Keberadaan Gorontalo Minerals Ancam Kerusakan Lingkungan?

Pemukiman Warga yang masuk dalam izin Kontrak Karya PT. Gorontalo Minerals. (Foto: Sarjan Lahay)
  • Warga Bone Bolango, seperti di Kecamatana Bone Raya, khawatir akan kehadiran tambang emas PT Gorontalo Minerals. Mereka khawatir, tambang bakal makin merusak lingkungan hidup sekitar dan menimbulkan risiko bencana lebih parah di daerah mereka.
  • Banjir bandang di Bone Raya, tahun lalu jadi pengalaman buruk. Banjir bandang dan longsor menelan korban jiwa dan harta benda mereka. Mereka tak bisa membayangkan kalau nanti perusahaan tambang beroperasi penuh menggali hutan dan lahan, ancaman bencana bisa lebih buruk.
  • Merah Johansyah, Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mengatakan, keberadaan GM akan mengancam lingkungan hidup dan masyarakat Bone Bolango. Kehadiran perusahaan tambang akan mengancam kawasan pemukiman, sumber air, pertanian, maupun perikanan.
  • Adhan Dambea, anggota DPRD Gorontalo, sejak lama menolak perusahaan tambang ini. Dia bilang, perusahaan tambang akan membawa bencana dan menenggelamkan Gorontalo kalau beroperasi. Dia meminta, pemerintah provinsi evaluasi perusahaan tambang yang mulai operasi produksi ini. Pemerintah Gorontalo harus memikirkan petani-petani di sekitar wilayah pertambangan. Karena yang paling terdampak petani.

***

Sumanti Dukalang cukup kaget, saat dirinya mendatangi kebunnya usai diterjang banjir bandang pada Senin [7/9/2020] lalu. Tanaman bulanan dan tahunan habis dibawa banjir akibat sungai Tombulilato menguap karena curah hujan tinggi. Bahkan pohon-pohon yang ditanam nya sebagai penyangga air sungai, hilang dibawa banjir tanpa sisa.

“Kebun saya sudah banyak batu-batu besar akibat banjir. Tanah-tanah yang ada di kebun hancur. Saya sulit untuk menanam lagi kalau model perkebunan sudah begitu. Pohon-pohon juga habis,” kata Sumanti Dukalang kepada Mongabay Indonesia, pada Selasa [3/8/2021] lalu.

Kebun Sumanti memang tak jauh dari Sungai Tombulilato, yang merupakan salah satu sungai terbesar yang ada di Kecamatan Bone Raya. Hampir setiap tahun, banjir bandang selalu menerjang wilayah itu, seperti yang terjadi pada bulan September 2020 lalu. Sumanti bilang, banyak sekali pohon-pohon yang hanyut hingga ke pemukiman warga saat banjir bandang itu.

“Saat itu, banyak sekali pohon-pohon yang besar hanyut. Kita saya kaget, nanti itu banjir yang menurut warga sangat besar. Saat itu juga, banyak warga yang mengungsi. 5 orang meninggal dunia akibat kejadian itu, salah satu mantan suami saya” ucapnya

Menurut Sumanti, peristiwa sebagai teguran untuk seluruh masyarakat Bone Raya agar tetap menjaga lingkungan. Perempuan yang merupakan warga Desa Moopiya, Kecamatan Bone Raya, Kabupaten Bone Bolango, Gorontalo ini sangat takut jika banjir bandang terjadi lagi. Tapi ia meyakini banjir itu, bukan merupakan perbuatan manusia.

“Pasti di hulu sungai sudah ada pembabatan, jadi banjir bandang yang besar itu terjadi. Patut diduga, mungkin saja GM sudah melakukan penebangan pohon di hulu sungai itu, karena wilayah pertambangan mereka di sana,” ujarnya

Sebenarnya, dari areal Kontrak Karya GM di Blok I Tombulilato dan Blok II Molotabu yang seluas 24,995 hektare, terdapat areal berupa Kawasan Hutan seluas 17,798 hektare yang terdiri dari Hutan Lindung [HL], Hutan Produksi Terbatas [HPT], dan Hutan Produksi Tetap [HP]. Sisinya, ada 7,197 hektare merupakan Area Penggunaan Lain [APL] yang berupa lahan perkebunan dan pertanian masyarakat.

Sebagian besar dari areal kawasan hutan tersebut, yaitu seluas 14,608 hektar berada pada areal Kontrak Karya Blok I Tombulilato Komplek Sungai Mak. Sungai Mak merupakan induk dari sungai Tombulilato yang hampir setiap tahun mengalami banjir bandang.

Selanjutnya, dari luasan Kontrak Karya Blok I Tombulilato seluas 20,290 hektare yang hingga ke pemukiman 10 desa di Kecamatan Bone Raya, yang akan diprioritaskan untuk ditambang terlebih dahulu adalah pada areal batas proyek seluas 1,794,17 hektare, yaitu di Blok I Tombulilato Komplek Sungai Mak. Areal batas proyek tersebut terdiri dari Areal Penggunaan Lain [APL] seluas 190,30 hektare dan Hutan Produksi Terbatas [HPT] seluas 1,603,87 hektare.

Lokasi yang diprioritaskan itu, sudah sejak tahun 2010 dilakukan dilakukan studi kelayakan dan eksplorasi usai Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan saat itu menerbitkan Surat Keputusan [SK] bernomor SK 673/Menhut-II/2010 tentang izin pinjam kawasan untuk kegiatan eksplorasi emas dan mineral atas nama PT. Gorontalo Minerals.

Hal itu yang membuat curiga Sumanti. Menurutnya, pasti saat melakukan studi kelayakan dan eksplorasi emas dan mineral, GM membabat hutan, yang akhirnya menyebabkan banjir bandang yang sering terjadi di wilayahnya. Ia menduga, GM sudah merusakan lingkungan hidup di lokasi eksplorasi.

Dalam dokumen AMDAL, GM menjelaskan hasil kegiatan eksplorasi itu yang dilakukan sejak 2010. GM menemukan beberapa prospek mineral diantaranya potensi tembaga dan mineral pengikutnya yang berada di komplek sungai mak. Berdasarkan studi kelayakan juga, GM menemukan cadangan bijih sebesar 103,1 juta ton yang ada lokasi tersebut.

Sumanti bilang, dengan kondisi tersebut, lahan perkebunan dan pertanian masyarakat pasti akan hilang, dan berganti dengan tambang tambang. Ia memprediksikan, jika semua itu terjadi, petani yang ada di Bone Raya akan menderita.

Rumah milik Sumanti Dukalang yang juga masuk dalam Kontrak Karya PT. Gorontalo Minerals. (Foto: Sarjan Lahay)

 

Koordinator Nasional Jaringan Advokasi Tambang [JATAM], Merah Johansyah menjelaskan keberadaan PT. Gorontalo Minerals [GM] pasti akan mengancam lingkungan hidup Bone Bolango kehidupan masyarakat setempat. Ia bilang, GM akan pasti mengancam kawasan permukiman, kawasan sumber air, kawasan pertanian, dan kawasan perikanan.

Merah bilang, ancaman terhadap lingkungan dan sumber daya alam itu sangat berbahaya jika tidak dicegah, apalagi terjadi. Ia bilang, rakyat pasti butuh pasokan pangan, sumber air yang bersih yang berkualitas, Jika itu rusak dan dicemari perusahaan tambang, pasti rakyat akan sengsara.

“Apalagi di kondisi pandemi saat ini, kita disuruh cuci tangan dengan bersih. Jika air yang kita gunakan itu tidak bersih, gimana nanti. Kondisi ekonomi Indonesia juga sangat lemah karena pandemi, jika sumber pangan nanti akan dirusak oleh perusahaan tambang, rakyat harus makan apa?,” kata Merah Johansyah kepada Mongabay Indonesia, Kamis [5/8/2021].

Merah bilang, apapun yang dilakukan perusahaan tambang, pasti memiliki dampaknya. Misalnya, pembangunan jalan tambang yang berpotensi akan menghilangkan fungsi hutan sebagai penyangga habitat dan tata air.

Di mana dalam dokumen kerangka acuan GM yang diperoleh Mongabay Indonesia, memang menjelaskan proses pembangunan jalan tambang menggunakan alat berat antara lain truck, bulldozer, excavator, grader, dan compactor.

Jalan tambang akan dirancang dapat dilalui kendaraan dan peralatan tambang untuk dua arah dengan lebar empat kali lebar alat angkut terbesar. Alat angkut terbesar yang akan digunakan adalah Rigid Dump Truck Komatsu HD 465 atau setara dengan lebar 4,2 m, sehingga jalan tambang yang akan didesain dengan lebar 18 m. Hal itu jelas akan membuka tutup hutan yang sangat besar.

Bukan hanya itu, dalam tahapan kegiatan penambangan dalam proses pembukaan lahan meliputi pembersihan lahan, penggalian, dan penimbunan. Kegiatan ini dilakukan pada lokasi tambang Sungai Mak, meliputi penebangan pohon, pemotongan kayu, dan penggalian.

Kegiatan pembersihan lahan juga akan menggunakan bantuan alat excavator dan dump truck. Setelah itu, dilakukan dengan pembabatan semak dan tanaman perdu, menggunakan alat bulldozer. Aktivitas pembabatan hutan di hulu seperti itu, sangat berpotensi terjadi bencana, dan menghilangkan fungsi hutan sebagai penyangga banjir.

Risiko lainnya, pada proses pembangunan pabrik pengolahan. Bijih yang telah ditambang selanjutnya akan diproses di pabrik pengolahan, yang terdiri dari unit peremukan, penggerusan, flotasi, thickening, dan filtering. Pabrik pengolahan akan dibangun di lahan seluas 15,02 hektare di sebelah selatan proyek pit sungai mak, yang pastinya akan memakai tutupan hutan yang ada di HPT.

Apalagi metode produksi pertambangan yang akan dipakai yaitu model pertambangan terbuka atau open pit dengan menggali mineral deposit yang ada pada satuan batuan, yang sama dilakukan oleh perusahaan tambang emas terbesar di dunia yaitu PT. Freeport Indonesia. Merah bilang, perencanaan pertambangan GM ini, kerap akan berdampak bagi semua sumber daya alam

Merah jelaskan, izin GM itu hanya izin untuk mengolah mineral dan pengikutnya saja, tapi untuk diluar dari itu, misalnya kawasan hutan atau APL yang masuk dalam konsesi. Merah bilang, jika di kawasan hutan GM harus memiliki Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan [IPPKH], dan jika di APL, GM harus melakukan pembebasan tanah dengan warga.

“Pertanyaannya, apakah di APL itu sudah diselesaikan atau belum? Saya curiga belum, karena masih ada masyarakat yang protes akibat GM tidak melakukan sosialisasi secara mereka terhadap keberadaan mereka,” ucapnya

Grafis Wilayah Izin Pertambangan Kontrak Karya PT. Gorontalo Minerals. (Fota: Auriga Nusantara)

 

Tak hanya itu, Merah juga menduga GM melanggar Rencana Tata Ruang Wilayah [RTRW] Provinsi Gorontalo, karena wilayah konsesi GM sampai ke pemukiman warga. Merah bilang, ketika ada pemukiman tidak boleh ada tambang. “Kalau pemukiman sudah ada dari dulu di wilayah itu, tidak boleh ada perusahaan tambang di situ, apalagi menjadi wilayah konsesinya,” jelasnya

Merah meminta Pemerintah Provinsi Gorontalo dan Pemerintah Kabupaten Bone Bolango harus melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap keberadaan GM. Apalagi GM sekarang masih memakai sistem lama, yaitu Kontrak Karya [KK], bukan Izin Usaha Pertambangan Khusus [IUPK]. Merah bilang, seharusnya seluruh izin KK harus diubah menjadi IUPK.

Bukan hanya itu, Merah menambahkan ketika dalam proses produksi GM, harus dicari tahu apakah memakai sianida atau merkuri. Menurutnya, keduanya dapat mencemari dan meracuni sumber air. Apalagi air sungai yang akan tercemar itu, merupakan sumber air minum masyarakat setempat.

Merah juga bilang, proses pembongkaran yang menggunakan peledakan, pengerukan bijih, pengangkutan, penimbunan, sampai perendaman, memiliki resiko, misalnya dengan kegiatan itu, ada air yang terlepas akibat proses pertambangan itu. Ia bilang, air itu sulit dikendalikan.

Air yang Merah maksud adalah Air Asam Tambang [AAT] yang merupakan air yang terpengaruhi oleh kegiatan tambang. Apalagi daerah pertambangan GM berada pada Kompleks sungai Mak yang merupakan sungai induk dari beberapa anak sungai yang mengalir ke beberapa Kecamatan di Kabupaten Bone Bolango, termasuk Kecamatan Bone Raya. Air dari sungai Mak juga kerap digunakan sebagai air minum untuk warga setempat.

Air dari kegiatan tambang pada umumnya mengandung padatan tersuspensi yang karena berkontak dengan batuan teroksidasi, maka menjadikan air bersifat asam yang terkonsentrasi logam berat. Merah bilang, air itu bisa juga mencemari air tanah.

Dalam dokumen AMDAL memang dijelaskan kegiatan pertambangan dan pengolahan tembaga dan mineral pengikutnya akan menimbulkan dampak merupakan penurunan kualitas air sungai. Pada tahapan konstruksi penurunan kualitas air disebabkan oleh kegiatan penyiapan dan pematangan lahan konstruksi, Sedangkan pada tahapan operasi, penurunan kualitas air bersumber dari kegiatan pembukaan lahan. Badan air yang akan menerima dampak adalah sungai mak dan aliran turunannya yang mengalir ke pemukiman warga.

Tak sampai disitu saja, Merah mengatakan proses pembukaan lahan yang akan dilakukan oleh GM, bisa berpotensi bencana alam, misalnya banjir bandang. “Jika itu terjadi, pasti air sisa tambang yang sangat berbahaya itu, akan ikut terbawa banjir dan mengalir ke pemukiman warga,” kata Merah

Pembuangan Tailing [limbah tambang], kata Merah, juga menjadi penyebab utama dalam pencemaran lingkungan yang kerap dilakukan oleh perusahaan tambang. Pembuangan Tailing merupakan isu yang sangat krusial dan penting pada sebuah pertambangan. Pasalnya, penanganan tailing jauh lebih rumit dibandingkan dengan hal yang lain. Merah bilang, jika tailing ditempatkan di sungai atau laut, bahkan pemukiman warga, itu sangat bahaya.

Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah [DPRD] Provinsi Gorontalo, Adhan Dambea mengaku sudah sejak lama dirinya sangat menolak GM masuk di Gorontalo. Ia bilang, GM akan membawa bencana dan menenggelamkan Gorontalo jika akan beroperasi.

Penolakan yang dilakukannya itu, sejak dirinya masih menjabat sebagai Wali Kota Gorontalo pada tahun 2009 silam. Adhan pernah memberikan surat kepada GM agar bisa angkat kaki dari Gorontalo. Meski saat itu dirinya menjadi sebagai Ketua Dewan Pengurus Daerah [DPD] Partai Golkar, dirinya sangat tegas geram dengan perusahaan milik keluarga Bakrie itu.

“Saya tidak peduli itu milik keluarga Bakrie, karena saya ingin melindungi warga saya. Karena jika GM akan beroperasi, wilayah Kota Gorontalo yang paling terdampak. Karena setiap ada hujan besar di Bone Bolango, Kota Gorontalo akan terendam. Itu yang membuat saya menolak GM,” kata Adhan Dambea kepada Mongabay Indonesia, pada Senin [16/8/2021].

Tak hanya itu, Adhan pernah membuat kajian dampak lingkungan hidup yang dibiayai Anggaran Pendapatan Belanja Daerah [APBD] pada tahun 2009, saat dirinya menjabat sebagai Wali Kota Gorontalo. Kajian yang dilakukan itu, tujuannya untuk memberitahu kepada seluruh masyarakat Kota Gorontalo terkait dampak-dampak yang ditimbulkan akibat adanya GM.

“Saya membuat itu, agar semua masyarakat tahu ancaman adanya GM ini. Ada beberapa aktivis lingkungan yang kita libatkan untuk membuat kegiatan itu. Komitmennya, kita harus menolak GM,” ujarnya

Namun, usaha yang dilakukannya itu, tak berbuat hasil. Tahun 2010, GM tetap masuk di Gorontalo untuk melakukan studi kelayakan dan eksplorasi usai Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan saat itu menerbitkan Surat Keputusan tentang izin pinjam kawasan untuk kegiatan eksplorasi emas dan mineral. Adhan bilang, dirinya tidak bisa berbuat banyak karena sudah ada sentralisasi perizinan pertambangan.

“Tapi sikap saya masih tetap sama, dari dulu hingga sekarang, saya masih menolak adanya GM. Saya akan bantu kawal Masyarakat Kecamatan Bone Raya yang sampai hari ini juga masih melakukan penolakan,” ucapnya

Ia juga meminta Pemerinta Provinsi Gorontalo harus melakukan evaluasi kepada GM yang saat ini mulai melakukan operasi produksinya. Dampak-dampak lingkungan yang akan terjadi nanti menjadi ketakutannya. Ia meminta GM bisa angkat kaki dari tanah serambi madina ini.

“Pemerintah Provinsi Gorontalo harus memikirkan petani-petani yang ada di sekitar wilayah GM. Karena yang paling terdampak adanya petani. Sehingga perlu di evaluasi keberadaan GM ini, karena sangat merugikan warga Gorontalo,” tegasnya

Menanggapi itu, Kepala Kantor PT. Gorontalo Minerals [GM] di Gorontalo, Didik Budi Hatmoko tidak memberikan komentar dihubungi Mongabay Indonesia pada Jum’at [6/8/2021] lalu. Didi hanya mengatakan dirinya sedang dalam karantina mandiri karena pernah melakukan kontak erat dengan Pasien Covid-19.

Mongabay Indonesia berupaya mendatangi Kantornya yang berada di Desa Talango, Kecamatan Kabila, Kabupaten Bone Bolango, Provinsi Gorontalo, pada Kamis [12/8/2021] lalu. Tapi kantornya dalam keadaan tutup. Pesan Whatsapp juga sampai hari ini, tidak ada jawab.

 

Tulisan ini sebelumnya sudah tayang di Mongabay Indonesia dengan judul “Belasan Ribu Hektar Kawasan Hutan Bakal jadi Tambang Emas di Bone Bolango” pada tanggal 6 september 2021 lalu. Tulisan ini publish kembali di website ini dengan tujuan untuk mengkampanyekan pentingnya menjaga hutan.

Sarjan Lahay
Sarjan Lahay adalah seorang jurnalis lepas di Gorontalo, sebuah provinsi di pulau Sulawesi yang sering disebut sebagai Serambi Madina. Ia memulai karir jurnalistiknya pada tahun 2018, dengan menjadi reporter di beberapa media lokal. Sarjan sangat tertarik dengan isu lingkungan dan ingin berbagi cerita masyarakat Gorontalo yang terkena dampak pencemaran lingkungan untuk menjangkau khalayak yang lebih luas di luar provinsi. Pada awal tahun 2021 ia menjadi jurnalis lepas di Mongabay Indonesia hingga sekarang.