Pohon Malahengo, Apakah Endemik Gorontalo?

Bibit malahengo. Apakah pohon ini endemik Gorontalo? (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Bibit malahengo. Apakah pohon ini endemik Gorontalo? (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
  • Malahengo, disebut-sebut sebagai endemik Gorontalo oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Gorontalo. Ada yang blang, pohon ini bukan endemik Gorontalo karena di daerah lain ada dengan nama beda, pohon buni, antara lain. Buah pohon ini berwarna hitam dengan warna daging kemerah-merahan. Rasanya cukup manis.
  • Sementara penyebaran buni meliputi Asia Tenggara dan Australia. Buni dikenal sebagai bignai di Filipina, Brunei di Malaysia, ma mao luang di Thailand, dan kho lien tu di Laos. Juga, choi moi di Vietnam, moikin dan chunka di Queensland, wuni di Sunda dan Jawa, serta boni di Bali.
  • Wajir Tontoiyo, Manager Persemaian Permanen Gorontalo, Balai Pengelolaan DAS dan Hutan Lindung Gorontalo membenarkan belum ada naskah akademik terkait malahengo. Belum ada surat penetapan atau keputusan dari lembaga berwenang yang menyatakan malahengo sebagai endemik Gorontalo.
  • Sutan Sahala Muda Marpaung, Dosen Konservasi Kehutanan, Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo mengatakan, perlu ada penelitian lebih khusus dan lebih dalam terkait malahengo. Berdasarkan dari penelitian bisa diketahui apakah malahengo pohon endemik Gorontalo atau tidak. Penelitian harus menggunakan metode herbarium. 

Apakah anda tahu Pohon Malahengo?

Benar. Pohon ini berada di Gorontalo. Malahengo merupakan nama lokal Gorontalo yang disematkan ke pohon tersebut. Pohon tersebut juga diklaim sebagai pohon endemik Gorontalo oleh Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Provinsi Gorontalo. Bahkan sudah banyak artikel pemberitaan yang juga menyebutkan hal yang sama.

Selain itu, pohon malahengo yang memiliki buah seperti anggur juga menjadi salah satu penyebab pohon tersebut diklaim sebagai endemik Gorontalo. Bahkan, pohon tersebut sudah diberikan nama latin Gorontalo Grapes yang artinya anggur Gorontalo. Buahnya berwarna hitam, serta warna daging kemerah-merahan, dan jika dicicipi rasanya cukup manis.

Namun, klaim tersebut menjadi perdebatan hingga kini, ada yang meragukan pohon itu sebagai pohon endemik Gorontalo, salah satunya adalah Jemi Monoarfa yang merupakan penggiat lingkungan di Gorontalo. Ia tegaskan pohon malahengo bukan endemik Gorontalo, karena pohon tersebut merupakan pohon buni yang memiliki nama lokal Gorontalo dengan nama pohon takuti.

Jemi bilang, pohon malahengo yang sebenarnya merupakan pohon buni sangat banyak di daerah lain. Kata endemik tidak bisa disematkan ke pohon itu, karena indikator utamanya tidak bisa terpenuhi dan tidak bisa dijelaskan secara ilmiah. Bahkan, katanya, sampai hari ini naskah akademik yang menjelaskan pohon malahengo sebagai pohon endemik Gorontalo juga belum ada.

“Saya sangat kaget membaca artikel pemberitaan di beberapa media yang menyatakan pohon malahengo sebagai pohon endemik Gorontalo. Padahal, pohon malahengo itu adalah pohon buni, kalau dalam bahasa lokal Gorontalo pohon dinamakan pohon takuti,” kata Jemi Monoarfa kepada Mongabay, awal Maret lalu.

Buahnya yang berwarna hitam, serta warna daging kemerah-merahan menjadi dugaan kuat bahwa malahengo benar-benar merupakan pohon buni. Jemi bilang, karakteristik pohon serta buahnya tidak ada bedanya dengan pohon buni. Menurutnya, harusnya Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Provinsi Gorontalo lebih teliti mencari tahu pohon itu.

Sementara itu, Wajir Tontoiyo, Manager Persemaian Permanen Gorontalo, Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Provinsi Gorontalo membenarkan belum ada naskah akademik terkait pohon malahengo. Ia juga mengaku belum ada surat penetapan atau surat keputusan dari lembaga berwenang yang menyatakan pohon malahengo sebagai endemik Gorontalo.

Wajir bilang, klaim pohon malahengo sebagai endemik Gorontalo itu berasal dari cerita-cerita warga yang menyatakan bahwa pohon tersebut hanya hidup di Gorontalo. Statement Gubernur Gorontalo dalam setiap kegiatan lingkungan yang menyatakan pohon malahengo merupakan endemik Gorontalo juga turut menjadi dasar.

Ia juga pernah melakukan survey beberapa kabupaten/kota yang ada di Gorontalo. Mayoritas masyarakat yang ditemuinya menyatakan bahwa pohon tersebut hanya hidup di Gorontalo. Katanya, di daerah-daerah lainnya, termasuk Provinsi tetangga seperti Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah tidak memiliki tanaman seperti itu.

“Memang malahengo ini hanya hidup di Gorontalo, sehingganya pohon tersebut dikatakan sebagai pohon endemik Gorontalo,” kata Wajir Tontoiyo awal Maret lalu.

Anggapan pohon malahengo yang merupakan pohon buni atau pohon takuti, Wajir tak menanggapinya. Ia bilang, semua orang berhak untuk memberikan statement terkait ini, apalagi pihaknya belum melakukan penelitian khusus untuk pohon malahengo untuk memperkuat pohon tersebut sebagai endemik Gorontalo.

Pembibitan malahengo di Gorontalo. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Pembibitan malahengo di Gorontalo. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Apa itu Pohon Buni?

Buni (Antidesma bunius) adalah spesies pohon yang tingginya bisa mencapai 30 meter. Pohon ini ini dapat menghasilkan berwarna hitam, serta warna daging kemerah-merahan yang bisa dimakan mentah. Buahnya itu berukuran kecil-kecil berwarna merah, dan tersusun dalam satu tangkai panjang, menyerupai rantai (ranti) seperti anggur.

Ni Luh Putu Indriyani dari Balai Penelitian Tanaman Buah Tropika pernah melakukan penelitian soal pohon buni dengan judul “Buni, Tanaman Buah yang Mulai Langka”. Riset tersebut menjelaskan karakteristik Buni merupakan salah satu tanaman tropika, dan dapat tumbuh dengan baik di nusantara.

Buni juga merupakan tanaman asli Asia Tenggara dan Australia bagian selatan sudah jarang dijumpai. Penyebaran buah buni meliputi Asia Tenggara dan Australia. Buni dikenal sebagai bignai di Filipina, brunei di Malaysia, ma mao luang di Thailand, kho lien tu di Laos, choi moi di Vietnam, moikin dan chunka di Queensland, wuni di Sunda, wuni di Jawa, dan boni di Bali.

Di daerah tropis, buni dijumpai tumbuh sampai ketinggian 1.200 mdpl dan biasanya tumbuh di semak-semak, lahan terbuka dan di hutan sekunder. Tanaman buni tumbuh baik pada daerah yang tidak ternaungi dan dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah. Tanaman buni tingginya dapat mencapai 15-30 meter, batang pokoknya tegak dan biasanya bercabang rendah.

Daun-daunnya berselang-seling, berbentuk lanset-lonjong, berukuran 19-25 cm x 4-10 cm. Pangkal daun tumpul atau membundar, ujung daun lancip atau tumpul, pinggir daun rata, teksturnya menjangat dan mengkilap. Tulang daun utama menonjol di lembaran bawah daun. Panjang tangkai daun mencapai 1 cm.

Tak hanya itu, Buni merupakan tanaman dioecious yang berarti bunga betina dan jantan terdapat pada tanaman yang terpisah. Sebagian besar pada tanaman betina bunganya sempurna. Perbungaan berada di ujung atau ketiak daun, berbentuk bulir sempit atau tandan dan berbunga banyak.

Panjang perbungaan 6-20 cm. Bunga memiliki aroma kuat dengan warna kemerah-merahan. Bunga jantan tersusun dalam tandan kecil dan bunga betina tumbuh pada tandan panjang. Bunga jantan tidak bertangkai, daun kelopak mirip cawan, memiliki 3-4 cuping yang pendek, membundar, dan berwarna kemerah-merahan. Bunga betina bertangkai, daun kelopak mirip cawan-genta, bercuping 3-4 dan berukuran kira-kira 1 mm x 2 mm.

Bakal buah Buni berbentuk bulat telur sungsang, kepala putik 3-4 butir, cakramnya kecil. Buah berupa buah batu berbentuk bulat atau bulat telur, berdiameter 8-10 mm, berwarna hijau kekuning- kuningan pucat lalu putih dan selanjutnya menjadi merah kekuning-kuningan sampai ungu kebiru- biruan atau hitam pada saat matang.

Buah Buni mempunyai kulit yang tipis dan keras serta mengandung banyak sari buah. Daging buah tebalnya hanya 3 mm dan berwarna putih. Biji berbentuk bulat telur lonjong, berukuran 6-8 mm x 4,5-5,5 mm, berwarna terang dan keras. Budidaya tanaman buni juga sangat baik untuk reklamasi lahan kritis.

“Buah buni dapat dimakan dalam keadaan segar, biasanya dipakai sebagai bahan rujak. Buah yang mentah rasanya agak asam dan agak manis ketika matang. Buah-buah dalam satu tandan matangnya tidak bersamaan sehingga seringkali digunakan untuk membuat selai dan jeli.” tulis Ni Luh Putu Indriyani dalam penelitiannya.

Tak hanya itu, sari buah dari buah Buni yang benar-benar matang berguna sebagai minuman penyegar dan menghasilkan anggur yang istimewa. Daun muda mempunyai manfaat untuk memberi aroma pada ikan atau daging rebus. Buah muda maupun daun muda dapat digunakan sebagai pengganti cuka.

Jemi Monoarfa bilang, karakteristik Buni sama sekali dengan karakteristik malahengo. Wajir Tontoiyo tak mengomentari banyak soal kesamaan itu. Ia hanya bilang perlu ada penelitian khusus untuk mencari tahu pohon malahengo tersebut.

Warga sedang minta bibit malahengo ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Gorontalo. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Warga sedang minta bibit malahengo ke Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Gorontalo. (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Perlu ada Penelitian Khusus

Sutan Sahala Muda Marpaung, Dosen Konservasi Kehutanan, Universitas Nahdlatul Ulama Gorontalo mengatakan perlu ada penelitian lebih khusus dan lebih dalam terkait pohon malahengo. Ia bilang, berdasarkan dari penelitian tersebut bisa diketahui apalah pohon malahengo pohon endemik Gorontalo atau tidak.

Ia menjelaskan penelitian yang seharusnya dilakukan harus menggunakan metode herbarium. Herbarium adalah suatu metode penelitian yang melakukan koleksi spesimen tumbuhan yang diawetkan untuk keperluan penelitian ilmiah. Ia bilang, dengan metode itu, bisa diketahui jenis dan famili pohon malahengo.

“Saya mencari di beberapa di media dan beberapa referensi, ternyata belum ada juga penelitian yang membahas pohon malahengo. Ini merupakan kesempatan bagus jika ada yang ingin melakukan penelitian soal pohon malahengo,” kata Sutan Sahala Muda Marpaung kepada Mongabay, awal Maret lalu.

Sutan berharap Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Provinsi Gorontalo untuk melakukan studi lebih lanjut pohon malahengo agar bisa ditetapkan sebagai pohon endemik Gorontalo. Jika jenis dan familinya sama dengan pohon buni, pohon malahengo tidak bisa ditetapkan sebagai pohon endemik Gorontalo.

Ia bilang, tanpa naskah akademik atau penelitian khusus yang dilakukan, pohon malahengo belum bisa ditetapkan sebagai pohon endemik Gorontalo. Artikel pemberitaan yang sudah banyak menyatakan pohon malahengo sebagai endemik Gorontalo juga tidak bisa menjadi dasar utama.

“Hanya sekilas pohon malahengo terlihat sama dengan pohon buni. Tapi, biasanya ada yang berbeda jika dilakukan penelitian. Misalnya, daun, buah, dan kulitnya bisa berbeda jika kita melakukan identifikasi,” ucapnya

Bibit malahengo. Apakah pohon ini endemik Gorontalo? (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)
Bibit malahengo. Apakah pohon ini endemik Gorontalo? (Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia)

Terancam Punah

Terlepas endemik atau tidak, pohon malahengo ternyata salah satu pohon yang terancam punah. Populasinya di Gorontalo sudah tidak banyak lagi, karena pohon tersebut kerap digunakan berlebihan oleh masyarakat sebagai bahan bangunan rumah. Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) dan Hutan Lindung Provinsi Gorontalo hanya menemukan dua titik lokasi d Gorontalo yang masih ada induk pohon tersebut.

Dua titik lokasi tersebut yaitu; hutan Tilongkabila yang terdapat 20 induk pohon, serta di hutan Bongohulawa yang terdapat 21 induk pohon. Wajir bilang, rendahnya kesadaran masyarakat dalam budidaya atau menanam pohon itu juga menjadi indikator pohon tersebut terancam punah.

Wajir menjelaskan dirinya sekitar 4 tahun mencari keberadaan pohon tersebut di beberapa wilayah yang ada di Gorontalo. Hasilnya, hanya di wilayah Bone Bolango dan Kabupaten Gorontalo yang masih ada populasinya. Sementara, untuk Kota Gorontalo, Gorontalo Utara, Boalemo dan Pohuwato, sudah tidak memiliki pohon seperti itu.

Berdasarkan hal tersebut, pihaknya melakukan budidaya pohon tersebut dengan mengambil bibit dari induk pohon. Bibitnya itu dibawa ke Persemaian Permanen Gorontalo untuk di budidaya guna mempertahankan pohon tersebut dengan ancaman kepunahan. Setelah itu, pihaknya memberikan pohon itu kepada masyarakat untuk ditanam di kebun atau lahan mereka.

“Pada tahun 2021, saya melakukan budidaya pohon malahengo sekitar 10,000 bibit Persemaian Permanen Gorontalo. Alhamdulillah, sudah banyak masyarakat yang meminta untuk di tanam. Sekarang bibitnya kurang sekitar 1,500 bibit saja,” kata Wajir

Selain itu, kata Wajir, pohon malahengo merupakan salah satu pohon mitigas bencana di Gorontalo. Akarnya yang cukup besar, dan sering hidup di bantaran sungai, menjadikan pohon tersebut bisa menangkal banjir yang kerap terjadi. Wajir berharap, masyarakat Gorontalo bisa lebih melestarikan pohon tersebut agar tidak punah.

 


Tulisan ini pertama kali diterbitkan di situs Mongabay Indonesia dalam versi sudah sunting. Untuk membacanya silahkan klil di sini.

Sarjan Lahay adalah jurnalis lepas di Pulau Sulawesi, tepatnya di Gorontalo. Ia sangat tertarik dengan isu lingkungan dan perubahan iklim. Ia juga sering menerima berbagai beasiswa liputan, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menceritakan berbagai macam isu dampak perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang dilakukan industri ekstraktif, hingga cerita masyarakat adat yang terus terpinggirkan. Sejak 2019, Sarjan terjun ke dunia jurnalistik, dan pada Tahun 2021 hingga sekarang menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia.