Kopi, Sufi, Eropa dan Kita

Buat kopi yang mulai matang (Sumber foto: Pixabay.com)

Oleh: Djemi Radji – Penikmat Kopi + Susu

KONON biji kopi pertama kali ditemukan pada abad ke – 9, dan hanya tumbuh di dataran tinggi Ethiopia. Menurut sejarah dan para ilmuan islam, orang pertama menikmati dan membudidayakan kopi adalah bangsa Arab, Yaman. Kopi atau “al-qahwa” yang berarti kekuatan. Kopi mengandung kafein yang dapat meningkatkan stamina. Tubuh terasa berenergi dan membuat otak dapat berpikir lebih jernih.

Tak jelas siapa penemu kopi sebenarnya, beberapa literatur menyebut, penemu kopi sebenarnya adalah pengembala kambing bernama Khaldi di Kaffa, Etiopia, yang hidup sekitar abad ke- 99 masehi. Ada pula sejarawan islam menyebut, seorang pengamal tarekat Syadzili. Hal tersebut juga diperkuat dengan beberapa literatur, bahwa penemu kopi sebenarnya bernama Syekh Ali Abu Hasan Bin Umar as Syadzili. Syekh Ali kala itu menjadikan rebusan kopi sebagai obat penyakit kulit dan obatan-obatan lainya.

Tradisi minum kopi bisa kita lacak pada sebuah komunitas sufi di Yaman. Ritual minum kopi sambil diiringi bacaan ratib dengan menyebut “Ya Qawi” sebanyak 116 kali. Kopi bagi para sufi sebagai sumber dari segala kekuatan spiritual. Nasirul Haq (2015) mendedah kitab Umudutus shofwah fi hukmil Qohwa, ada banyak tradisi minum kopi khas para ulama-ulama sufi. 

Sebuah telusuran mendalam Nasirul Haq pada sebuah kitab tersebut mengungkapkan, beberapa ulama sufi turut memproduksi fatwa mengenai kegunaan minum kopi dan kebolehannya. Pada masa itu, menyeruput kopi merupakan salah satu ritual menghormati para penemu, yang tak lain adalah Syekh Ali Hasan Bin Umar As Syadzili.

Nasirul Haq juga menyebutkan beberapa ulama sufi telah merumuskan tentang khasiat dan kebolehan minum diantaranya; Syekh Zakaria Al-Anshori, Syekh Abdurrohman Bin Ziyad, Syekh Zarruq Al- Maliki Al Magribi, Syekh Abu Bakar Bin Salim Attarimi dan Syekh Abdullah Al-Haddad. Ada pula ulama sufi yang cukup popular mengarang kitab tentang kopi diantaranya; Muhammad Al-Aidrus (Risalah inusi as shofwah bin Anfusi Al-Qohwa), Al-Imam Al-Faqih, Syekh Bamakhromah (Syair Kopi). Syair ini banyak mendapat dukungan para ulama sufi saat itu.

Pun di Indonesia, Ulama-ulama seperti Al-Alamah Syekh Iksan Jampes berasal dari Kediri pun mengarang kitab (Isryadul Ikhwan fi Syurbil Qohwa wa Addukhon), dan Syekh Abdul Qodir Bin Syekh mengarang kitab (Shofwatu As Shofwah fi Bayan hukmil Qohwah). Kopi bagi kaum sufi merupakan minuman untuk mendekatkan diri kepada sang pencipta, Allah Swt. Kopi berkhasiat baik untuk peningkatan spiritual. Kopi adalah teman berzikir para sufi semalam suntuk. Kopi bagi kaum sufi adalah petunjuk untuk mendekatkan diri kepada Allah Swt.

Kini, kopi tidak hanya minuman para sufi. Siapa pun bisa menyeruputnya. Kopi adalah sahabat terbaik dikala sendiri. Dalam sebuah kitab Tarikh Ibnu Toyyib disebutkan, “Qohwah (Kopi) adalah penghilang kegalauan kaum muda, senikmat-nikmatnya keinginan bagi kalian yang sedang menimba ilmu. Kopi merupakan minuman orang yang dekat kepada Allah Swt, didalamnya ada kesembuhan bagi mereka pencari hikmah diantara kalian. Kopi di haramkan bagi orang tidak tahu dan mengatakan keharamannya dengan kerasa kepala.

Kopi di Eropa

Kopi menyebar ke Eropa utara, tepatnya di negeri kincir angin, Belanda. Negara ini menjadi pemimpin pasar utama kopi di dunia. Keberhasilan Belanda tak lain berkat negeri jajahan mereka, termasuk Indonesia. Tanah Indonesia cocok untuk pembudidayaan kopi. Awalnya, produsen kopi dunia adalah bangsa arab-yaman dan perlahan Belanda menggesernya.

Kala itu, sejarah kopi bisa dikatakan sejarah perbudakan. Semakin banyak produksi kopi, maka semakin banyak pula buruh kerja dibutuhkan. Terjadi perbudakan masal secara paksa. Pada puncaknya terjadi pengiriman jutaan para pekerja dari Afrika ke berbagai penjuru untuk memenuhi kebutuhan pasar. Kopi sangat identik dengan perbudakan saat itu. Seiring berjalannya waktu, kopi menjelma menjadi komoditi pasar dan banyak dicari manusia seantero dunia. Bahkan sampai detik ini, banyak dari kita-manusia mengkultuskan kopi sebagai kawan sepi maupun meningkatkan produktivitas

Dilansir dari kopidewa.com, di dunia hanya mengenal dua jenis kopi. Kopi arabika dan Robusta. Kopi di dunia dibuat dengan bahan dasar dua jenis kopi ini. Biji kopi arabika berasal dari Etiopia dan Robusta berasal dari Kongo. Kedua jenis kopi ini berasal dari benua yang sama. Keduanya punya keunggulan masing-masing. Bagi penikmat kopi yang membutuhkan kafein lebih tinggi dengan rasa pahit, akan memilih Robusta. Sementara untuk berkafein rendah dan rasa asam, akan memilih kopi arabika.

Eropa Menentang Kopi

Kesuksesan budidaya kopi oleh Belanda barulah di tahun 1711. Kopi berhasil ditanam dan di ekspor dari pulau Jawa ke benua Eropa melalui perusahaan Belanda, VOC. Selama 10 tahun, budidaya kopi di Batavia semakin berkembang pesat dan sukses memberikan keuntungan besar bagi Belanda.

Setelah sukses di Batavia, nalar monopoli Belanda tak sampai disitu, hal ini  dibuktikan dengan perluasan-perluasan produksi kopi di beberapa daerah di Indonesia. Mulai dari Sumatra Utara, Aceh, Bali, Prenger, Jawa Barat, Sulawesi, dan Papua. Hampir semua kopi di Indonesia ditanam di dataran tinggi dan tingkat kesuburan tanah serta cuaca yang baik. Inilah sebabnya, produksi kopi di Indonesia berhasil menciptakan berbagai jenis Kopi Indonesia berkualitas terbaik di dunia.

Kopi sampai ke benua eropa adalah hasil pengelana dan para pedagang Yaman yang sekaligus melakukan perjalanan syiar. Pada abad 15, minuman kopi telah masuk dan diterima negeri Turki pada masa kekhalifahan Ottoman. Di masa ini, dibangun kedai kopi pertama di dunia yang bernama Kiva Han pada tahun 1475 Masehi.

Saat memasuki negara-negara Eropa, kopi sempat ditentang karena dianggap sebagai ‘minuman Islam’, dan siapapun yang meminumnya akan berdosa. Perkiraan tahun 1600, pemuka Gereja mendatangi Paus Clement VIII untuk meminta fatwa keharaman kopi. Hal ini menggambarkan bahwa bangsa Eropa saat itu belum mengenal khasiat kopi.

Menurut Linda Civitello dalam Cuisine and culture: A History of Food and People, pada tahun 1679, sejumlah dokter di Prancis membuat catatan buruk tentang kopi. Kopi membuat orang tidak lagi suka Wine (Minuman beralkohol). Catatan lain menyebutkan, bahwa kopi menyebabkan penikmatnya bisa letih, tidak bergairah. Kopi menimbulkan hal buruk pada otak manusia, menggerogoti fungsi tubuh serta biang keladi impotensi.

Di Jerman, popularitas kopi dianggap mengganggu penguasa, Frederick the Great. Pada tahun 1777, sang penguasa tersebut mengeluarkan manifesto anti kopi dan mendukung minuman tradisional Jerman. Negeri ini dikenal dengan minum khas tradisional, Bir. Frederick menyatakan bahwa kopi punya implikasi buruk terhadap ekonomi Jerman. Menurutnya, dengan meningkatnya kuantitas produksi kopi, yang dikonsumsi rakyatnya, akan banyak pula uang keluar dari Negeri itu. Sementara di Inggris, penguasa King George II memusuhi kopi lantaran orang-orang berkumpul di kedai-kedai kopi kerap mengolok-olok dirinya.

Namun perlahan  minuman kafein mulai diterima dan dikonsumsi oleh masyarakat Eropa. Bahkan, tempat yang menjual kopi disebut sebagai “pusat pencerahan”. Kopi menjadi teman diskusi para politisi, filsuf, birokrat, dan lainnya. Kopi diyakini melahirkan banyak ide-ide brilian.

Kopi di Indonesia

Kopi di Indonesia ada sejak tahun 1696, ketika Belanda membawa kopi dari Malabar ke Jawa. Belanda membudidayakan tanaman kopi di Kedawung, sebuah perkebunan terletak dekat Batavia (Jakarta saat ini). Budidaya kopi ini gagal disebabkan karena tanaman tersebut rusak akibat gempa bumi dan banjir.

Indonesia negara penghasil kopi terbaik dunia. Sejak itu, kopi dibawa ke Indonesia pada abad ke 17 oleh Belanda, yang saat itu tengah menjajah bangsa ini. Wajar di negeri Belanda, kopi sangat sulit dikembangkan karena faktor cuaca yang tak mendukung. Jenis kopi pernah dikirim Gubernur Belanda di Malabar yakni jenis kopi Arabika yang berasal dari Yaman. Kopi tersebut dikirim untuk Gubernur  Belanda di Batavia (1696).

Sejak tahu khasiat kopi, dan nalar monopoli Eropa menguat, bangsa eropa mulai menggeser dominasi bangsa Arab-Yaman dalam memproduksi kopi secara massal. Pada masa itu, Eropa mulai mengembangkan perkebunan kopi sendiri. Awalnya mereka mengembangkannya di Eropa, namun iklim di sana tidak cocok untuk tanaman kopi. Kemudian mereka mencoba membudidayakan tanaman tersebut di daerah jajahannya yang tersebar di berbagai penjuru dunia, termasuk Indonesia.

Dikutip pada halaman Jurnal Bumi, salah satu pusat produksi kopi dunia ada di pulau Jawa yang dikembangkan bangsa Belanda. Pada masa itu, produksi kopi dari pula Jawa pernah mendominasi pasar kopi dunia. Ada istilah sangat populer dan barangkali kita pernah mendengar ada sebuah istilah “Secangkir Jawa” (Cup of Java). Para sejarawan kopi mencatat, rasa dan kualitas kopi jawa terbaik di dunia hingga abad ke 19.

*Penulis merupakan pemerhati lingkungan, dan juga merupakan kordinator GUSDURian Gorontalo. Tulisan ini opini penulis.