- Sampah di Kota Gorontalo makin meningkat tetapi pengelolaan minim. Dari sampah 140 ton per hari, hanya 70 ton diangkat Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo ke TPA Regional Talumelito, Gorontalo. Sisanya, sekitar 70 ton, dibiarkan begitu saja dan tak terkelola baik, akhirnya berisiko berdampak buruk terhadap lingkungan hidup.
- Surya Cono, Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Selayar sejak 2020, memanfaatkan Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) yang tak dikelola di Kota Gorontalo. Sampah-sampah dipilah, kemudian disalurkan ke yang mau membeli untuk daur ulang.
- Mirisnya lagi banyak TPS3R tak terkelola. Sejak 2016, TPS3R yang dibangun bertahap sudah ada 10 TPS3R, hanya dua yang berfungsi, karena tak ada anggaran.
- Penanganan sampah, harus komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir. Harusnya, pemerintah juga memperhatikan hal-hal kecil yang dapat memicu timbunan sampah. Satu contoh, larangan penggunaan kemasan atau wadah plastik sekali pakai di lingkungan pegawai negeri.
Surya Cono tengah sibuk memilah sampah plastik yang bisa didaur ulang di Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) yang terletak di Kelurahan Pulubala, Kecamatan Kota Tengah, Kota Gorontalo. Pekerjaan itu dilakukannya setiap hari, dari 07.30 WITA pagi hingga pukul 16.00 WITA sore hari.
“Sampah-sampah ini kita harus pisahkan. Ada sampah kertas, sampah besi, hingga sampah plastik yang bisa didaur ulang. Ini yang saya lakukan setiap hari,” kata Surya Cono kepada Mongabay akhir Juni lalu.
Lelaki berumur 51 tahun merupakan Ketua Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) Selayar yang mengelola TPS3R. Sejak awal tahun 2020, ia bersama dua orang rekannya meminta ke Pemerintah Kelurahan dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo untuk mengelola tempat tersebut agar lebih bermanfaat.
Pasalnya, TPS3R tersebut awalnya tidak ada yang mengurus dan hanya terbiar begitu saja. Padahal, katanya, tempat pengelola sampah tersebut memiliki fasilitasi yang baik dan dapat meningkatkan perekonomian masyarakat sekitar jika dikelola dengan baik. Kepedulian terhadap lingkungan turut menjadi faktor utama ia mau mengelola tempat itu.
“Sampah plastik ini merupakan sampah yang sangat sulit untuk dikendalikan, karena sangat sulit terurai. Sehingganya perlu didaur ulang untuk dijadikan sebagai bahan yang memiliki nilai ekonomis,” jelasnya
Bermodal belajar mengelola sampah di salah satu perusahaan kertas di Kota Bekasi, Provinsi Jawa Barat, Surya terlihat sangat paham memanajemen TPS3R. Ia membeli sampah plastik setiap kilogram dengan harga Rp1,500 ribuan kepada pemulung. Setelah diurai, sampah tersebut dikirim ke Surabaya dengan harga jual Rp7,000 ribuan per kilogram.
Setiap 40 hari, dirinya bisa mengirim sebanyak 12 ton ke Surabaya, dan bisa mendapatkan pendapatan bersih sekitar Rp 25 juta per sekali kirim. Menurutnya, pendapatan itu bisa menopang operasional TPS3R, tanpa bantuan dari pemerintah. Ia bilang, sampah memiliki nilai ekonomis yang cukup tinggi jika dikelola dengan baik, dan itu yang tidak diketahui kebanyakan orang.
Meski begitu, Surya mengaku menyaksikan perkembangkan sampah Kota Gorontalo yang semakin hari mengalami peningkatan. Biasanya, ada sekitar 50 kilogram dalam sehari, kini bisa mencapai 1 ton dalam sehari sampah plastik yang masuk di TPS3R yang dikelolanya. Ia bilang, semakin banyak sampah yang masuk di TPS3R, itu bisa membuktikan pengelolaan sampah di Kota Gorontalo belum maksimal.
“Walaupun saya bisa mendapatkan pendapatan lebih banyak saat sampah meningkat, tapi tidak sebanding dengan kerusakan lingkungan yang terjadi akibat sampah. Ketika sampah semakin banyak, itu sangat berbahaya untuk kita semua, karena bisa mengancam kesehatan. Itu yang harus diwaspadai,” jelasnya
Kekhawatiran Surya sebenarnya sudah diakomodir dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang memberikan hak kepada setiap orang untuk mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat. Amanat Undang-Undang Dasar tersebut memberikan konsekuensi bahwa pemerintah wajib memberikan pelayanan publik dalam pengelolaan sampah.
Namun, pengelolaan sampah bukan hanya tanggung jawab pemerintah semata, melainkan tanggung jawab seluruh masyarakat yang ada dalam suatu daerah.
Ironisnya, sebagian besar masyarakat masih memandang sampah sebagai barang sisa yang tidak berguna, bukan sebagai sumberdaya yang memiliki manfaat dan nilai ekonomis. Paradigma pengelolaan sampah masih terbatas pada siklus pengumpulan sampah, diangkut dan dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir.
Bagaimana Sampah di Kota Gorontalo?
Data dari Dokumen Jakstrada (Kebijakan dan Strategi Daerah Pengelolaan Sampah Rumah Tangga) Kota Gorontalo tahun 2018, Kota Gorontalo menjadi salah satu daerah penyumbang sampah terbesar di Provinsi Gorontalo. Data Sistem Informasi Pengelolaan Sampah Nasional menunjukkan produksi sampah di Kota Gorontalo mencapai 140 ton per hari.
Sayangnya, dari 140 ton per hari itu, hanya sekitar 70 ton yang mampu diangkat Dinas Lingkungan Hidup Kota Gorontalo ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Talumelito Provinsi Gorontalo. Sisanya atau sekitar 70 ton, dibiarkan begitu saja dan tidak bisa dikelolah dengan baik, yang akhirnya bisa memberikan dampak buruk terhadap lingkungan.
Sumber sampah di Kota Gorontalo itu terdiri dari 37,13% sampah rumah tangga, 24,27% sampah perkantoran, 14,28% sampah dari perniagaan, 14,28% sampah dari pasar, 7,14% sampah dari fasilitas publik, 2,86% sampah dari kawasan, 0,04 sampah lainnya.
Sementara, Komposisi sampah di Kota Gorontalo terdiri dari 21% sampah sisa makanan, 215% sampah kayu/ranting, 10% sampah kertas/karbon, 35% sampah plastik, 10% sampah logam, 5% sampah kain, 2% sampah karet/kulit, dan 2% sampah kaca.
Pemerintah Kota Gorontalo sebenarnya sudah membuat Peraturan Daerah (Perda) Kota Gorontalo Nomor 12 Tahun 2017 tentang pengelolaan sampah. Dalam Perda itu, khususnya di Pasal 3 BAB II menjelaskan secara jelas tujuan dibuatnya aturan tersebut adalah untuk menjamin terselenggarannya pengelolaan sampah yang berkelanjutan dan berwawasan lingkungan.
Selain itu, aturan itu juga bertujuan untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, kualitas lingkungan, dan menjadikan sampah sebagai sumber daya yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
Mirisnya, dalam dokumen Jakstrada, hanya 16% sampah yang dikelola masyarakat dengan cara dipilih sedangkan sisanya 84% hanya dibiarkan begitu yang berpotensi mencemari lingkungan. Lebih parahnya lagi, dari 10 Tempat Pengelolaan Sampah Reuse, Reduce, dan Recycle (TPS3R) di Kota Gorontalo yang menjadi tempat pemilahan sampah plastik untuk didaur ulang, hanya 2 hanya berfungsi. Sisanya, terbiar begitu saja.
“Sejak dari tahun 2016, TPS3R di bangaun secara beransur-ansur hingga sekarang menjadi 10 TPS3R. Namun, dari 10 TPS3R, hanya 2 yang berfungsi, karena tidak ada anggaran yang mendanai pengelolaanya,” kata Walik Ali, Kepala Bidang Limbah Domestik, DLH Kota Gorontalo kepada Mongabay akhir Juni lalu.
TPS3R yang aktif beroperasi itu berada di Kelurahan Pulubala, dan Kelurahan Wongkaditi Timur. Sementara, TPS3R yang tidak aktif beroperasi yaitu berada di Kelurahan Tapa, Moodu, Dembe I, Donggala, Buladu, Tuladenggi, Leato Selatan, dan Kelurahan Bulotadaa Barat. Walik Ali bilang, itu salah satu menjadi penyebab sampah di Kota Gorontalo belum dikelola dengan baik.
Akibat tidak aktifnya sejumlah TPS3R di Kota Gorontalo ternyata ikut memberikan dampak terhadap pengelolaan sampah Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Regional Talumelito Provinsi Gorontalo. Pasalnya, Kota Gorontalo penyumbang sampah terbesar di TPA. Sayangnya, sampah-sampah tersebut ditemukan masih tidak terpilah antara sampah organik, anorganik, dan non organik.
Marten Jusuf, Kepala UPTD TPA Regional Talumelito Provinsi Gorontalo mengatakan, jika pengelolaan sampah di Kota Gorontalo tidak dibenahi untuk menjadi lebih baik, akan mempengaruhi umur dan kapasitas tempat penampungan sampah yang ada di TPA. Misalnya, tempat penampungan sampah yang direncanakan digunakan sampai 7 tahun, bisa berkurang menjadi 3 tahun akibat sampah dari Kota Gorontalo tidak ada pemilahan.
Setiap bulan, Kota Gorontalo bisa menyumbang sampah rapat-rapat 2,000 sampai 2,200 ton ke TPA dengan mengeluarkan anggaran sekitar Rp100 juta hingga Rp 125 juta. Dalam setahun, Kota Gorontalo bisa menyumbang sampah sebesar 24,512 ton ke TPA dengan mengeluarkan anggaran sekitar Rp1,3 Miliar. Marten bilang, semakin banyak sampah yang masuk, maka akan memperburuk kondisi TPA.
“Sehingga, kita berharap seluruh TPS3R di Kota Gorontalo bisa diaktifkan agar terjadi pemilahan sampah. Hal itu juga untuk menjaga kapasitas penampungan sampah agar bisa digunakan sesuai dengan perencanaan,” kata Marten Jusuf kepada Mongabay pada Mei lalu.
Darurat Sampah
Moh. Rifaldy Happy, Peneliti Department of Ekologi and Disaster Management, Institute for Humanities and Development Studies (InHIDES) mengatakan sampah di Kota Gorontalo bisa disebut sudah termasuk level darurat. Produksi sampah 140 ton setiap hari dan hanya sekitar 70 ton yang bisa diangkut, dapat menjadi barometer kuat atas hipotesisnya soal Kota Gorontalo darurat sampah.
Moh. Rifaldy membayangkan, jika kondisi sampah di Kota Gorontalo tetap seperti itu atau ada 70 ton tiap hari yang tidak diangkut dan dikelola, maka dalam satu tahun ada 25,550 ton sampah yang tidak dikelola. Menurutnya, itu bisa membahayakan lingkungan dan membahayakan kesehatan seluruh masyarakat Kota Gorontalo.
Pasalnya, kata Moh. Rifaldy, timbunan sampah organik dalam volume yang besar dan berlangsung secara terus menerus akan menghasilkan gas metan [CH4] yang dapat meningkatkan emisi rumah kaca dan memberikan kontribusi pada tingginya pemanasan global. Selain itu, sampah anorganik memerlukan waktu yang sangat lama untuk terurai sehingga sangat berpotensi terhadap tingginya pencemaran air dan tanah.
Pengelolaan sampah perlu dilaksanakan dengan menitik beratkan pada penanganan dan pengurangan. Penanganan sampah meliputi pemilahan, pengumpulan, pengangkutan, pengolahan dan pemrosesan akhir. Sedangkan pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan, penggunaan kembali, dan daur ulang.
“Namun, itu masih belum sepenuhnya dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Gorontalo. Bahkan, coba kita lihat saja setiap kegiatan Pemerintah Kota Gorontalo masih menggunakan peralatan sekali pakai. Misalnya, minuman kemasan plastik sekali pakai yang sangat sulit terurai,” kata Moh. Rifaldy Happy kepada Mongabay akhir Juni lalu.
Moh. Rifaldy menjelaskan sampah merupakan permasalahan yang harus ditangani secara komprehensif dan terpadu dari hulu ke hilir agar dapat memberikan manfaat baik dari segi kesehatan, keamanan, perilaku masyarakat dan ekonomi. Harusnya, katanya, Pemerintah Kota Gorontalo juga memperhatikan hal-hal kecil yang dapat memicu timbunan sampah.
“Saya berharap ada Peraturan Wali Kota Gorontalo yang mengatur soal penggunaan sampah sekali pakai atau seluruh ASN diminta menggunakan tumbler yang merupakan wadah minuman yang bisa menggantikan minuman kemasan plastik yang sekali pakai,” kata Moh. Rifaldy yang juga merupakan alumni Magister Kependudukan dan Lingkungan Hidup, Universitas Negeri Gorontalo (UNG).
Selain itu, Moh. Rifaldy mendorong harus ada peraturan petunjuk teknis dari Peraturan Daerah Kota Gorontalo Nomor Tahun 2017 tentang Pengelolaan Sampah yang mengatur secara rinci dan detail tentang penerapan sanksi, insentif dan disinsentif kepada stakeholder di Kota Gorontalo dalam pengelolaan sampah khususnya dalam hal pembatasan/pengurangan timbulan sampah plastik.
Pemerintah Kota Gorontalo juga diminta harus membuat forum atau lembaga koordinasi antara organisasi perangkat daerah (OPD), akademisi, masyarakat dan aparat penegak hukum dalam pengelolaan sampah yang diatur melalui keputusan Walikota Gorontalo.
Tak hanya itu, ia juga meminta Pemerintah Kota Gorontalo harus membentuk fasilitator dan kader lingkungan di setiap Kelurahan, serta harus melibatkan peran organisasi kemasyarakatan, pemerhati lingkungan, tokoh masyarakat. Program pengelolaan sampah juga harus ditingkatkan
“Harus ditingkatkan juga sumber daya manusia (SDM) yang memiliki kompetensi pemanfaatan teknologi tepat guna dalam pengelolaan sampah. Kesadaran dan kepedulian masyarakat dalam melakukan upaya pemilahan dan pengurangan dari tingkat sumber timbulan juga harus ditingkatkan,” ucapnya
Permasalahanya apa?
Andris Amir, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Gorontalo tak menepis masalah pengelolaan sampah yang baik kurang baik di Kota Gorontalo. Ia bilang, infrastruktur dan anggaran yang masih minim menjadi salah satu faktor utama masalah sampah belum teratasi secara penuh dengan baik.
Andris Amir mengaku pihaknya sudah membuat skenario solusi untuk menangani permasalah sampah. Pertama, perlu ada peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) terhadap petugas sampah untuk meningkatkan dukung dalam pengelolaan sampah. Manajerial dan operasional pengelolaan sampah juga turut harus ditingkatkan.
Data DLH Kota Gorontalo menunjukkan, total petugas pengolah sampah ada sebanyak 314 orang yang terdiri dari; 30 orang sopir mobil, 22 orang sopir getor, 100 orang pengakut sampah ke mobil, 22 orang pengakut getor, dan 16 orang petugas saluran. Ada juga petugas pemangkas bahu jalan, penyapu, pembawa gerobak, petugas kebersihan landasan, pengawas, petugas check point dan petugas kebersihan sentral.
“SDM ini terus bertambah seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk di Kota Gorontalo. Petugas sampah di DLH Kota Gorontalo saat ini terus bekerja, bahkan ditambah jam kerja mereka meski anggaran untuk upah mereka sangat terbatas,” Andris Amir dari rilis yang diterima oleh Mongabay
Andris Amir bilang, untuk mendorong pengelolaan sampah menjadi baik, perlu ada penambahan upah bagi seluruh petugas pengelola sampah. Pasalnya, pekerjaan petugas pengelola sampah cukup beresiko yang terkadang ada petugas yang mengalami kecelakaan saat bekerja yang membuat pihaknya harus berpatungan mengeluarkan uang untuk membiayai pengobatan.
Skenario solusi selanjutnya, yaitu; harus ada peningkatan anggaran khusus pendorong program pengelolaan sampah di Kota Gorontalo. Ia bilang, selama pandemi Covid-19 yang sudah terjadi kurang lebih 3 tahun, memberikan dampak buruk kepada pemenuhan anggaran di DLH Kota Gorontalo, khususnya dalam menjalankan program kegiatan pelayanan sampah. Misalnya, tidak adanya anggaran untuk pemeliharaan mobil operasional sampah.
Selanjutnya, katanya, perlu ada perhatian semua pihak dalam merespon permasalah sampah di Kota Gorontalo. Ia bilang, tanggung jawab pengelolaan sampah tidak hanya menjadi tugas dari pemerintah, namun masyarakat harus ikut andil dalam penyelesaiannya. Misalnya, masyarakat harus membentuk perilaku untuk menjaga kebersihan dan lingkungan.
“Dukungan semua unsur, baik internal Pemerintah Kota Gorontalo termasuk kelurahan dan kecamatan, serta dari external yaitu pihak swasta dan masyarakat sangat diharapkan untuk sama-sama menyelesaikan permasalahan sampah di Kota Gorontalo,” jelasnya
Wakil Wali Kota Gorontalo, Ryan Kono mengaku pihaknya sangat membutuhkan langkah-langkah strategis untuk menangani permasalahan sampah. Ia bilang, gerakan pengelolaan sampah yang dituangkan dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Gorontalo Nomor 12 Tahun 2017 tentang pengelolaan sampah harus dibangun kembali. Apalagi, jumlah penduduk di Gorontalo semakin meningkat.
Ryan mengaku pihaknya sedang melakukan pengawasan secara internal dengan melakukan pengawasan langsung kepada petugas pengelolaan sampah di lapangan. Alhasil, dirinya menemukan ada masalah kesejahteraan yang belum sepenuhnya didapatkan oleh petugas pengelolaan sampah. Meski begitu, katanya, seluruh petugas sangat bersemangat dalam menangani permasalah sampah di Kota Gorontalo.
Sementara, saat melakukan pengawasan external, dirinya masih menemukan timbunan sampah di beberapa lokasi yang ada di Kota Gorontalo. Artinya, perlu ada kesadaran bersama baik pemerintah dan seluruh masyarakat Kota Gorontalo dalam sama-sama menangani permasalahan sampah. Ia bilang, perlu ada keterlibatan stakeholder secara penuh untuk ikut andil dalam permasalah tersebut.
“Permasalah sampah, kita tidak bisa salahkan satu pihak saja, karena ini merupakan tanggungjawab bersama. Harusnya, kita ciptakan solusi-solusi menangani sampah ke depan,” kata Ryan Kono di acara rebuilding Gerakan penanganan sampah yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Gorontalo pada awal Juni lalu.
Tulisan ini pertama diterbitkan di situs Mongabay Indonesia dalam versi sudah sunting. Untuk membacanya silahkan klik di sin.
Leave a Reply
View Comments