Penyelundupan Perdagangan Satwa Ke Philipina Berhasil Digagalkan di Gorontalo

Owa Jawa yang diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay
Owa Jawa yang diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay
  • Sejumlah satwa dilindungi berhasil digagalkan oleh Polres Boalemopada Selasa (30/05/2022). Satwa -satwa tersebut diantaranya, 1 ekor anak orangutan (Pongo), 2 ekor owa (Hylobates), 1 ekor Siamang (Symphalangus syndactylus), dan ada 3 ekor lutung (Trachypithecus). Ada juga 37 ekor kura-kura dengan berbagai ukuran serta jenis, dan 3 ekor biawak.
  • Berdasarkan Kartu Identitas Penduduk (KTP), kata Dadang Wijaya, yang membawa satwa-satwa tersebut ada dua orang, yaitu bernama Wahyu Fajar (31) dan Ibrahim (26. Keduanya merupakan warga Kota Makassar, Sulawesi Selatan.
  • Sjamsudin Hadju menduga kuat bahwa satwa-satwa ini berasal dari wilayah Kalimantan yang di transitkan ke Makassar, Palu, Marisa, Gorontalo dan hendak ke Manado, lalu akan dikirim ke negara Philipina melalui melalui pelabuhan Sulut.
  • drh. Feny Reny Rimporok [Veteriner Ahli Madya] berharap satwa-satwa yang berhasil digagalkan oleh polisi itu, harus segera dilepaskan ke habitatnya. Menurutnya, tingkat stres yang ditimbulkan oleh sejumlah satwa itu tidak bisa di dipresentasikan dengan angka.

Polres Boalemo berhasil menggagalkan penyelundupan sejumlah satwa dilindungi, pada Selasa (30/05/2022) lalu. Satwa -satwa tersebut diantaranya, 1 ekor anak orangutan (Pongo), 2 ekor owa (Hylobates), 1 ekor Siamang (Symphalangus syndactylus), dan ada 3 ekor lutung (Trachypithecus). Ada juga 37 ekor kura-kura dengan berbagai ukuran serta jenis, dan 3 ekor biawak.

Penggagalan penyelundupan satwa-satwa tersebut berawal dari saat Satuan Polisi Lalu Lintas (Polantas) Polres Boalemo tengah melakukan razia kendaraan di di depan Mako Polres Boalemo. Saat  Polisi mencoba memberhentikan sejumlah kendaraan yang tengah melewati jalan tersebut, ada satu kendaraan minibus jenis Avanza bernomor Polisi DD 1037 RR dari dari arah Sulawesi Tengah yang sangat dicurigai gerak geriknya.

Pasalnya, saat polisi sedang memberhentikan mobil tersebut, supirnya langsung mencoba untuk memutar balik guna menghindari dari operasi tersebut. Karena polisi sigap, mobil yang dicurigai itu, berhasil dicegat dan diberhentikan. Saat diberhentikan, polisi memeriksa seluruh kelengkapan surat kendaraan dan membuka seluruh barang bawaan.

Alhasil, Polisi mendapati sejumlah boks dan karung yang berisi sejumlah satwa-satwa termasuk satwa yang dilindungi serta ada sejumlah minuman dan makan hewan. Dengan adanya temuan itu, tak menunggu waktu lama, polisi langsung mengamankan mobil tersebut ke ke Mako Polres Boalemo untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.

Kapolres Boalemo, AKBP Dadang Wijaya mengatakan, mobil jenis Avanza bernomor Polisi DD 1037 RR itu dari Kota Makassar, Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel). Katanya, mobil tersebut mengikuti jalur darat dari arah Makassar, Palu, Marisa, Gorontalo dan hendak ke Manado, Sulawesi Utara (Sulut). Pemilik mobil tersebut juga tidak mampu menunjukkan dokumen lengkap terkait kepemilikan satwa yang diangkutnya.

“Kita langsung kaget saat melakukan pemeriksaan di mobil tersebut, karena ada beberapa satwa yang dilindungi, salah satunya adalah 1 ekor anak orangutan yang sangat dilindungi. Sehingga kita langsung mengamankan mobil itu dan langsung menghubungi pihak Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA),” kata Dadang Wijaya awal Juni lalu

Owa Jawa yang sedang dikurung dan berhasil diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay
Owa Jawa yang sedang dikurung dan berhasil diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay

Berdasarkan Kartu Identitas Penduduk (KTP), kata Dadang Wijaya, yang membawa satwa-satwa tersebut ada dua orang, yaitu bernama Wahyu Fajar (31) dan Ibrahim (26. Keduanya merupakan warga Kota Makassar, Sulawesi Selatan. Ia bilang, dua orang itu mengaku sebagai kurir yang dibayar sebesar Rp4,5 juta per orang untuk mengantarkan barang tersebut dari Kota Makassar menuju Manado, Sulawesi Utara (Sulut) melalui daratan Gorontalo.

“Pembayaran upah pengiriman satwa itu tidak diberikan sepenuhnya. Mereka baru dibayar Rp2,5 juta saja, dan ketika satwa-satwa itu sampai ke Manado, sisah bayaran pengantaran akan diberikan semuanya,” kata jelasnya

Menariknya, kata Dadang, keduanya mengaku jika yang meminta mereka mengantar satwa-satwa itu adalah tetangga mereka sendiri. Kepercayaan itulah yang dipegang, jika tidak mungkin tetangga sendiri mencelakai mereka berdua. Mereka juga mengaku tidak mengetahui satwa-satwa yang dibawahnya itu dilarang untuk diperjualbelikan. Mereka merasa menyesal melakukan hal tersebut.

“Walaupun begitu, kita tetap akan melakukan pendalaman untuk menelusuri kasus penyelundupan perdagangan satwa ini. Satwa-satwa itu juga langsung kita serahkan ke ke pihak BKSDA Wilayah II Gorontalo, untuk ditindaklanjuti. Sebab, semua satwa itu ada yang stress dan satu kera kecil yang mengalami luka di kakinya,” ucapnya

Kepala BKSDA Sulawesi Utara melalui Kepala Seksi Wilayah II Gorontalo, Sjamsudin Hadju mengatakan, setelah menerima satwa-satwa yang berhasil di gagal oleh Polres Boalemo, pihaknya langsung melakukan pemeriksaan kesehatan yang dibantu oleh 5 orang dokter hewan yang ada di Gorontalo. Pasalnya, 1 eko owa mengalami luka di bagian kakinya yang harus dilakukan perawatan khusus.

Setelah itu, kata Sjamsudin, kasus ini diambil alih oleh Polres Boalemo untuk dilakukan penyidikan. Setelah proses  penyelidikan, semua satwa-satwa itu akan dikirim ke BKSDA Sulut untuk ditangani lebih lanjut. Katanya, Pusat Penyelamatan Satwa Tasikoki (PPST) akan membantu pihaknya untuk melakukan perawatan kepada satwa-satwa tersebut selama proses penyidikan.

Owa Jawa yang diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay
Owa Jawa yang diamankan petugas saat razia kedaraan di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay

Akan Dikirim ke Philipina

Sjamsudin Hadju menduga kuat bahwa satwa-satwa ini berasal dari wilayah Kalimantan yang di transitkan ke Makassar, Palu, Marisa, Gorontalo dan hendak ke Manado. Pasalnya, dari satwa-satwa yang berhasil digagalkan itu, tidak ada yang endemik Sulawesi. Ia juga menduga semua satwa itu akan dikirim ke negara Philipina melalui melalui pelabuhan Sulut.

“Dugaan kuat, semua satwa ini akan dikirim ke negara Filipina melalui pelabuhan Sulut. Sebab, pernah ada kasus yang sama terjadi beberapa tahun belakangan,” Sjamsudin Hadju bahwa kepada Mongabay, awal Juni lalu.

Sjamsudin berharap polisi yang sedang menangani masalah penyelundupan perdagangan satwa ini, bisa menelusuri lebih dalam serta bisa menangkap pelaku utama dalam kasus ini. Ia bilang, kasus perdagangan satwa ini merupakan kasus yang sangat merugikan negara karena bisa mempercepat kepunahan satwa-satwa yang dilindungi termasuk satwa endemik.

Apalagi, anak orangutan, owa, Siamang, dan lutung yang berhasil diselamatkan dari penyelundupan perdagangan satwa itu merupakan salah satu satwa yang paling dilindungi berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan dan Satwa Dilindungi.

Menurut Lembaga Konservasi Dunia [IUCN], orangutan masuk dalam status kritis atau satu langkah menuju kepunahan di alam liar. Sementara, Owa, Siamang, dan lutung juga masuk ke dalam status Rentan (Vu, Vulnerable) di daftar merah IUCN dan Appendix 2 di CITES. Sjamsudin bilang, perlu ada kerjasama antar pihak untuk menangkal perdagangan satwa ini guna menjaga kelestarian populasinya agar tidak punah.

“Harus ada upaya untuk memaksimal dalam mencegah terjadi eksploitasi ilegal satwa dilindungi, dengan melakukan kerja bersama antara semua pihak, khususnya Kalimantan, Makassar, Palu, Gorontalo dan Manado yang menjadi jalur perdagangan satwa yang kemarin berhasil digagalkan itu. Pintu perdagangan dalam negeri maupun keluar negeri juga harus dijaga ketat,” jelasnya

Orangutan yang disita Mei 2022 di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia
Orangutan yang disita Mei 2022 di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

Sjamsudin menjelaskan, jika terbukti dua yang kurir itu benar-benar dengan sengaja melakukan perdagangan satwa, maka keduanya bisa dijerat pasal 21 ayat (2) juncto pasal 40 ayat (2) UU No.5/1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.

Dalam undang-undang itu dijelaskan, “Setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut, memperniagakan satwa-satwa dilindungi dan bagian-bagiannya, dapat diancam hukuman 5 tahun penjara dan denda Rp100 juta.”

“Kami juga menghimbau kepada seluruh masyarakat juga membantu kami dalam menindak eksploitasi ilegal satwa ini. Jika ada hal serupa yang dicurigai melakukan perdagangan satwa, harus segera dilaporkan ke kita,” ucapnya

Harus Segera Dilepas

drh. Feny Reny Rimporok [Veteriner Ahli Madya] berharap satwa-satwa yang berhasil digagalkan oleh polisi itu, harus segera dilepaskan ke habitatnya. Menurutnya, tingkat stres yang ditimbulkan oleh sejumlah satwa itu tidak bisa di dipresentasikan dengan angka. Hal tersebut akan mempengaruhi kelangsungan hidup mereka.

drh Feny bilang, pola hidup satwa-satwa tersebut sudah terbiasa dengan aman bebas. Jika mereka terus menerus dikurung dalam kerangkeng besi, maka satwa-satwa itu akan mengalami stres dan depresi lama kelamaan mati. Katanya, perlu ada tindakan cepat untuk melepaskan kembali satwa itu ke alam bebas.

“Satwa-satwa itu hidup aslinya di dalam bebas, jika mereka dikurung terus dalam kerangkeng besi, akan berdampak kepada kehidupan mereka,” kata drh. Feny Reny Rimporok kepada Mongabay, 8 Juni lalu

Tak hanya itu, kata drh. Feny, penyakit seperti Salmonella, gangguan fungsi otak hingga tuberculosis, akan mengancam satwa-satwa tersebut jika daya tahan tubuh mereka menurun akibat stres dengan lingkungan yang tak bebas seperti itu.

Orangutan yang disita Mei 2022 di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia
Orangutan yang disita Mei 2022 di Gorontalo. Foto: Sarjan Lahay/ Mongabay Indonesia

Menurutnya, walaupun makanan yang diberikan oleh manusia cukup berlimpah, tidak bisa merubah kebiasaan mereka yang hidup di alam bebas. Habitat aslinya, mereka menghabiskan waktunya sehari-hari untuk mencari makan, membuat sarang, bercengkrama dengan satwa lainnya, menghindari predator dan mempertahankan wilayah.

“Satwa-satwa itu terbiasa dengan mencari makan sendiri karena mereka berada di alam bebas yang tidak membuat stress. Berbeda dengan manusia yang terus memberikan makan kepada mereka, tapi disisi lain, mereka terus dikandangkan dan tidak merasa bebas,” ucapnya

Meski begitu, ia sangat mendukung penuh proses penyidikan yang dilakukan oleh Polres Boalemo dalam membongkar jaringan perdagangan satwa. Tapi, ia berharap proses penyidikan itu, tidak membatasi dan memberikan dampak buruk kepada kebebasan serta kesehatan kepada satwa yang menjadi korban dari kasus tersebut.

Ia menyarankan, penyidik segera mengambil sampel serta bukti-bukti yang bisa mendukung penyidikan, dan satwa-satwa itu segera dibebaskan. Tinggal saksi-saksi ahli yang digunakan untuk memberikan pandangan secara  komprehensif kepada pengadilan dalam menyelesaikan kasus ini. Katanya, jika menunggu selesai proses penyidikan, satwa-satwa ini keburu kehilangan nyawanya.

“Melepas mereka kembali ke habitatnya merupakan perlindungan utama yang harus kita lakukan untuk menjaga kelestariannya,” pungkasnya.

Sarjan Lahay adalah jurnalis lepas di Pulau Sulawesi, tepatnya di Gorontalo. Ia sangat tertarik dengan isu lingkungan dan perubahan iklim. Ia juga sering menerima berbagai beasiswa liputan, baik dalam negeri maupun luar negeri untuk menceritakan berbagai macam isu dampak perubahan iklim, kerusakan lingkungan yang dilakukan industri ekstraktif, hingga cerita masyarakat adat yang terus terpinggirkan. Sejak 2019, Sarjan terjun ke dunia jurnalistik, dan pada Tahun 2021 hingga sekarang menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia.