabkan deforestasi hutan dan memperburuk dampak perubahan iklim. Melainkan juga berdampak kepada Flora Fauna yang ada di dalam kawasan hutan yang berada di areal Kontrak Karya GM di Blok I Tombulilato dan Blok II Molotabu yang seluas 24,995 hektare.
Keanekaragaman hayati yang berada di kawasan konsesi GM akan terdampak dengan adanya perusahaan emas milik keluarga Bakrie ini. Apalagi, perusahaan berdampingan dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] taman nasional darat terbesar di Sulawesi, luasnya 282.008,757 hektar dengan biodiversity tinggi dan habitat penting bagi spesies khas Sulawesi. Namun, semua itu akan terancam dengan adanya GM.
Dari Dokumen Analisis Dampak Lingkungan [AMDAL] GM yang diperoleh Mongabay Indonesia, ada ratusan Flora dan Fauna yang akan terancam jika perusahaan tambang emas ini akan beroperasi. Misalnya, Golongan tumbuhan tingkat tinggi [Phanerogamae], ada 340 spesies terdiri atas pohon, semak, herba, liana, maupun appetit, dan terdapat 33 spesies yang termasuk endemik akan menjadi korban.
Bukan hanya itu, terdapat 34 spesies mamalia yang terdiri dari sembilan suku dari spesies-spesies mamalia besar dan mamalia kecil. Untuk mamalia, tampak merupakan kelompok-kelompok yang selama ini dianggap penting/dilindungi, masih cukup besar populasinya wilayah konsesi perusahaan, yang diantaranya macaca nigra; M. Nigriscans; M. Hecki, tupai [Proscius sp]; tarsius [Tarsius spectrum]; palm civet [Macrogalidia musschenbroek], dan kuskus [Phalanger sp].
Di lokasi perusahaan itu juga, kera hitam sering dijumpai dalam jumlah individu yang besar [15 ekor]. Selain itu, terdapat pula spesies anoa kecil [Bubalus quarlesi] yang terdapat di lokasi perusahaan. Mamalia lain yang teridentifikasi dan tampak masih dalam jumlah populasi yang besar adalah babi liar [Sus Celebensis]. Babirusa [Babyrousa babirusa] banyak berkeliaran sampai di wilayah perbatasan dekat dengan perladangan penduduk. Selain itu, terdapat spesies kelelawar seluruhnya diketahui ada Sembilan spesies.
Selain mamalia, terdapat sedikitnya 195 spesies burung, dimana 23 persen diantaranya merupakan spesies endemik dengan status Near Threatened and Vulnerable berdasarkan status konservasi dari IUCN. Spesies-spesies burung yang memiliki endemisitas tinggi antara lain; Merpati [Columbidae], Paruh bengkok [Psittacidae], Raja udang [Alcedinidae], Jalak [Stumidae], Rangkong [Buceritidae], Pelatuk [Picidae], Pemakan lebah [Meliphagidae], khususnya spesies Meropogon forsteni, dan Maleo [Megacephalic maleo].
Sedangkan berdasarkan data dari laporan Baseline Study Pertambangan Bone Bolango (2006) terdapat 32 spesies burung yang mewakili 19 suku. Beberapa spesies seperti srigunting [Dicrurus hottentottus] dan rangkong [Rhyticeros cassidix] mempunyai penyebaran yang merata di lokasi perusahaan. Selain itu, spesies endemik Sulawesi juga diketahui berada di lokasi perusahaan, misalnya nuri Sulawesi [Eos histrio] dan Kumkum hijau Sulawesi [Ducula aenea]. Spesies celepuk Sulawesi [Otus manadensis] sering ditemui di lokasi cabang kiri perusahaan.
Dari sumber yang sama, ada 13 spesies amfibi yang termasuk dalam tiga Family yakni; Bufonidae, Microhylidae, dan Ranidae yang akan terdampak dari perusahaan tembang emas ini. Di antara 13 spesies tersebut yang paling luas daerah sebarannya adalah Bufo Celebensis. Pada lokasi sungai mak merupakan lokasi yang paling kaya akan spesies amfibi [7 spesies] karena berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW], sedangkan wilayah lainnya terdapat lima spesies.

Bukan itu saja, ada 14 spesies reptil yang termasuk dalam empat family pada lokasi perusahaan tembang. Rinciannya adalah Colubridae [8 spesies], Viperidae [1 spesies], Typhlopidae [1 spesies], dan Scincidae [4 spesies]. Ada juga 38 spesies kupu-kupu yang berasal dari empat family yaitu Danaidae [9 spesies], Nymphalidae [15 spesies], Papilionidae [5 spesies], dan Pieridae [9 spesies] akan terdampak. Jumlah spesies ini mewakili sekitar 8 persen dari seluruh spesies kupu-kupu yang ada di seluruh Sulawesi yang berjumlah 470 spesies.
Terdapat juga golongan moluska dengan 18 spesies yang tergolong dalam famili; Neritidae [5 spesies] Thiaridae [5 spesies]; Cyclophoridae [4 spesies]; helicarionidae [1 spesies]; Camaenidae [2 spesies]; dan Achatinidae [1 spesies] berada di lokasi pertambangan.
Rosek Nursahid, Pendiri PROFAUNA Indonesia, mengatakan lokasi GM yang sangat berdekatan dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] pasti memiliki dampak yang sangat besar terhadap Keanekaragaman hayati dan biodiversitas yang ada di kawasan itu. Rosek bilang, satwa-satwa liar yang sudah lama hidup di lokasi tersebut yang akan ikut terdampak.
Rosek bilang, jika perusahaan milik keluarga Bakrie ini akan beroperasi dan membuat infrastruktur di kawasan tersebut, akan terpecah daya jelajah habitat satwa-satwa yang ada kawasan itu. Ia bilang, setiap satwa pasti memiliki daya jelajah atau kawasan yang dipertahankan secara alami.
Rosek juga menambahkan dengan keberadaan GM, pasti akan meningkatkan perburuan satwa. Akses yang menjadi lebih muda karena ada GM, yang mengakibatkan hal itu bisa terjadi. Ia bilang, satwa-satwa yang terganggu, cenderung pasti akan keluar dari hutan.
“Dengan kondisi itu, bisa menjadi sasaran empuk bagi pemburu satwa di Gorontalo. Apalagi perusahaan tambang ini, pasti akan melibatkan banyak orang,” kata Rosek Nursahid kepada Mongabay Indonesia, Senin [9/8/2021] lalu.
Potensi konflik antara satwa dan manusia juga bisa menjadi masalah yang akan terjadi. Rosek bilang, hal itu karena habitat satwa-satwa yang ada di kawasan itu terganggu dengan keberadaan perusahaan tambang ema situ.
Rosek menjelaskan, Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [TNBNW] yang merupakan kawasan konservasi merupakan rumah terakhir bagi satwa-satwa. Jika GM sudah beroperasi, Ia bilang, pasti akan kesulitan untuk melakukan kontrol dengan ancaman-ancaman yang ada. Apalagi di Taman Nasional itu ada tempat penakaran maleo yang dikelola oleh Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone, Wildlife Conservation Society [WCS] dan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango.
Seharusnya, kata Rosek, pemerintah harus memberikan pertimbangan yang matang untuk memberikan izin kepada perusahaan tambang emas yang sangat berdekatan dengan Taman Nasional. Mirisnya lagi, sebagian dari wilayah konsesi GM, awalnya merupakan taman nasional yang seharusnya tidak harus berubah status menjadi Hutan Produksi Terbatas [HPT]
Hutan yang dimaksud Rosek adalah, kawasan hutan konservasi yang kurang lebih sekitar 14,000 hektar diubah statusnya menjadi Hutan Produksi Terbatas [HPT] oleh Menteri Kehutanan nomor: SK.324/Menhut-II/2010 tanggal 25 Mei 2010 tentang Perubahan Kawasan Hutan, yang diusulkan Pemerintah Provinsi Gorontalo. Rosek bilang, hal tersebut dapat membuktikan kepentingan ekonomi bisa mengalahkan kepentingan konservasi.

Rosek juga menambahkan, risiko lainnya yang akan terjadi dengan keberadaan perusahaan tambang ini adalah, yaitu akan terganggu keseimbangan ekosistem makhluk hidup. “Misalnya, akan terganggu rantai makanan bagi makhluk hidup yang ada di situ, karena setiap setiap makhluk hidup pasti memiliki hubungan timbal balik dengan lingkungan sekitarnya,” ucapnya
Tak hanya itu, dengan adanya perusahaan tambang emas ini, akan meningkatkan kebisingan. Kegiatan pengeboran dan peledakan diperkirakan dapat menimbulkan dampak peningkatan kebisingan di tahapan operasi utama saat terjadi peledakan. Hal itu dapat mengganggu satwa-satwa atau biodiversity yang ada di kawasan itu.
Menanggapi itu, Kepala Kantor PT. Gorontalo Minerals [GM] di Gorontalo, Didik Budi Hatmoko mau tak mau memberikan komentar dihubungi Mongabay Indonesia pada Jum’at [6/8/2021] lalu. Didi juga masih mengatakan hanya dirinya sedang dalam karantina mandiri karena pernah melakukan kontak erat dengan Pasien Covid-19. Pesan Whatsapp yang dikirimkan kepadanya juga sampai hari ini, tak kunjung dibalas.
Supriyanto, Kepala Balai Taman Nasional Bogani Nani Wartabone [BTNBNW] Gorontalo saat dihubungi Mongabay Indonesia pada Kamis [12/8/2021] lalu, juga menolak untuk dimintai tanggapan. Ia berdalil, lokasi konsesi GM berada di luas kawasan Taman Nasional, sehingga dirinya tidak ada wewenang untuk memberikan komentar.
“Kita masing-masing memiliki wewenang, jika masalahnya berada di taman nasional, itu urusan saya, tapi jika itu berada di luar kawasan taman nasional, itu bukan urusan saya. Saya tidak mau berkomentar bukan kewenangan saya,” kata Supriyanto
Sementara itu, Kepala BKSDA Wilayah II Gorontalo, Syamsudin Hadju mengatakan dalam penyusunan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan [AMDAL] pihaknya dilibatkan, sebagai pemberi pertimbangan-pertimbangan teknis terhadap kegiatan yang akan dilakukan. Namun, kata dia, dirinya belum melihat hasil AMDAL milik GM.
“Kalau AMDAL sudah ada, pasti dampak-dampak yang ditimbulkan sudah dibicarakan dari awa. Jika ada dampak terhadap satwa yang ada di dalam atau di luar kawasan Taman Nasional, kami pasti akan mengecek langsung,” kata Syamsudin Hadju
Syamsudin Hadju menegaskan pihaknya akan tetap melakukan kontrol terhadap aktivitas pertambangan GM jika itu akan mengancam satwa-satwa, baik yang dilindungi ataupun tidak. Potensi perburuan satwa juga menjadi fokus utama pihaknya.
“Kita akan melakukan kerja sama dengan berbagai pihak untuk melakukan pengawalan terkait satwa-satwa yang akan terdampak akibat keberadaan GM,” ujarnya.
Menanggapi itu, Kepala Kantor PT. Gorontalo Minerals [GM] di Gorontalo, Didik Budi Hatmoko tidak memberikan komentar dihubungi Mongabay Indonesia pada Jum’at [6/8/2021] lalu. Didi hanya mengatakan dirinya sedang dalam karantina mandiri karena pernah melakukan kontak erat dengan Pasien Covid-19.
Mongabay Indonesia berupaya mendatangi Kantornya yang berada di Desa Talango, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, pada Kamis [12/8/2021] lalu. Tapi kantornya dalam keadaan tutup. Pesan Whatsapp juga sampai hari ini, tidak ada jawab.
Tulisan ini sebelumnya sudah tayang di Mongabay Indonesia dengan judul “Belasan Ribu Hektar Kawasan Hutan Bakal jadi Tambang Emas di Bone Bolango” pada tanggal 6 september 2021 lalu. Tulisan ini publish kembali di website ini dengan tujuan untuk mengkampanyekan pentingnya menjaga hutan.
Leave a Reply