Proyek Belah Gunung di Gorontalo Ancam Bencana Alam [3]

Gorontalo Outer Ring Road (GORR) yang mengancam bencana alam karena Gorontalo memiliki sesal lokal yang aktif. GORR juga merupakan Proyek Strategis Nasional (PSN) Pemerintah Indonesia. (Foto: Sarjan Lahay/ Benua Indonesia)
  • Pembangunan jalan lingkar Gorontalo, bermasalah sejak awal. Mohammad Kasad, Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Gorontalo, mengatakan, dalam penyusunan dokumen studi kelayakan, harus ada analisis mengenai dampak lingkungan (amdal) pembangunan GORR. Amdal ini, tidak ada dalam proyek jalan ini.
  • Jalur jalan proyek GORR itu, baik dari pembangunan Segmen I, II, dan III, ada pegunungan terjal, semak belukar, persawahan, pemukiman masyarakat, hutan alam, bahkan ada hutan lindung, hingga perlu ada kajian yang mendalam. Bagian pertama tulisan ini berjudul “Cerita Warga Terdampak Jalan Lingkar Gorontalo” menceritakan, protes dan keluhan warga yang lahan dan rumah bahkan usaha mereka terkena proyek.
  • Soelthon Nanggara, Ketua Forest Watch Indonesia, mengatakan, pembangunan infrastruktur jadi satu penyebab langsung deforestasi.
  • Jalan lingkar Gorontalo yang merupakan proyek strategis nasional ini juga dinilai rawan bencana seperti longsor dan gempa karena ada sesar aktif. ‘Proyek belah gunung’ ini juga pernah mengalami masalah gerakan tanah atau longsor. Tercatat rentang 2014-2017 terjadi beberapa longsor pada daerah pembangunan proyek GORR. Contoh, longsor pada 1 Desember 2016 mengakibatkan menara listrik 150 kw roboh.

***

Jalan lingkar Gorontalo yang merupakan salah satu proyek strategis nasional ini dinilai berpotensi terjadinya bencana alam berupa longsor akibat memiliki sesar aktif yang disertai dengan deformasi batuan dan sesar-sesar lokal. Sesar-sesar lokal tersebut diungkap dalam jurnal penelitian yang dibuat oleh Nurfitriani, Guntur Pasau, dan Slamet Suyitno Raharjo. Berjudul “Identifikasi Sesar di Wilayah Gorontalo dengan Analisis Mekanisme Bola Fokus” riset tersebut merupakan hasil dari kolaborasi dari Jurusan Fisika, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sam Ratulangi dan Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika [BMKG].

Berdasarkan hasil penelitian itu, ditemukan 3 daerah dugaan sesar aktif secara seismik yang memiliki kesesuaian dengan peta Geologi wilayah Gorontalo. Daerah dugaan sesar 1 memiliki tipe sesar oblique yaitu kombinasi sesar turun dengan sesar mendatar dengan panjang sesar = 24.54 km dan lebar rupture = 8.51 km. Daerah dugaan sesar 2 dan 3 memiliki tipe yang sama yakni sesar oblique, yang merupakan kombinasi sesar naik dan sesar mendatar dengan panjang sesar 27.54 km dan lebar rupture = 9.22 km. Sedangkan untuk sesar 3 dengan panjang sesar 24.54 km dan lebar rupture = 8.51 km. 

Dalam penelitian lain, yang dibuat oleh Fauzul Chaidir A Usman, Intan Noviantari Manyoe, Reskiyanto Fauzi Duwingik, dan Della Nawarita Putri Kasim dari Program Studi Teknik Geologi Universitas Negeri Gorontalo, menyatakan bahwa terbentuknya sesar-sesar lokal tersebut, dapat mempengaruhi pelapukan batuan dan membentuk alur-alur topografi yang terjal, sehingga batuannya mengalami fragmentasi, serta berpotensi terjadinya longsor. Jurnal penelitian yang berjudul “Rekonstruksi Tipe Longsoran di Daerah Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dengan Analisis Stereografi” yang dibuat pada tahun 2018, membuktikan hal itu.

Tak hanya itu, proyek yang juga disebut sebagai proyek belah gunung ini pernah mengalami kendala gerakan tanah atau longsor. Tercatat pada rentang tahun 2014-2017 telah terjadi beberapa peristiwa longsor pada daerah pembangunan proyek GORR. Misalnya peristiwa pada kamis, 1 Desember 2016 yang mengakibatkan robohnya menara listrik SUTT 150 kW. 

Tingginya frekuensi gerakan tanah di wilayah ini, sangat berhubungan erat dengan faktor alamiah penyebab dari gerakan tanah yang meliputi morfologi, penggunaan lahan, litologi, struktur geologi, curah hujan, dan kemiringan lereng. Kerusakan ini menghambat proses penyelesaian GORR yang sebenarnya ditargetkan rampung pada tahun 2019 lalu. 

Fauzul Chaidir A Usman, salah satu peneliti dalam jurnal tersebut mengatakan hasil observasi geomorfologi dan interpretasi peta topografi yang dilakukan oleh timnya menunjukkan bahwa daerah pembangunan GORR yang pernah terjadi longsor pada tahun 2016 silam, termasuk dalam satuan perbukitan denudasional yang dicirikan oleh pola kontur renggang dan tingginya pengaruh tenaga eksogen pada batuan di daerah tersebut. 

 Fauzul bilang, litologi atau batuan penyusun yang terdapat di daerah itu ialah batu kapur [batugamping]. Karakteristik batuan ini antara lain berwarna putih, masif, dan mengandung fosil koral dan moluska jenis gastropoda dan bivalvia yang melimpah. Ia bilang, singkapan batuan telah mengalami pelapukan sehingga terdapat perubahan warna kehitam-hitaman di bagian paling atas batuan. Perubahan ini mengalami gradasi hingga yang paling akhir merupakan tanah [soil]. 

“Semua batuan yang berada di tempat penelitian kita adalah kapur yang dapat memicu longsor. Daerah itu juga merupakan daerah yang dilewati sesar Gorontalo, sehingga jika mengalami pergerakan tanah [Gempa Bumi], akan memicu longsor,” kata Fauzul Chaidir A Usman kepada Mongabay Indonesia, Kamis [3/6/2021]

Bukan hanya itu, Fauzul bilang, saat dirinya melakukan pengukuran struktur geologi berupa bidang diskontinuitas di bidang gelincir longsoran dengan jumlah 104 data rekahan pada singkapan batuan. Pihaknya menemukan ada arah tegasan utama yang berpengaruh relatif berarah Timur-Barat. Pengaruh arah tegasan ini mengakibatkan adanya zona lemah berarah Utara-Selatan yang berpotensi bergerak berdasarkan kemiringan lereng.  

“Hasil analisis stereografi di daerah itu, menunjukkan kedudukan umum bidang gelin N 126oE/ 18o SW. arah ini menunjukkan bahwa pergerakan longsoran relatif berarah ke Selatan, tepatnya menuju ke arah Jalan Utama Gorontalo Outer Ring Road (GORR) dengan sudut bidang sekitar 18o,” jelas Fauzul 

Menanggapi hal itu, Kepala Bidang Bina Marga, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang [PUPR] Provinsi Gorontalo, Abdul Fandit tak mengomentari banyak saat ditanyakan bagaimana manajemen bencana untuk melakukan pengawasan atau menanggulangi bencana, jika suatu saat terjadi longsor di daerah jalan GORR. Ia hanya menjelaskan, bahwa hal itu merupakan tanggung jawab Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Gorontalo. 

“Kita hanya melakukan perencanaan awal saja. Untuk pembangunan fisiknya itu merupakan urusan Balai Pelaksanaan Jalan Nasional sekaligus soalnya mitigasinya. Tapi, kita sudah menyarankan, sebelum pembangunan dilakukan, harus ada tanggung yang sudah dibuat, agar tidak terjadi longsor,” kata Abdul Fandit

 Sementara itu, Pejabat Pembuat Komitmen [PPK] pelaksanaan pembangunan lanjutan jalan GORR, Balai Pelaksanaan Jalan Nasional Gorontalo, Andri mengatakan bahwa mitigasi dalam pemeliharaan jalam GORR, hanya pembuatan tanggul. Jika terjadi longsor, pihaknya hanya melakukan penggalian dan pembersihan saja. 

“Mitigasinya hanya dilakukan secara standar saja. Setiap badan jalan juga, kita akan buat pagar pengaman jalan [gadrill] saja. Kita juga akan memasang rambu-rambu lalu lintas,” kata Andri, [7/6/2021]

Kasi Penkum Kejaksaan Tinggi Gorontalo, Mohammad Kasad menjelaskan, salah satu yang menjadi gugatan pihaknya adalah, pembangunan jalan GORR tidak memperhatikan secara morfologi wilayah Gorontalo yang sebagian besar lokasi proyek itu merupakan pegunungan lereng terjal serta morfologi perbukitan bergelombang. Kasad bilang, hal itu dilakukan karena analisis mengenai dampak lingkungan [AMDAL] tidak dilakukan sebelum penetapan lokasi [Penlok]. 

“Amdal itu dibuat nanti setelah penetapan lokasi. Jadi lokasi pembangunan jalan GORR ini, hampir semua berada di pegunungan yang terjal. Ada banyak gunung yang dibela.. Hal itu yang dipermasalah oleh kita,” katanya

Kasad bilang, kerusakan lingkungan menjadi salah satu faktor kerugian negara. Pembabatan hutan alam tanpa izin, dan perusakan gunung-gunung yang tak direkomendasi Amdal juga menjadi kesalahan yang besar. Apalagi, ada hutan lindung yang tetap masuk dalam trase proyek ini. Pihaknya dengan tegas mengecam itu.

“Sumber daya alam ini, merupakan harapan untuk semua orang, jadi hal itu tetap dirusak, bisa menjadi kerugian negara. Bukan hanya untuk negara yang dikorupsi yang menjadi kerugiaan negara,” katanya

 

Artikel ini sudah pernah tayang di Mongabay Indonesia pada tanggal 30 Juni 2021 dengan judul “Proyek Jalan Belah Gunung di Gorontalo: Hutan Lindung Terancam, dan Rawan Bencana”. Artikel ini publish kembali di website ini dengan tujuan untuk mengkampanyekan pentingnya menjaga hutan. 

Sarjan Lahay
Sarjan Lahay adalah seorang jurnalis lepas di Gorontalo, sebuah provinsi di pulau Sulawesi yang sering disebut sebagai Serambi Madina. Ia memulai karir jurnalistiknya pada tahun 2018, dengan menjadi reporter di beberapa media lokal. Sarjan sangat tertarik dengan isu lingkungan dan ingin berbagi cerita masyarakat Gorontalo yang terkena dampak pencemaran lingkungan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas di luar provinsi. Pada awal tahun 2021 ia menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia hingga sekarang.